Audiensi pada Rabu, 13 Mei 2020
Pers Rilis Hasil Audiensi dengan Disnakertrans DIY
POSKO PENGADUAN BURUH DIY TERDAMPAK COVID-19
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) DPD DIY dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta
Pandemi Covid-19 hari ini yang terjadi hampir di seluruh wilayah dunia menyebabkan guncangan yang luar biasa di berbagai sektor. Negara-negara di seluruh duniapun terkonsentrasi untuk penanganan pandemic dan krisis multisektor yang di timbulkan akibat situasi tersebut. Akan tetapi Covid-19 bukan satu- satunya penyebab terjadinya krisis, jauh sebelum situasi Covid-19 ini dunia telah mengalami krisis yang akut dan berkepanjangan akibat dipertahankannya sistem ekonomi yang telah bangkrut yaitu sistem neoliberal Imperialisme. Di Indonesia sendiri dalam situasi yang semakin mencekam dikarenakan respon pemerintah rezim Jokowi yang terkesan lambat dan kurang efektif terhadap penanganan virus ini, akibatnya rakyatlah yang harus menanggung penderitaan yang sangat berat. Klas buruh dan rakyat pekerja lainnya di Indonesia adalah yang paling merasakan dampak langsung dan paling menderita dari situasi Covid ini karena terancam keselamatannya di tempat kerja dan resiko kehilangan pekerjaan yang tinggi.
Berdasarkan data yang dirilis oleh kemenaker per 20 april 2020 angka korban PHK dan dirumahkan akibat pandemic ini mencapai 2 juta orang dari sector formal maupun informal di seluruh Indonesia. Sedangkan di D.I.Yogyakarta sendiri sampai hari ini buruh yang terdampak langsung akibat pandemic ini mencapai angka 36.962 orang, dimana ada 1.710 orang yang di-PHK dan 35.252 orang dirumahkan. Dimana 30.282 orang diantaranya berdomisili DIY sedangkan KTP Non DIY berjumlah 6.677 orang. Tentu angka ini sangat mengejutkan dan sekaligus menunjukkan betapa besarnya penderitaan rakyat yang harus ditanggung, utamanya berkaitan dengan jaminan ekonomi dan pemenuhan hak-hak dasar puluhan ribu rakyat pekerja di DIY yang terdampak PHK ataupun dirumahkan yang berimbas pada hilangnya sumber pendapatan ekonomi sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat.
Besarnya dampak yang harus dipikul oleh klas buruh sejatinya merupakan imbas dari lemahnya kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan jaminan perlindungan hak bagi klas buruh di tengah situasi semacam ini. Belum lagi alasan perusahaan dengan memanfaatkan situasi Covid untuk melakukan tindakan PHK, pemotongan upah dan perampasan hak buruh lainnya dengan dalih penurunan pemasukan dikarenakan Covid selalu menjadi suatu alasan yang laris di pakai. Memang benar bahwa banyak sector industri yang terganggu akibat situasi Covid-19, tapi bukan
menjadi pembenaran bagi pengusaha untuk melalukan tindakan PHK dan memangkas hak-hak buruh secara sewenang-wenang. Menjadi sangat tidak masuk akal jika pengusaha beralasan tidak punya cukup uang untuk membayar upah buruh secara penuh, sedangkan sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini ada milyaran bahkan triliyunan uang yang didapat pengusaha dari perampasan nilai lebih atas keringat kerja buruh. Maka disituasi saat ini adalah waktu yang tepat bagi pengusaha untuk menyalurkan harta kekayaan yang mereka timbun selama ini untuk menjamin hak-hak buruh tetap terpenuhi agar kehidupan mereka tetap stabil.
Begitu juga dengan persoalan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan yang berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan sejatinya sama sekali tidak menolong bahkan tidak punya keberpihakan kepada klas buruh dan justru sangat kental keberpihakannya kepada pengusaha, karena substansi dari SE ini membolehkan perusahaan mencicil atau menunda pembayaran THR bagi buruh di tahun 2020 ini. Padahal THR merupakan salah satu hak yang ditunggu-tunggu oleh klas buruh untuk merayakan hari lebaran bersama keluarganya. Bahkan sangat nyata sekali kebijakan tersebut telah memberikan peluang kepada pengusaha untuk menghindar dari tanggungjawabnya untuk membayar THR sesuai dengan amanat perundang-undangan yang berlaku baik UU Ketenagakerjaan, PP 78 tahun 2015 maupun Permenaker No. 6 tahun 2016 yang secara spesifik mengatur tentang tunjangan hari raya. Artinya bahwa upah maupun THR bersifat normatif maka hak normatif tersebut tidak perlu untuk dilakukan perundingan lagi tetapi wajib hukumnya untuk dipenuhi.
