Gambar: Aksi PKL Malioboro di depan Gedung DPRD DIY, Jumat 5 Juni 2024. (dokumentasi LBH Yogyakarta, 5/6/2024)
Pada Jumat (5/07/24) ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro yang tergabung dalam Paguyuban Tri Dharma PKL Malioboro bersama solidaritas rakyat yang terdiri dari elemen mahasiswa dan pers melakukan aksi demontrasi dan audiensi ke DPRD DIY. Agenda tersebut merupakan dampak dari adanya kebijakan relokasi yang tidak transparan dan tidak pernah melibatkan para pedagang.
Aksi dan audiensi ini menjadi sangat penting bagi para pedagang ditengah penataan Jalan Malioboro sebagai bagian dari Penataan Kawasan Sumbu Filosofi yang telah di tetapkan sebagai World Intangible Heritage oleh UNESCO yang dalam penyelenggaraannya sebagai suatu kebijakan publik dimana Pemerintah DIY selaku pemangku kebijakan masih terdapat persoalan mendasar, yakni minimnya partisipasi publik dan transparansi informasi khususnya bagi PKL Malioboro selaku rakyat terdampak. Adapun dampak yang dirasakan oleh pedagang diantaranya pendapatan yang menurun, sarana infrastruktur yang memadai, adanya ketidakpastian dan simpang siur informasi.
Relokasi dari Jalan Malioboro ke Teras Malioboro 2 adalah sebuah pelajaran yang perlu untuk dievaluasi agar relokasi selanjutnya adalah relokasi yang partisipatif dan transparan serta yang paling penting ialah relokasi yang mensejahterakan kami selaku PKL Malioboro yang telah puluhan tahun berdagang di Malioboro.
Tuntutan massa aksi adalah bahwa DPRD DIY sebagai perwakilan rakyat menjalankan fungsi pengawasannya terhadap kebijakan Pemerintah DIY terutama memastikan partisipasi dan akses informasi PKL Malioboro. Selama ini PKL Malioboro yang notabenenya merupakan pihak yang terdampak tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan, pembuatan hingga penyusunan kebijakan relokasi.
Dalam forum audiensi pedagang menyampaikan bahwa tunda proses relokasi, sebab proses relokasi pedagang dari Teras Malioboro 2 ke lokasi di Ketandan dan Beskalan terindikasi cacat secara formil sebab detail engineering design yang menjadi dasar melakukan pembangunan tidak melibatkan Paguyuban Tri Dharma yang merupakan paguyuban pedagang dengan jumlah anggota 830. Dalam proses penundaan, Pemerintah DIY dan DPRD DIY membuka ruang dialog dengan para pedagang untuk memastikan hak-hak para pedagang dilindung dan dijaga serta terakomodirnya aspirasi para pedagang. Audiensi difasilitasi oleh Komisi B DPRD DIY turut hadir Dinas Budaya DIY, Balai Pengelola Kawasan Sumbu Filosofi, Dinas PU; ESDM DIY, dan Dinas Koperasi & UMKM DIY, dan Paniradya Pati.
Hasil audiensi yang dipimpin oleh Ketua Komisi B, bahwa DPRD DIY bersedia menjadi fasilitator untuk menghubungkan pemerintah terkait mulai dari tingkatkan kota hingga daerah dengan masyarakat terdampak. Dengan begitu, Pemerintah Kota Yogyakarta dan Daerah diberikan waktu seminggu untuk berkoordinasi dan mengajak diskusi dua arah dengan PKL Malioboro. Selama proses koordinasi, PKL Malioboro menuntut untuk adanya penundaan proses relokasi sampai adanya partisipasi bermakna dalam kebijakan. Mari kawan-kawan kita kawal terus perjuangan PKL Malioboro!
#keadilanuntuksemua
#savepklmalioboro
#malioboroindahtanpamenindas