Warga Wadas Gugat Ganjar Pranowo atas Kebijakan yang Merugikan

PERS RILIS: WARGA WADAS GUGAT GANJAR PRANOWO ATAS KEBIJAKAN YANG MERUGIKAN

“Tuanku Rakyat, Gubernur hanya Mandat”

 

Pada 15 Juli 2021, Warga Wadas yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah. Warga Wadas menggugat Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah atas kebijakannya yang sangat merugikan Warga Wadas dengan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021. Dalam keputusan Izin Penetapan Lokasi tersebut tetap mencantumkan Desa Wadas, yang jelas-jelas Warga Wadas dengan tegas menolaknya. Ganjar Pranowo bebal tidak mendengarkan penolakan Warga Wadas.

Izin Penetapan Lokasi bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Izin Penetapan Lokasi mengandung cacat prosedur dan cacat substansi di dalamnya sehingga harus dibatalkan.

Adapun alasan-alasan Warga Wadas dalam mengajukan gugatan yakni Pertama, Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah tidak memahami akibat hukum dari berakhirnya izin penetapan lokasi, izin perpanjangan penetapan lokasi serta proses ulang sebelum diterbitkannya izin penetapan lokasi yang baru. Izin Penetapan Lokasi Bendungan Bener telah berlaku selama 2 (dua) tahun dan perpanjangan selama 1 (satu) tahun. Sehingga penerbitan Izin Penetapan Lokasi tanpa proses ulang melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.

Kedua, Pertambangan Batuan Andesit tidak termasuk Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Hal ini tercantum sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dalam Pasal 123 Angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.

Ketiga, Izin Penetapan Lokasi cacat substansi karena tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Purworejo. Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo tidak mengandung Batuan Andesit sebagaimana Pasal 61 Peraturan Daerah Nomor Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo. Kecamatan Bener juga merupakan wilayah yang dikategorikan sebagai Rawan Bencana Longsor sebagaimana Pasal 42 Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2011-2031.

Keempat, Pertambangan Andesit yang Lebih dari 500 ribu meter Kubik harus memiliki AMDAL tersendiri. Berdasarkan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) untuk rencana kegiatan Pembangunan Bendungan Bener disebutkan bahwa sekitar 12.000.000 m3 batuan Andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 m3 /bulan. Izin Penetapan Lokasi bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Amdal, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 38 Tahun 2019 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Amdal sebagai pengganti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012, Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kelima, Tidak memperhatikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah tidak memperhatikan hak-hak yang dimilki oleh Warga Wadas sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Keenam, tidak memperhatikan perlindungan terhadap sumber mata air. Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan sumber mata air yang ada. terdapat 28 sumber mata air yang tersebar di desa Wadas. Sehingga Izin Penetapan Lokasi melanggar Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan air dan Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo.

Ketujuh, bagi Warga Wadas makna tanah bukan sekedar rupiah, melainkan menjaga agama dan keutuhan desa. Surat Al Baqarah ayat 11 dan ayat 12 menyebutkan yang artinya (11) Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (12) Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Warga Wadas memandang tanah atau alam secara lebih luas sebagai manifestasi dari wujud Tuhan di muka bumi. Tanah memberi warga kehidupan, sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tempat beribadah kepada Allah SWT, dan lain sebagainya.

Julian Duwi Prasetia, S.H., M.H., Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, selaku Kuasa Hukum Warga Wadas menyatakan, “Selama ini warga sudah melakukan penolakan. Tetapi Ganjar Pranowo mengabaikan dan tidak mendengarkan aspirasi Warga Wadas. Pengajuan gugatan ini menjadi salah satu upaya yang ditempuh Warga Wadas dalam memperjuangkan hak mereka. Selain di ranah pengadilan, Warga Wadas juga melakukan perjuangan di luar pengadilan.”

