Siaran Pers
Kasus Klitih di Gedongkuning: Penyiksaan dan Kekerasan oleh Polisi Demi Sebuah
Pengakuan
Sejak 28 Juni 2022 hingga kemarin, 1 November 2022, telah berlangsung serangkaian proses persidangan bagi klien kami atas nama terdakwa Andi Muhammad Husein Mazhahiri dengan nomor perkara 123/Pid.B/2022/PN.Yyk. Kami mengapresiasi majelis hakim yang telah memberikan kesempatan bagi baik bagi penasihat hukum maupun penuntut umum untuk menggali kebenaran materiil atas perkara ini. Sehingga, kebenaran telah tersingkap dan tampak terang. Namun, terhadap proses persidangan tersebut kami memberikan tanggapan sebagai berikut:
Pertama, hingga akhir proses pembuktian di persidangan ini, kami sama sekali tidak menemukan dengan alasan apa Andi Muhammad Husein Mazhahiri ditetapkan sebagai tersangka. Jika melihat dari 21 (dua puluh satu) saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum tidak ada satu pun yang dapat mengidentifikasi Andi Muhammad Husein Mazhahiri berada diTKP Gedongkuning dan menjadi pelaku klitih.
Kedua, motor vario 150 milik terdakwa atas nama Hanif Aqil Amirullah, yang dijadikan barang bukti oleh penuntut umum dan kemudian dikonstruksikan sebagai motor yang digunakan di TKP Gedongkuning, bukan merupakan motor pelaku. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, motor tersebut pada 3 April 2022 tidak pernah meninggalkan rumah sehingga tidak mungkin apabila motor tersebut berada di Gedongkuning.
Ketiga, terdapat manipulasi pada proses penyidikan yang disampaikan saksi di bawah
sumpah, antara lain sebagai berikut:
- Terdapat keterangan dalam BAP dari saksi-saksi yang dihadirkan penuntut umum yang diakui sebagai keterangan dari penyidik, bukan dari saksi sendiri;
- Terdapat tanda tangan pendamping, baik itu orang tua dan pekerja sosial, padahal saksi tidak pernah didampingi.
Keempat, terungkap kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polsek Sewon yang dialami paling tidak oleh Terdakwa 1 atas nama Hanif Aqil Amirullah dan Terdakwa 2 Andi Muhammad Husein Mazhahiri dan 6 Saksi yang dipanggil di persidangan. Dua Terdakwa dan enam saksi yang menyatakan di bawah sumpah bahwa mereka mendapat kekerasan berupa:
- Pukulan di bagian kepala dan pelipis, bagian perut, bagian rahang dan bagian pipi;
- Dilempar asbak;
- Rambut dijambak;
- Dipukul menggunakan kelamin sapi yang dikeringkan;
- Mata dilakban saat dibawa ke rumah sakit.
Padahal, kekerasan dan penyiksaan demi mendapat pengakuan adalah bentuk pelanggaran HAM yang diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:
- Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”;
- Pasal 14 angka 3 huruf g, Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjelaskan bahwa “Dalam menentukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya, setiap orang berhak atas jaminan-jaminan minimal berikut ini, dalam persamaan yang penuh:…untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya, atau dipaksa mengaku bersalah”
Sebagai kesimpulan, kami berharap kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara 123/Pid.B/2022/PN.Yyk untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:
- Menerima dan mengabulkan seluruh pembelaan penasihat hukum dan terdakwa;
- Menolak surat dakwaan dan surat tuntutan penuntut umum untuk seluruhnya;
- Menyatakan terdakwa Andi Muhammad Husein Mazhahiri tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan penuntut umum dalam surat dakwaan dan surat tuntutannya;
- Membebaskan terdakwa Andi Muhammad Husein Mazhahiri dari segala dakwaan dan tuntutan penuntut umum;
- Mengeluarkan terdakwa Andi Muhammad Husein Mazhahiri dari rumah tahanan negara setelah putusan pengadilan diucapkan dalam persidangan;
- Memulihkan hak terdakwa Andi Muhammad Husein Mazhahiri dalam kemampuan, kedudukan dan harta serta martabatnya;
- Membebankan biaya perkara kepada negara menurut hukum yang berlaku.
Narahubung
+62 896-6826-7484 (LBH Yogyakarta)