Mujahadah Sebagai Medium Penolakan Kerusakan Alam Pertambangan Quarry; Desa Wadas, Purworejo

February 5, 2021by Admin LBH Yogyakarta0

 

Pada 9 Januari 2021, kami mengunjungi salah satu desa yang terdampak pembangunan insfratruktur bendungan. Pembangunan infrastruktur bendungan ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) era Joko Widodo. Desa Wadas menjadi lokasi pertambangan Quarry “batuan andesit” untuk menyuplai bahan material pembangunan Bendungan Bener.

Malam itu, terdengar suara lantunan doa di salah satu mushola Desa Wadas. Tangis kesedihan dan doa melebur dengan suara serangga di alas bukit menoreh. Malam ini, seluruh warga sedang berkumpul untuk mujahadah dan  meminta kepada Tuhan agar alam mereka tidak dirusak.

Kami menemui salah satu warga yang turut hadir dalam kegiatan mujahadah. Peci hitam, batik, dan sarung motif kotak-kotak melekat pada pria paruhbaya tersebut. Tatapannya sangat lembut dan pancaran senyumnya begitu sumringah. Namanya Kaji Muhidin, tangannya menyodorkan segelas teh manis kepada kami. “monggo mas, mbak, dipersilahkan” katanya. Selanjutnya kami mengobrol perihal Mujahadah yang baru saja selesai.

Kaji Muhidin mulai bercerita, warga Desa Wadas sedang mengalami keprihatinan. Warga tidak tahu lagi akan sambat kepada siapa. Apalagi pemerintah sekarang justru merusak alam Desa Wadas. Kaji Muhidin berkeyakinan, hanya kepada Allah SWT lah warga dapat mengadu. Sebab, kuasa-Nya yang mengatur apa saja dalam roda kehidupan ini. Hanya kepada-Nya masyarakat dapat mengungkapkan kesedihan akan hilangnya sumber pangan. Ungkapan itu disampaikan melalui kegiatan mujahadah.

Kaji Muhidin menuturkan, mujahadah sendiri sudah melekat dengan kehidupan warga. Hal ini dikarenakan warga Desa Wadas berasal dari kalangan kaum Nahdliyin (NU). Saat ini mujahadah rutin diadakan oleh setiap dusun di desa Wadas dengan hari yang berbeda. Namun setiap malam minggu, mujahadah diikuti oleh seluruh warga Desa Wadas.

Mujahadah sudah dilakukan sejak tahun 2018. Tepatnya setelah tersebarnya informasi bahwa akan ada aktivitas penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 590/41 Tahun 2018 Tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah pada 7 Juni 2018, Desa Wadas menjadi salah satu objek penambangan batuan andesit yang akan dipergunakan untuk membangun Bendungan Bener.  Pembangunan Bendungan Bener sendiri akan berdampak pada 11 desa.

Kemudian, pada 5 Juni 2020, Ganjar Pranowo menerbitkan Surat Keputusan Perpanjangan Nomor 539/29 Tahun 2020 Tentang Perpanjangan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Wonosobo Provinsi Jawa Tengah yang tetap mencantumkan Desa Wadas. Penetapan lokasi tersebut membuat warga merasa resah dan tidak ingin tanahnya dijadikan sebagai lokasi pertambangan. Pertambangan tersebut akan menghilangkan bukit yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Selama ini warga menggantungkan hidup pada tanahnya. Kaji Muhidin sendiri merupakan salah seorang yang tanahnya tidak masuk dalam lokasi pertambangan. Namun, dirinya akan tetap merasakan dampak dari pertambangan.

Lebih lanjut, Kaji Muhidin menuturkan bahwa dampak lain dari pertambangan batuan andesit dengan kedalaman 50 m hingga 100 m akan mengupas tanah sehingga dapat merusak lingkungan, perumahan, banyaknya lumpur, hingga banjir. “Padahal rumah penduduk Desa Wadas di bawah. Gak ada yang di atas.” Terangnya.

Untuk menggalang kekuatan, warga Desa Wadas menganggap perlu adanya kumpul-kumpul. Kaji Muhidin mengatakan, ketika ada informasi apapun, pokoknya di-rembuk-kan bersama. Dirinya juga mengusulkan, tapi jangan kumpul kosong, hanya obrolan tidak ada artinya. Kegiatan mujahadah dipilih untuk mengisi kekosongan tersebut. Mujahadah sebagai medium persatuan warga Desa Wadas dalam melakukan perlawanan terhadap dampak buruk dari pembangunan Bendungan Bener.

“Kita mempunyai Tuhan, kita minta kepada Tuhan.”

Kaji Muhidin menjelaskan, Mujahadah sudah ada di dalam Al-Quran. “Siapa yang mempunyai hajat dianjurkan agar memperbanyak ber-mujahadah. Orang yang benar-benar minta kepada Tuhan akan ditunjukkan jalan keluarnya. Kira-kira begitu.” Tawa kecilnya semakin menghangatkan dinginnya Desa Wadas.

Sampai saat ini mujahadah masih terus dilakukan oleh warga. Menurut Kaji Muhidin, sejak awal belum pernah tidak diadakan, entah orangnya berapapun, tetap diadakan. Walaupun yang datang hanya 25 orang, mujahadah tetap dilaksanakan.

Pada awalnya mujahadah hanya diikuti oleh laki-laki, namun saat ini sudah melibatkan kalangan perempuan. Keikutsertaan perempuan ini bertujuan untuk menjaga keutuhan satu sama lain karena beberapa kali ada oknum yang mencoba merayu perempuan yang sedang ditinggal mujahadah.

Ketika musim hujan datang, mujahadah dilakukan dengan bergilir di mushola per-dusun Desa Wadas. Pada musim kemarau, warga melakukan mujahadah di alas atau lokasi yang akan ditambang. Dalam kondisi yang gelap, justru lebih hikmat dan membuat hati mudah untuk meresapi. Perjuangan warga dalam mempertahankan alamnya bukan serta merta hanya melalui mujahadah. Mujahadah merupakan upaya tawakal setelah beberapa ikhtiar yang sudah dilakukan oleh warga..

Melalui mujahadah ini, Kaji Muhidin mengatakan dan berharap agar semua jerih payah teman-teman dan masyarakat, yang sudah beberapa kali berangkat menyampaikan aspirasi ke Gubernur, Bupati dan BBWS, tidak sia-sia.

“Secara lahir sudah cukup usahanya, secara batin ya itu Mujahadah.” Pungkas Kaji Muhidin.

*******

Penulis:

Saskia Inaya (Magang LBH Yogyakarta)

Rizka Nabilah (Magang LBH Yogyakarta)

Wahidul Halim (APBH LBH Yogyakarta)