Atqo Darmawan Aji, dari Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LKBH FH UII) menyatakan “Bapak Gubernur Jawa Tengah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Provinsi Jawa Tengah harusnya dapat mengambil kebijakan dengan sikap yang bijaksana. Gubernur Jawa Tengah merupakan pemimpin yang dipilih oleh rakyat secara langsung, ketika saat ini masyarakat khususnya warga Wadas melakukan penolakan harusnya Gubernur Jawa Tengah datang langsung dan mendengarkan alasan-alasan warga dalam melakukan penolakan tersebut, dari pendapat warga tersebut harusnya di jadikan bahan pertimbangan oleh Gubernur Jawa Tengah dalam mengambil keputusan. Penolakan penambangan batuan andesit oleh masyarakat Wadas tentunya mempunyai alasan-alasan yang kuat dan berdasar tidak hanya asal bersuara. Jangan sampai penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener yang diharapkan sebagai salah satu faktor penting pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat justru menjadi musibah atau malapetaka bagi masyarakat yang ada di sekitar penambangan batuan andesit tersebut, Warga Wadas juga bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai hak yang sama, wajib dilindungi oleh pemerintah.”

Imam Joko dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesian Yogyakarta (PBHI) menyatakan “PBHI dalam forum Koalisi Advokat Untuk Keadilan GEMPADEWA sebagai tim advokasi mendukung perjuangan rakyat dalam hal ini Warga Wadas. Karena kami menilai upaya warga sudah benar, hanya Warga Wadas tidak didengarkan. Secara konstitusi Warga Wadas dilindungi. Kehidupan masyarakat harus bebas polusi. Kami mendukung dan ikut serta meggugat negara dalam hal ini tanpa adanya partisipati warga, tanpa adanya keperluan warga sendiri. Meskipun dengan dasar Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) harus melihat aspek masyarakat sehingga harus mensupport. Walaupun negara maupun Gubernur mengusir rakyat harus mengganti dengan kehidupan yang sudah sejahtera seperti ini, tetapi negara tidak bisa. Kita menggugat Izin Penetapan Lokasi karena tidak sesuai dan tidak memikirkan aspek kebencanaan.”

Fadli dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Bantul menyatakan “pertama, dari advokat Indonesia tentu menyayangkan adanya kejadian yang terjadi di Desa Wadas tidak seharusnya terjadi. Padahal ada ruang-ruang yang bisa dilakukan oleh pemerintah karena ini kegiatan nasional tidak memperhatikan aspek masyarakat. Pemerintah harus membuka diri. Gugatan sudah masuk, sementara upaya ilegal terus dilakukan oleh pemerintah yang mana tidak pro kepada rakyatnya. Begitu rusaknya ketika dilakukan akan hilang. PBH PERADI Bantul menyayangkan diri. Kedua, kami mengharapkan lebih mengedepankan kepentingan masyarakatnya. Kami akan terus mengawal sampai keadilan”

Ali Jabbar Nasution Yayasan Bantuan Hukum (YBH) Artono menyatakan “Kalo kita berpendapat untuk kondisi saat ini pemenrintah harus melihat keseluruh dunia berkaitan lingkungan menjadi pusat perhatian Warga sudah menjaga lingkungan tidak usah lagi menyengsarakan rakyat warga sudah menggantungkan hidupnya disini. Akibat keserakahan pemerintah menimbulkan konflik antar warga dengan pemerintah tidak harmonis sehingga harus menghentikan kegiatan pematokan disini. Pemerintah harus fokus menanganai pandemi.”

Zul Afif selaku Staf Ketua Litigasi Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH PC NU) Kota Yogyakarta menyatakan “Pertama untuk tindakan yang dilakukn oleh Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah melanggar Hak Asasi Manusia dalam hal keberlangsungan hidupnaya. Kedua, gugatan yang kami lskuksn harapan kami untuk membela masyarakat bisa diterima. Ketiga, menolak segala bentuk perbuatan melawan hukum oleh pemerintah kepada masyarakat.”

Aryanto selaku Staf Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa menyatakan “Seharusnya ketiaka ada bentuk penolakan daripada masyarakat Wadas, Gubernur tidak serta merta mengeluarkan lagi Izin Penetapan Lokasi baru. Kalo benar-benar Gubernur mau menyejahterakan rakyatnya, harus mempertimbangan segala masyarakat. Ada gerakan secara ilegal oleh pemerintah harus dilihat. Pemerintah jangan seenaknya melakukan tindakan. Dua aturan berbeda jangan disatukan dalam hukum tidak sesuai. Dalam Amdal tidak melibatkan masyarakat padahal harus menyertakan masyarakat. Makanya kami dari LKBH Pandawa meminta sebelum persidangan, Gubernur harus mencabut kembali Izin Penetapan Lokasi.”

