Jatuh Bangun Warga Wadas Melawan Tambang  

January 15, 2022by Admin LBH Yogyakarta0

Ibu-ibu di Desa Wadas Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah meneriakkan lagu perjuangan menolak tambang. Mereka berjalan menuju balai desa. Air mata membasahi kerudung dan baju mereka.

Pemrakarsa pertambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Badan Pertanahan Naional Kabupaten Purworejo beserta ratusan aparat Kepolisian Purworejo dan Tentara Nasional Indonesia sedang sosialisasi subjektifikasi dan objektifikasi tanah di desa itu.

Selepas sahur pada Jum’at 23 April 20201, Lurah Desa Wadas Fahri Setyanto dan sebagian orang  mendirikan tenda untuk sosialisasi di balai Desa Wadas. Setibanya di sana, ibu-ibu meneriaki lurah. “Dahulu kamu bilang mau melindungi Desa Wadas, sekarang sudah jadi lurah malah mau merusak,” kata salah satu warga, Yatimah.

Perempuan lainnya menambahkan “Hidup di sini kok mau menghancurkan temannya sendiri. Mau jual tanah, sama saja jual temannya. Seenaknya sendiri mau bikin temannya sengsara, ujar Sri sembari menangis.

Terjadi perdebatan sengit. Fahri  dan rombongannya angkat kaki dari balai desa. Segala peralatan diangkutnya kembali.

Seluruh warga Wadas mulai dari bapak-bapak, pemuda, ibu-ibu, para lansia dan anak-anak ikut berkumpul. Sebagian warga menangis. Warga Wadas langsung melakukan mujahadah, doa bersama dalam agama Islam.

Mujahadah sebagai bentuk memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar alamnya tidak dirusak. Semua nasib dipasrahkan melalui doa yang terus dipanjatkan.

Aku menyalami tangan seorang laki-laki. Kumis lebat dan jamban yang mulai tumbuh menghiasi senyumnya. Suaranya lembut dan selalu bersikap ramah pada setiap orang yang ia temui. Namanya Musokhihul. Panggilannya Muso.

Muso setiap hari bekerja di alas Desa Wadas. Ia juga memiliki keterampilan sebagai tukang bangunan. Kami duduk bersebelahan di antara lantunan kalimat thoyibah: Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil (hanya Allah SWT pelindungku). Kami melihat beberapa orang yang diduga petugas polisi mengenakan baju biasa dan helm di kepalanya.

Tampak ratusan personel Aparat Kepolisian Purworejo dan TNI mengenakan seragam lengkap dan laras panjang. Mereka membubarkan kegiatan mujahadah dan memaksa masuk ke lokasi doa bersama.

Rizal Marito yang saat itu menjabat sebagai Kepala Polres Purworejo menuduh ada provokator. Menggunakan pengeras suara, dia menantang debat peserta mujahadah.

Salah satu kuasa hukum Warga Wadas, Julian Duwi Prasetia meminta pihak kepolisian duduk bersama dan membicarakan persoalan .

Tapi, polisi mengabaikan Julian dan beringas di hadapan warga yang sedang duduk. Secara brutal, ratusan polisi mulai menunjuk warga satu persatu sebagai provokator dan mulai menarik mereka.

Dari ujung halaman rumah warga yang berada di atas lokasi mujahadah, laki-laki paruh baya mengenakan kemeja kotak-kotak merah putih, dan beberapa orang mengenakan helm mencoba memasuki barisan warga Wadas.

Sejumlah pemuda Wadas mengusir dan meminta agar pihak kepolisian untuk duduk bersama secara damai. “Kenapa ke sini pak?. segera pergi dari sini!,” suara salah seorang pemuda bernama Anwar terdengar.

Aku langsung pergi dengan pemuda lainnya. Muso sudah terlebih dahulu berada di sana. Aku berdiri di sampingnya. Kepada polisi, Muso berkata, “Pak polisi tolong dengarkan kami.”

“Pak tolong kembali ke barisan polisi. Mari kita bicarakan baik-baik. Lihat di bawah polisi mulai menarik, menuduh provokator, menginjak, dan memukul warga wadas,” ucapku.

Polisi itu lantas berkata, “Saya ini polisi tugasnya mengamankan.”