Dalam situasi seperti hari ini, klas buruh dan rakyat menunggu kehadiran negara secara kongkrit dan tegas untuk menyelamatkan penghidupan rakyat dari bencana kesehatan sekaligus krisis ekonomii serta menjadikan keselamatan rakyat sebagai agenda prioritas saat ini.
Galang Solidaritas Lawan Penindasan!
Hasil Audiensi dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi DIY
Point-Point Hasil Audiensi:
- Berdasarkan surat balasan dengan nomor 560/04786 tertanggal 13 Mei 2020 yang kami terima dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY setelah mengajukan surat permohonan informasi publik, sampai hari ini buruh yang terdampak langsung akibat pandemi ini mencapai angka 36.962 orang, dimana ada 1.710 buruh yang di-PHK oleh 37 perusahaan dan 252 buruh dirumahkan oleh 1.023 perusahaan. Dalam audiensi yang kami lakukakan dengan Disnakertrans DIY tanggal 13 Mei 2020, Disnakertrans DIY dalam melakukan pendataan buruh yang terdampak Pandemic Covid-19 baru dilaksanakan setelah menerima surat dari Menteri Koordinator Perekonomian dengan cara menyurati 120 perusahaan skala besar di DIY via email dan hanya 60 perusahaan yang merespon email dari Disnakertrans DIY. Hal ini memperlihatkan kerancuan data antara surat balasan yang kami terima dengan pemaparan pihak Disnakertrans DIY dalam audiensi. Pihak Disnakertrans DIY juga tidak dapat memberikan nama-nama perusahaan yang melukakan PHK dan merumahkan buruh dengan dalih bahwa data itu bersifat rahasia.
- Terkait THR Keagamaan, dalam audiensi kami mempertanyakan upaya Disnakertrans DIY dalam memastikan terjaminnya hak-hak THR Keagamaan buruh agar dipenuhi oleh perusahaan. Disnakertrans DIY memberikan jawaban yang tidak pasti, karena masih menunggu Petunjuk Teknis dari Gubernur DIY terkait tindaklanjut dari Surat Edaran Kemenaker di atas yang akan ditandatangani oleh Gubernur hari ini (Rabu, 13 Mei 2020). Selanjutnya, kami mempertanyakan bagaimana upaya Disnakertrans DIY terkait pemenuhan THR buruh yang di-PHK dalam tiga puluh hari sebelum hari raya dan buruh yang dirumahkan oleh perusahaan selama pandemi ini. Padahal mengacu pada Permenaker No. 6 Tahun 2016 buruh berhak mendapatkan THR meskipun dia sudah di-PHK 30 hari sebelum hari raya. Namun Disnakertrans DIY tidak memberikan jawaban yang pasti, dalam artian bahwa jawaban pihak Disnakertrans DIY dalam audiensi tidak menjamin hak-hak THR buruh tersebut dipenuhi oleh
- Terkait tugas dan kewajiban, Disnakertrans DIY menyampaikan bahwa kewenangan mereka dalam hal pengawasan dan penegakan hukum tidak maksimal selama pandemi oleh karena adanya protokol covid-19 yang harus dipatuhi. Hal ini berakibat pada kewenangan pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh Disnakertrans DIY menjadi pasif, lebih sering menunngu laporan dari Sementara dari 120 perusahaan yang disurati via email hanya 50 % yang merespon surat dari Disnakertrans DIY.
- Penegakan aturan tidak dijalankan oleh disnaker utamanya dalam menjamin pemenuhan hak hak buruh seperti PHK dan Perumahan. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan hari ini tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku sehingga berimplikasi merampas hak-hak milik
- Disnaker telah mendaftarkan buruh yang terdampak covid-19 menjadi penerima BLT APBD, selain itu Disnakertrans mendorong buruh yang terdampak covid-19 untuk mendaftar kartu pra-kerja artinya mereka tidak menjamin kepastian kerja, upah dan jaminan sosial bagi buruh terdampak covid-19.
Kesimpulan
Menurut kami, berdasarkan hasil dari audiensi dengan Disnaker Provinsi DIY pada hari Rabu, 13 Mei 2020 dapat disimpulkan bahwa Disnaker Provinsi DIY tidak mempunyai skema konkrit untuk menjamin hak hak dan nasib buruh di masa pandemi covid-19 dan juga pihak Disnaker
melakukan tindakan pembiaran terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh perusahaan khususnya terkait PHK dan merumahkan buruh.
Kontak Person:
0812 2750 765 (Julian/LBH Yogyakarta)
0812 2518 5134 (Fikri/DPD GSBI Yogyakarta)