Kolam Renang PLTU Cilacap

November 16, 2020by Admin LBH Yogyakarta0

Oleh: Asmara Dewo (APBH LBH Yogyakarta)

Anak-anak di kota jika ingin berenang biasanya di kolam renang yang steril, berair jernih, lengkap dengan permainan lainnya, dan diawasi petugas. Jika anak-anak desa yang tumbuh di sekitar pegunungan, perbukitan, tepian hutan, mereka mandi di aliran sungai yang jernih, segar, dan tentu saja menyenangkan. Berenang salah satu olahraga yang bagus dan sangat dianjurkan bagi anak-anak, karena masa itu adalah masa pertumbuhan.

 

Lain cerita dengan anak-anak Dusun Winong, Desa Slarang, Kecamatan Pesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Karena daerah mereka di pesisir pantai, sudah menjadi kebiasaan bermain air. Apalagi ayahnya yang sehari-hari menjadi nelayan untuk mengais rezeki di laut selatan tersebut. Tapi saat ini dusun mereka dilanda abrasi yang diduga kuat karena pembangunan breakwater PLTU Cilacap yang dikelola PT. Sumber Segara Primadaya (S2P). Angin laut yang begitu kencang menimbulkan ombak besar sampai ke tepian. Jadi tak heran anak-anak Dusun Winong mencari tempat bermain di lokasi yang berbeda.

 

“Kolam Renang PLTU” kini menjadi tempat bermain dan berenang setiap sore anak-anak dusun yang berdampingan dengan PLTU Cilacap tersebut. Kolam renang itu sebenarnya adalah ash yard, tempat pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Namanya saja tempat pembuangan limbah B3 tentu punya dampak buruk pada kesehatan anak-anak tersebut di kemudian hari. LBH Yogyakarta dalam catatannya pada 2019 menyebutkan warga Winong mengidap penyakit batuk, bronkitis, ISPA, dan sebagainya, karena limbah B3 yang dihasilkan PLTU Cilacap.

 

Merujuk pada Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Selain itu Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan: “Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”

 

Dipertegas lagi pada Pasal 6 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan: “Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.”

 

Sebenarnya cukup banyak regulasi tentang pelindungan dan lingkungan yang sehat. Persoalannya adalah perusahaan dan pemerintah mengabaikan hak-hak masyarakat, khususnya Dusun Winong, sebagai salah satu korban pembangunan PLTU yang banyak mudharatnya itu. Penegakan hukum seakan tumpul jika menyasar perusahaan kelas kakap. Tak heran, warga lebih percaya pada gerakannya sendiri untuk menjemput keadilan.

 

Misalnya saja FMWPL (Forum Masyarakat Winong Peduli Lingkungan) yang terus berupaya menuntut hak-haknya atas ketidakadilan pembangunan yang digadang-gadang mampu menyejahterakan rakyat. Pada audiensi yang kedua kalinya di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cilacap, Selasa (10/11/2020), Ketua FMWPL Riyanto dengan tegas mengatakan, “Selama ini berdampingan dengan PT S2P masyarakat Dusun Winong merasa terpuruk secara ekonomi dan sosial.”

 

Saeful Anwar, salah satu warga yang menuntut PLTU juga meminta, “Segera ditutup, karena berbahaya bagi anak-anak. Untuk lokasi ash yard yang tidak digunakan sebaiknya diurug saja.” katanya di depan perwakilan PT S2P dan pihak DLH Cilacap.

 

Hasil audiensi itu menerangkan agar Warga Winong langsung berhadapan saja dengan pihak PT S2P. Rekomendasi itu sebaiknya juga dikawal perwakilan dari pemerintah setempat, karena mau bagaimana pun sejak berdirinya PLTU pada 2003 dan beroperasi pada 2006 sampai sekarang karena izin pemerintah. Jadi terdengar lucu jika pemerintah lepas tangan atas begitu banyaknya kasus yang terjadi di sana.

 

Pembangunan dan HAM

 

Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cilacap sejak awal memang sudah bermasalah. Pembangunan PLTU tanpa melibatkan persetujuan seluruh warga setempat menjadi bumerang di kemudian hari. Pemberitahuan adanya pembangunan PLTU hanya tokoh yang dianggap penting saja di Dusun Winong, sedangkan warga lainnya tidak diberitahu. Hal ini membuktikan ketidakadilan bagi warga yang dianggap tidak penting oleh PLTU Cilacap dan pemerintah. Padahal, setiap warga punya hak yang sama, hal itu bisa dilihat pada Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskrimantif itu.”

 

Warga Dusun Winong yang tak dilibatkan dianggap objek saja atas kebijakan, bukan subjek yang menentukan hak dan nasibnya saat ini dan kemudian hari. Padahal manusia adalah subjek, bukan objek, sebagaimana yang telah dilakukan pihak pembuat kebijakan tersebut. Siti Musdah Mulia (2007) menerangkan Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) berangkat pada penghargaan terhadap manusia sebagai makhluk berharga dan bermartabat. Konsep HAM menempatkan manusia sebagai subjek, bukan objek dan memandang manusia sebagai makhluk yang dihargai dan dihormati tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, jenis gender, suku bangsa, bahasa, maupun agamanya.

 

Sodikin (2016) menyebutkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup saling keterkaitan dan membutuhkan, karena dengan menghargai HAM sekaligus juga melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Sebaliknya dengan melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup, maka secara otomatis Hak Asasi Manusia juga terlindungi. Misalnya dengan menghargai hak atas kesehatan maka secara otomatis manusia harus melindungi lingkungan hidupnya sehingga kesehatannya tetap terjaga.

 

Tidak ada asap tanpa api, sederhananya segala dampak yang terjadi di Dusun Winong tentu ada penyebabnya. Namun sampai saat ini belum terdengar pemerintah setempat memberikan sanksi yang tegas ke pihak PLTU. Tampaknya ada yang “main kucing-kucingan” pada kasus yang mengorbankan Desa Slarang, Desa Karankandri, dan Desa Menganti tersebut.

 

Bukan tidak kemungkinan jika suatu hari nanti terbukti begitu banyaknya pelanggaran yang dilakukan PT S2P akan dituntut secara pidana atau digugat secara perdata. Sebagaimana hak warga terdampak itu diatur pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

Kesimpulan

“Kolam Renang PLTU Cilacap” itu hanya salah satu fenomena memilukan yang terjadi di PLTU Cilacap. Masih banyak berbagai kasus lainnya yang saat ini belum begitu dipublikasikan secara viral di berbagai platform media. Maka warga Dusun Winong untuk bertindak progresif dan saling membantu pada kasus-kasus lingkungan yang semakin marak terjadi.

 

Hanya dengan kerja kolektif dan semangat solidaritas semua perjuangan bisa dimenangkan. Tidak ada keadilan yang diberi cuma-cuma zaman sekarang. Menyerah dan berpangku tangan bukan pilihan yang bijak.