Aku menjawab, “Tolong jangan ke sini. Lihat! mengamankan dengan kekerasan.” Dengan posisi maju ke depan, polisi berkata “Saya ini negara, kamu siapa?,”

“Saya ini rakyat, berada di atas negara,” kataku.

Lantas polisi bertanya, “Kamu siapa? namamu siapa? KTP-nya mana?.”

Terdengar suara tembakan dari arah bawah. Kepulan asap memenuhi barisan warga. Mereka lari berhamburan. “Lihat pak, apa-apaan ini, kasihan polisi menembakkan gas air mata,” teriaku.

Polisi yang lain langsung berkata, “Ayo ikut kami, kamu jadi jaminan.”

Terdapat lima orang menggerubungi.

Polisi berbaju kotak-kotak menarik paksa tangan sebelah kanan. Polisi lain yang mengenakan masker hitam langsung menarik tangan kiri.

Sementara, dua orang polisi yang mengenakan helm, sudah memegang masing-masing kedua paha dan kaki. Satu polisi di depan, tangannya langsung menarik leher belakang.

Muso, Anwar dan beberapa pemuda yang berada di samping turut membantu menyelamatkan. Tangan dan kaki berhasil lepas. Aku lolos dari kekerasan,  penangkapan secara paksa, dan dari cengkraman polisi.

Muso yang berada di belakang, turut menjadi korban. Polisi mencoba untuk menarik dia. Namun, pemuda yang lain berhasil menarik kembali. “Saya warga pak,” teriak Muso. Lalu polisi mendorong hingga jatuh tersungkur.

Aku lari menuju barisan warga Wadas. Ibu-ibu mulai menangis. Seorang perempuan bersama bayi umur dua tahun menjerit.

Seorang anak bernama Aura yang masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar sesak nafas. Asap putih berada di dekatnya.

Para lansia yang turut hadir tertatih-tatih menghindari kepulan asap di hadapannya.

Sementara, beberapa polisi mulai menarik satu persatu warga. Aksi kekerasan dan penangkapan tidak terhindarkan.

Polisi meminta semua orang untuk bubar. Setelah itu, ratusan polisi dan TNI melakukan sweeping di sepanjang jalan Desa Wadas. Puluhan mobil truk mengangkut sebelas warga. Polisi yang lain merampas spanduk-spanduk penolakan tambang.

Seorang ibu bernama Urip berteriak histeris. “Anak dan suami diinjak-injak. Mereka ditangkap. Tolong bantu cari,” kata dia.

Suara tangisnya seketika pecah. Setelah polisi dan TNI pergi, para warga berkumpul. Aku kembali bertemu dengan Muso. Kami bersalaman dan berpelukan. Muso terlihat baik-baik saja. Tidak ada bekas luka di badannya. Namun, matanya masih murung, memikirkan nasib warga yang ditangkap.

***

Penolakan Saat Konsultasi Publik

Muso merupakan seorang pemuda yang getol menolak rencana pertambangan batuan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener. Dia bergabung dengan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA).

Pada 26 April 2018, saat agenda konsultasi publik pengadaan tanah, Muso turut melakukan aksi penolakan. Muso menyampaikan secara langsung terkait penolakan kepada para pemrakarsa.

“Dengan segala hormat, saya menyatakan sikap keras menolak,” ucap Muso.

“Betul,” teriak warga diiringi tepuk tangan yang meriah.

Muso mengatakan sebagai penerus keluarga khawatir kehilangan alam Wadas indah. Desa ini bisa menjadi ikon Purworejo karena terkenal dengan duriannya.Muso menjelaskan Desa Wadas subur dan punya air yang melimpah.

Pemuda lainnya, bernama Siswanto, turut menyampaikan penolakan saat konsultasi publik. “Kami hanya minta material itu jangan ambil di Desa Wadas. Bagaimana solusinya supaya tidak ambil di Desa Wadas. Kami sebagai warga Desa Wadas tetap menolak,” tegasnya.

Pemuda lain, bernama Talabud juga turut mempertanyakan tanggapan dari BBWS-SO ihwal surat yang warga kirimkan. Sebelumnya, ketika agenda sosialisasi pengadaan tanah pada 27 Maret 2018, warga Wadas walk out dari forum sebagai bentuk penolakan. Saat itu juga, warga melayangkan surat kepada BBWS-SO.