Herry Antoro dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Sleman menyatakan “kami sangat mendukung terkait upaya hukum yang dilakukan oleh Warga Wadas karena kami melihat bahwa ada cacat prosedural oleh Pemerintah Jawa Tengah khususnya berkaitan tinjauan akan hal ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan masyarakat Wadas. Maka dari itu, secara tegas kami mendukung sekaligus mengoreksi adanya izin yang diberikan oleh Pemerintah Jawa Tengah khususnya berkaitan dengan adanya audit lingkungan yang dalam hal ini disinyalir belum dilakukan yang nantinya berakibat negatif terhadap kehidupan masyarakat wadas.”

Suraie selaku Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Wonosari menyatakan “kami sebenarnya melakukan dukungan aksi solidaritas terhadap perjuangan LBH Yogyakarta dalam pendampingan litigasi dan non-litigasi masyarakat Wadas. PBH Peradi Wonosari lebih fokus pada perjuangan litigasi yang mana Izin Penetapan Lokasi oleh pemerintah semestinya tidak mengorbankan masyarakat Wadas. Saya lihat aspirasi masyarakat begitu kuat, kompak dan kokoh mestinya pemerintah mempertimbangkan sisi penolakan masyarakat yang keras. Ke depan, Izin Penetapan Lokasi harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Pemerintah tidak boleh pokoke dibangun padahal Warga Wadas sudah menolak tetapi Pemerintah Kembali menerbitkannya.”

Tuson dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Wates menyatakan “Persoalan kasus warga sekarang lagi bergulir di PTUN Semarang. Sudah disampaikan kepada beberapa warga. Bahwa perjuangan ini tidak hanya selesai di PTUN. Karena perjuangan tidak akan selesai ketika perjuangan juga dibarengi dengan bantuan warga. Sejauh ini warga tetap solid dan kompak, bahkan mengesampingkan urusan pribadi demi kepentingan bumi Wadas. Besok dimulai tanggal 26 dan jadwal diperkirakan sampai tanggal 30 Agustus. Akan tetapi warga sebagai korban, mereka harus mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan, seperti GEMPA DEWA, Kamu Dewa dan Wadon Wadas. Mendorong gugatan Class Action. Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Wates bersikap mendukung segala upaya litigasi yang diajukan oleh warga. Tetap proses hingga warga menang.”

Setia Budi sebagai advokat publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sikap menyatakan dari awal LBH Sikap menyatakan sikap sepenuhnya mendampingi Warga Wadas secara litigasi maupun non-litigasi.”

Berdasarkan uraian di atas, dengan ini kami Warga Wadas yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) bersama Koalisi Advokat Untuk Keadilan GEMPADEWA menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menuntut Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang Jawa Tengah mengabulkan gugatan Warga Wadas secara keseluruhan;
  2. Cabut Izin Penetapan Lokasi Pembaruan yang mencantumkan Desa Wadas;
  3. Hentikan segala bentuk eksploitasi alam dengan dalih Kepentingan Umum;
  4. Negara harus menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak Warga Wadas;
  5. Menuntut Aparat Kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap Warga Wadas;
  6. Mengajak seluruh solidaritas untuk berjuang bersama melawan ketidakadilan terhadap Warga Wadas.

 

Solidaritas untuk Warga Wadas:

  1. LBH Yogyakarta
  2. WALHI Yogyakarta
  3. FNKSDA Yogyakarta
  4. Koalisi Advokat Untuk Keadilan Gempadewa
  5. Seluruh Solidaritas untuk GEMPADEWA

 

Narahubung:

Insin Sutrisno (GEMPADEWA) 085244630194

Julian Duwi Prasetia (Koalisi Advokat untuk Keadilan) 08122750765