TEMPO.CO, Yogyakarta – Polisi memeriksa poster dan spanduk yang disiapkan para aktivis sebelum memperingati Hari Perempuan Internasional di Yogyakarta pada Ahad, 8 Maret 2020.
Puluhan polisi berjaga sejak Ahad pagi, 8 Maret 2020 di taman parkir Abu Bakar Ali dan memeriksa setiap spanduk yang dibawa aktivis. Polisi wanita dan laki-laki meminta satu per satu demonstran membuka spanduk dan bertanya tentang isi poster-poster tersebut.
Komisaris Etty Haryanti, Kepala Kepolisian Sektor Danurejan Kota Yogyakarta menghampiri dan menanyai demonstran. Menurut dia, pemeriksaan dilakukan agar sesuai tema aksi. Dia meminta peserta aksi tidak menggunakan kata yang provokatif dan sensitif.
Dia mencontohkan kata-kata provokatif itu misalnya anti-nasionalisme. “NKRI kan harga mati. Makanya kami periksa posternya,” kata Kapolsek Danurejan Kompol Etty Haryanti kepada Tempo.
Meila Nurul Fajriah, pegiat dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, ini menyebut pemeriksaan spanduk itu berlebihan. Polisi juga melarang pengibaran bendera berwarna pelangi sebagai simbol keberagaman identitas gender saat mereka berjalan dari taman parkir ABA hingga Titik Nol. Situasi ini menggambarkan tidak bebasnya peserta aksi membawa aspirasi mereka. “Tas peserta aksi diperiksa. Berlebihan,” kata dia.
LBH Yogyakarta merupakan satu dari 50 organisasi yang terlibat dalam aksi memperingati Hari Perempuan Internasional. Ratusan aktivis Yogyakarta dari berbagai organisasi non-pemerintah dalam aksi kali ini menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Mereka yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan Seksual membawa beragam poster dan mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Komite International Women’s Day adalah salah satu yang aktif menyuarakan perlawanan terhadap kekerasan seksual yang melibatkan seniman dan aktivis di Semarang, Jawa Tengah. Pelaku merupakan pemusik yang melakukan kekerasan seksual terhadap dua perempuan. Mereka mengecam semua tindakan menyalahkan korban, intimidasi, dan membungkam suara penyintas.
Komnas Perempuan menyatakan terjadi kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2019. Sepanjang tahun kemarin, terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat enam persen dari 2018 sebanyak 406.178 kasus.
Data kekerasan terhadap perempuan di Indonesia juga tercatat terus meningkat selama lebih dari satu dekade terakhir. Selama 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen atau delapan kali lipat.
Reporter: Shinta Maharani (Kontributor)
Editor: Syailendra Persada
Tulisan ini dimuat pada laman https://nasional.tempo.co/read/1317052/polisi-sweeping-poster-aksi-hari-perempuan-di-yogya/full&view=ok