Kabid Pelaksanaan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO), Modista Tandi Ayu BBWS-S0 mengatakan telah menerima surat dan menyerahkan pada pimpinan.

Alih-alih mendapatkan jawaban atas penolakan yang dilakukan oleh Muso dan warga Wadas, secara mengejutkan, pihak pemrakarsa dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah malah menerbitkan Berita Acara Konsultasi Publik dengan Nomor BA 590/0001971 penyelenggaraan Konsultasi Publik di Desa Wadas pada 26 April 2018.

Gubernur Jawa Tengah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41 Tahun 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Izin Penetapan Lokasi berlangsung selama dua tahun.

Surat keputusan itu tidak sesuai sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Pasal 20 yang. Aturan itu menyebutkan: (1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja. (2) Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan Konsultasi Publik ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.”

***

Warga Wadas Dikalahkan oleh Pengadilan

Muso menyalakan motor bebeknya. Dari arah belakang, perlahan-lahan bayangannya menghilang. Kali ini warga sedang mencatat korban yang mengalami luka-luka. Terdapat sembilan orang mengalami luka-luka.

Salah satu warga yang mengalami luka-luka yakni pemuda bernama Talabud. Ia terluka di bagian kepala dan lengan sebelah kanan.

“Waktu itu langsung kena pukul,” ucapnya.

Talabud berada di depan barisan warga Wadas. Ia sendiri membantu warga yang ditarik oleh polisi.

***

Talabud setiap hari pergi ke hutan. Sebagai petani menjadikan tangan dan kakinya berotot. Pekerjaannya merupakan seorang buruh tani dan terbiasa mengangkat kayu-kayu dari atas alas.

Berkat didikan sebagai anggota Banser, Talabud semakin memantapkan hatinya dalam berjuang menyelamatkan keutuhan desanya. “Banser itu mengajarkan kepada saya tentang disiplin bertugas dan jiwa cinta tanah air.”

Dia mengatakan tidak ada kata kompromi terhadap ancaman perampasan tanah dan tempat tinggalnya bagi Talabud.

Talabud terlibat dalam berbagai aksi penolakan bersama dengan GEMPADEWA. Mulai dari aksi penolakan di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Aksi di Kantor Bupati Purworejo, Aksi di Kantor BBWS-SO, aksi di Kantor BPN Purworejo. Dia juga menjaga pos GEMPADEWA dan mengawal ibundanya dalam agenda Wadon Wadas beraudiensi dengan Polres Purworejo.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tidak kunjung mencabut Izin Penetapan Lokasi yang mencantumkan Desa Wadas. Kini, habisnya masa Izin Penetapan Lokasi menjadi satu-satunya harapan bagi Talabud.

Namun, secara mengejutkan, Gubernur Jawa Tengah justru mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 539/29 Tahun 2020 Tentang Perpanjangan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.

Talabud bersama warga Wadas lainnya, tidak henti-hentinya melakukan upaya penolakan. Setelah masa perpanjangan IPL habis, selang 2 hari kemudian, terbit Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang
Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan
Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah
tertanggal 7 Juni 2021.

Warga Wadas bersama dengan jaringan masyarakat sipil dan Koalisi Advokat untuk Keadilan GEMPADEWA melayangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang.

Talabud turut hadir dalam setiap agenda sidang. Pada kesempatan lain, Talabud memimpin doa Mujahadah di depan Pengadilan. Dia berharap hasil putusannya berpihak kepada Warga Wadas.

Namun pada saat putusan, Pengadilan justru menolak gugatan Warga Wadas. “Warga Wadas dikalahkan dalam persidangan,” ucap Talabud.

***

Setelah pencatatan selesai, LBH Yogyakarta selaku kuasa hukum segera menjemput warga yang ditangkap. Sempat terjadi cekcok antara polisi dan kuasa hukum karena polisi melarang mereka bertemu warga.

Pada pukul 02.00 menjelang sahur, polisi memeriksa warga satu per satu. Setelah berusaha keras, kuasa hukum berhasil membebaskan warga.

Seluruh warga bersorak menyambut kepulangan warga yang ditangkap. Tangis bahagiapun pecah. Mereka saling berpelukan dan menguatkan satu sama lain.

 

Penulis: Wahidul Halim (Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Yogyakarta)