Pengabdi Bantuan Hukum LBH Yogyakarta berfoto bersama seniman setelah sidang perdana melawan Hotel Tentrem Yogyakarta (Dokumentasi LBH Yogyakarta, 18 Maret 2025)
Selasa, 18 Maret 2025, Pengabdi Bantuan Hukum LBH Yogyakarta bersama dengan seniman fotografi Bambang Wirawan mendatangi Pengadilan Negeri Semarang Kelas 1A Khusus untuk menghadiri sidang perdana kasus pelanggaran hak cipta fotografi “Morning at Prambanan” yang diduga dilakukan oleh Hotel Tentrem Yogyakarta.
LBH Yogyakarta yang diwakili oleh Julian Duwi Prasetia, S.H., M.H., selaku kuasa hukum Bambang Wirawan melayangkan gugatan kepada Hotel Tentrem Yogyakarta yang diketahui menggunakan karya fotografi “Morning at Prambanan” milik Bambang Wirawan secara tanpa izin/hak pada halaman situs internet hotel sejak tahun 2017. Padahal sebagaimana diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) angka 11 UU Hak Cipta bahwa karya fotografi termasuk kedalam ciptaan yang dilindungi dan segala hak ekonomi dan moral yang melekat pada karya tersebut adalah hak penuh dari sang pencipta, kecuali pencipta karya melakukan pendistribusian secara kontraktual.
Oleh karena penggunaan karya fotografi “Morning at Prambanan” yang diduga dilakukan secara tanpa izin/hak oleh Hotel Tentrem Yogyakarta, maka hal tersebut telah menimbulkan kerugian (materiil & imateriil) terhadap Bambang Wirawan selaku pencipta karya dan berpotensi kuat memenuhi unsur unsur di dalam perkara perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Sudut pandang kasus ini tidak hanya berfokus kepada aspek pribadi Bambang Wirawan, namun lebih luas terutama dalam sudut pandang pentingnya perlindungan karya seni para seniman. Situasi perekonomian yang makin didominasi oleh sistem pasar bebas membuat karya karya seni tereduksi maknanya hanya sebatas alat pemuas pasar. Praktik pencaplokan, penggandaan, penggunaan tanpa izin karya para seniman yang dilakukan oleh dunia bisnis (termasuk fotografi) termasuk salah satu ekses dari pasar bebas.
Dunia bisnis terlalu fokus bersaing dalam mengakumulasi modal tanpa harus lagi berpikir memberi apresiasi dan penghargaan yang layak bagi para seniman yang dengan susah payah menciptakan karya seni. Padahal karya seni secara esensial adalah elemen yang membentuk peradaban, bukan serendah produk pasar. Maka dari itu, penguatan dan perlindungan karya seni dalam dunia yang semakin memiskinkan peradaban ini adalah hal yang mutlak dilakukan. Berangkat dari kasus ini pula LBH Yogyakarta menyerukan kepada para seniman yang merasa karyanya telah dirampas dan digunakan secara tidak hormat, terutama oleh dunia bisnis, agar bersatu dan melawan praktik yang merendahkan dunia yang begitu terhormat ini, yaitu dunia seni.