Derita Pengasong 14 Komoditas Museum Karmawibangga Borobudur

November 5, 2022by Admin LBH Yogyakarta0

Candi Borobudur merupakan salah satu pusaka dunia (world heritage) yang mendapatkan pengakuan dari UNESCO sejak tahun 1991. Semenjak ditetapkan sebagai warisan dunia, pemerintah Indonesia mulai memperindah kawasan candi Borobudur. Kawasan candi Borobudur kini kian megah dan mewah setelah bersolek guna memikat wisatawan baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara. Kegiatan penyegaran kawasan candi Borobudur oleh Indonesia ini dinamakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

Keberadaan candi Borobudur ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari  masyarakatnya, hal ini dikarenakan candi Borobudur merupakan objek pariwisata yang juga berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat setempat. Selain itu, kawasan candi  Borobudur  juga menjadi tempat mengadu nasib atau tempat mencari pundi-pundi ekonomi warganya. Para pedagang asongan 14 komoditas yang berada di area Museum Karmawibangga misalnya, mereka adalah masyarakat asli Borobudur, kegiatan sehari-harinya adalah mengasong dan itu menjadi satu-satunya pekerjaan yang mereka geluti.

Bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, pedagang asongan mengambil manfaat ekonomi dari adanya pariwisata candi Borobudur. Mirisnya, masyarakat asli Borobudur hanya menjadi pengasong, padahal mereka memiliki kedekatan dan ikatan emosional dengan leluhur pengelola candi Borobudur. Namun, ikatan itu diputus usai negara mengambil alih pengelolaan candi dan membuat warga tidak dapat mengakses serta berpartisipasi dalam pengelolaan.

Nasib pedagang asongan kawasan candi Borobudur kini kian memprihatinkan. Setelah sekian lama aktif berjualan akhirnya tidak lagi diperkenankan berjualan saat awal pandemi Covid-19. Pemerintah beranggapan bahwa kebijakan tersebut sudah rasional. Pasalnya  membatasi dan bahkan pelarangan wisatawan itu merupakan langkah untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19. Lain halnya menurut para pedagang asongan, mereka beranggapan bahwa kebijakan tersebut tidak rasional. Hal ini karena dengan adanya pelarangan berjualan tersebut, pada akhirnya mereka harus memutar otak untuk mencari alternatif pemasukan ekonomi lain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Kurang lebih sebanyak 340 pedagang asongan dengan 14 komoditas yang berada di area Museum Karmawibangga vakum selama 2 tahun pandemi. Kemudian ketika pandemi mulai teratasi, terbukalah kebijakan pelonggaran wisata di candi Borobudur. Hal ini tentunya menjadi angin segar setelah penantian panjang pedagang asongan. Mulai hadir harapan baru untuk bagi pedagang asongan untuk kembali berjualan. Selain itu semangat untuk berjualan lagi sudah terlihat jelas di wajah-wajah mereka setelah lama dihantam pandemi. Nahasnya,  adanya kebijakan pelonggaran wisatawan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan. Para  pengasong) justru dilarang berjualan. Larangan berjualan ini atas dasar sosialisasi dari pengelola taman wisata candi Borobudur.

Adanya sosialisasi biasanya dianggap sebagai briefing untuk mereka (pengasong) berjualan. Akan tetapi, sosialisasi kali ini malah melarang pedagang untuk berjualan. Padahal, keberadaan pengasong di kawasan candi Borobudur area Museum Karmawibangga mendapat legalitas dan pengakuan dari pihak pengelola taman wisata candi. Pengakuan ini tertuang dalam Surat Keputusan Direksi PT. Taman Wisata Candi Borobudur Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Tata Tertib Kegiatan Usaha Di Taman Wisata Candi Borobudur. Pada ketentuan Pasal 7 Ayat 2 Huruf E menjelaskan bahwa pedagang asongan (acungan) yang berjualan (postcard, buku, kerajinan, topeng wayang, batik, makanan, dan minuman) diatur di sepanjang jalan timur Museum Karmawibangga di jalur kegiatan pedagang relokasi dan areal parkir. Melihat ketentuan hukum dalam keputusan direksi tersebut, jelas bahwa para pedagang asongan boleh berjualan di area Museum Karmawibangga.

Pengelola area taman wisata candi merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai dengan ketentuan konsideran menimbang poin a dan b Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), menjelaskan dengan gamblang bahwa BUMN merupakan pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. Bahwa BUMN memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan ekonomi nasional guna menyejahterakan masyarakat. Selain itu, dalam pasal 2 UU BUMN secara eksplisit menjelaskan bahwa selain maksud dan tujuan dari adanya BUMN untuk memperoleh keuntungan dan memberikan pemasukan bagi negara, BUMN juga harus menyelenggarakan kemanfaatan umum. Artinya, keberadaan BUMN selain memberikan sumbangsih ekonomi bagi negara, harus juga bermanfaat bagi masyarakat.

Keberadaan PT. Taman Wisata Candi Borobudur sebagai wakil dari negara untuk mengelola kawasan candi Borobudur justru menghilangkan fungsi menyejahterakan rakyat sesuai dengan semangat yang tertuang dalam UU BUMN. Mirisnya, kurang lebih 340 pengasong yang awalnya mengambil manfaat ekonomi dari adanya pariwisata candi Borobudur yang juga  harus memenuhi kebutuhan keluarga turut merasakan kebijakan yang sepihak dan sangat merugikan. Ini merupakan sebagian gambaran fenomena lain dari kebijakan sentralistik pengelolaan candi Borobudur dan kebijakan penyegaran candi Borobudur melalui Kebijakan Strategis Pariwisata Nasional oleh Negara. Dewasa ini negara tidak menyadari bahwa sering kali kebijakan yang dibuatnya berdampak dan mengorbankan rakyatnya sendiri.

 

Ditulis oleh: Muhammad Reza Wahyu Artura Putra (Asisten Pengabdi Bantuan Hukum)

 

Sumber:

Surat Keputusan Direksi PT. Taman Wisata Candi Borobudur Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Tata Tertib Kegiatan Usaha Di Taman Wisata Candi Borobudur

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

Catatan advokasi tim kasus pendampingan pedagang asongan Borobudur 14 komoditas  oleh LBH Yogyakarta