Ditulis oleh Rafif Nafia – Mahasiswa magang dari FH UGM
Sebagai negara hukum, Indonesia memberikan jaminan atas hak asasi manusia warga negaranya melalui konstitusi Negara. Salah satu jaminan hak tersebut adalah hak atas kebebasan beragama yang tercantum pada Pasal 28E ayat (2) dan Pasal 29. Hak kebebasan beragama sendiri sejatinya mencakup pada dua aspek, yakni kebebasan untuk memilih dan menetapkan, agama atau keyakinan atas pilihannya sendiri dan kebebasan untuk menjalankan agama atau keyakinan secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, melalui ibadah, penaatan, pengamalan, dan pengajaran.
Sayangnya, implementasi pengaturan tersebut tidak selalu berjalan dengan baik, terutama bagi kelompok penganut agama minoritas. Hal tersebut terbukti dari adanya 23 laporan tentang kasus rumah ibadah di berbagai daerah sepanjang 2017-2019 yang dicatat oleh Komnas HAM. Kasus-kasus tersebut berkaitan dengan aturan tentang pendirian rumah ibadah yang mana beberapa umat beragama kesulitan memenuhi persyaratan dalam mendirikan rumah ibadah atau syarat administrasi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor syarat khusus pendirian rumah ibadah yang dianggap menyulitkan pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 dan No. 9 Tahun 2006 yaitu mengharuskan adanya daftar nama pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang dan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang, terhambatnya proses penerbitan IMB, hingga adanya konflik kepentingan dengan unsur politik di daerah tertentu.
IMB rumah ibadah sendiri merupakan perizinan yang diberikan oleh kepala daerah untuk melakukan pembangunan bangunan rumah ibadah. Pengaturan IMB rumah ibadah justru terkesan membatasi hak beribadah bagi umat beragama minoritas yang belum mampu memenuhi syarat tersebut. Dalam banyak kasus, syarat yang mengharuskan adanya persetujuan minimal 60 warga sekitar rumah ibadah kemudian menimbulkan banyak pertentangan antara sekelompok agama yang mengajukan izin pendirian rumah ibadah dengan masyarakat sekitar lokasi yang tidak setuju pendirian rumah ibadah tersebut
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang merupakan peraturan pelaksana Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja turut mengubah ketentuan IMB dengan istilah Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Perbedaan antara IMB dan PBG terletak pada substansi perizinan yang disyaratkan dimana PBG lebih menekankan pada bagaimana teknis suatu bangunan harus didirikan berdasarkan fungsinya masing-masing. Meskipun pengaturan IMB pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengalami perubahan, tetapi hal itu masih belum mengubah kenyataan bahwa Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 dan No. 9 Tahun 2006 yang mengatur mengenai syarat khusus bagi pendirian rumah ibadah masih berlaku. Meskipun apabila ditinjau dari ilmu perundang-undangan maka seharusnya Peraturan Bersama tersebut diubah dan dan disesuaikan mengikuti ketentuan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mengingat bahwa Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagai salah satu dasar pembuatan Peraturan Bersama tersebut telah diubah.
Dari segelintir peraturan tersebut, hak atas beribadah sesuai keyakinan melalui pendirian rumah ibadah masih belum sepenuhnya berubah, meskipun ketentuan pokoknya telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021. Namun ketentuan khusus pendirian ibadah melalui Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8 dan No. 9 Tahun 2006 yang memuat ketentuan khusus atau tambahan bagi pendirian rumah ibadah masih belum diubah.
Konstitusi menjamin kebebasan beragama pada pasal 28E ayat (1) dan Negara mempunyai peran untuk menjamin kebebasan penduduknya untuk memeluk agama dan kepercayaan yang diyakininya pada pasal 29 ayat (2). Jika merujuk pada konstitusi ini, peraturan dibawahnya terkait kebebasan penduduk dalam memeluk agama dan mendirikan rumah ibadah seharusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk mewujudkan dan menegakkan kebebasan beragama bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. Harapannya, carut marutnya peraturan terkait pendirian rumah ibadah yang ditambah dengan adanya peraturan perubahan lewat UU Cipta Kerja kemudian tidak menambah sulit masyarakat untuk mengakses IMB bagi rumah ibadahnya, khususnya bagi pemeluk agama minoritas di Indonesia
Sumber
VOA Indonesia, Komnas HAM Temukan 23 Kasus Rumah Ibadah Sepanjang 3 Tahun Terakhir, https://www.voaindonesia.com/a/komnas-ham-temukan-23-kasus-rumah-ibadah-sepanjang-3-tahun-terakhir/5650714.html
Sudjana, Penerapan Sistem Hukum Menurut Lawrence W Friedman Terhadap Efektivitas Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000, Jurnal Al Amwal No. 1 Vol. 2 (2019). Hlm 82-89
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, PENGKAJIAN KOMNAS HAM RI ATAS PERATURAN BERSAMA MENTERI NO 9 DAN 8 TERKAIT PENDIRIAN RUMAH IBADAH,