Launching Mini Riset:
Virus Itu Bernama UU Cipta Kerja dan Perubahan UU Minerba
(Studi Kasus: Pemutusan Hubungan Kerja Dosen UP 45 Yogyakarta, PLTU Cilacap, Tambang Batuan Andesit di Wadas, Tambang Pasir di Sungai Progo, dan Sungai Boyong)
Unduh publikasi ini pada halaman berikut: Hasil Riset Virus Itu Bernama UU Cipta Kerja dan Perubahan UU Minerba
Saksikan diskusi dan launchingnya di Channel Youtube LBH Yogyakarta
***
Pada tahun 2020 masyarakat dunia dibuat gaduh oleh pandemi Covid-19, bahkan ada yang menyebutnya “noise of globalization”. Momen kegaduhan tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengesahkan dua “virus baru” yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba Baru) serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Virus Covid-19 telah menghentikan mobilitas, ketidakpastian ekonomi, bahkan ada yang berujung kematian. Sedangkan dua virus baru yang berbentuk aturan itu berpeluang memutus akses rakyat terhadap sumber daya alam. Ketiadaan akses menimbulkan efek domino, tidak hanya pekerjaan, bahkan sosial dan budaya mereka. Alih-alih mendorong pemerintah untuk cepat dan serius menangani Covid-19, Pemerintah malah tergesa-gesa mengesahkan dua aturan yang mengancam kepentingan rakyat.
Dalam proses perencanaan hingga pengesahan, kedua aturan ini sudah menghilangkan hak akses informasi dan partisipasi dari masyarakat. Padahal setiap pembuatan peraturan perundang-undangan harus melibatkan partisipasi dari masyarakat dan dilakukan secara transparan. Kedua aturan tersebut hingga kini menuai persoalan. UU Cipta Kerja telah ditanyakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan permohonan uji formil. Saat ini, UU Minerba Baru sedang dalam proses persidangan Judicial Review di MK.
Dua undang-undang yang disahkan tanpa adanya partisipasi dari masyarakat tentu akan menimbulkan banyak dampak. Berangkat dari hal tersebut, tulisan ini akan menguraikan dampak dari dua undang-undang tersebut terhadap 5 kasus dampingan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.