Berikan Penghormatan dan Perlindungan Hukum untuk Paralegal!

SIARAN PERS

Berikan Penghormatan dan Perlindungan Hukum untuk Paralegal!

Dalam perkembangannya, peran Paralegal menjadi cukup krusial dalam konteks pemberian bantuan hukum. Bantuan hukum di sini tidak hanya dimaknai sebatas konsultasi hukum dan pendampingan hukum di depan pengadilan, namun lebih luas lagi yakni sebagai proses pemberdayaan bagi masyarakat miskin dan marjinal agar mereka paham hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Hal ini menjadi penting sebab negara Indonesia sejak kelahirannya menobatkan diri sebagai negara hukum. Pola relasi sosial antar manusia di Indonesia haruslah berpedoman pada norma objektif yaitu hukum.

Untuk merealisasikan terjaminnya perluasan akses keadilan bagi seluruh elemen rakyat Indonesia tentunya diperlukan banyak sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam pemberian bantuan hukum. Saat ini, tercatat hanya ada 405 Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang terverifikasi. Jumlah ini berbanding terbalik dengan angka kemiskinan di Indonesia yang jumlahnya mencapai 28.005.410 jiwa. Terlebih 405 OBH di atas hanya tersentral di 127 kabupaten/kota dari total 516 kabupaten/kota di Indonesia. Artinya ada ketimpangan yang cukup lebar antara pemberi bantuan hukum dengan rakyat miskin dan marjinal yang membutuhkan akses keadilan.

Selain itu, kebijakan pemerintah dewasa ini relatif bersifat top-down. Kebijakan yang diformulasikan oleh pemerintah masih kurang memberi ruang partisipasi bagi masyarakat. Sehingga kebijakan yang dilahirkan terkadang tidak menyentuh akar persoalan dan justru berimplikasi pada lahirnya masalah baru di tengah masyarakat. Tak ayal banyak kebijakan pemerintah yang awalnya diproyeksikan sebagai ajang pemenuhan kebutuhan rakyat justru berubah menjadi arena pemiskinan secara struktural.

Ketimpangan jumlah antara pemberi bantuan hukum dengan penerima bantuan hukum serta tertutupnya ruang partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan membuat kehadiran Paralegal menjadi semakin relevan untuk terus diberdayakan, selain sebagi pemberi bantuan hukum juga sebagai aktor yang berperan mengawal kebijakan pemerintah. Mendorong eksistensi Paralegal dalam proses pemberian bantuan hukum bukan hal baru bagi LBH-YLBHI.

LBH Yogyakarta misalnya, setiap tahun merekrut salah satu anggota organisasi rakyat/komunitas/paguyuban untuk mengikuti sekolah Paralegal. Hal ini dilakukan sebagai upaya perluasan akses keadilan untuk rakyat miskin dan marjinal. Sisi lain juga, keterlibatan masyarakat yang diwakili oleh paralegal tentu akan membuat upaya penegakan hukum tak terkesan esoteristik, artinya penegakan hukum bukanlah suatu hal yang hanya dipahami oleh orang-orang yang berlatarbelakang pendidikan hukum saja, melainkan akan ada sumbangan besar dari aspek lain yakni aspek keterwakilan sosial dalam pemberian bantuan hukum.

Namun, pasca dibatalkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum melalui oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018, tidak ada lagi peraturan yang secara teknis mengatur eksistensi paralegal dalam proses pemberian bantuan hukum. Hal ini mengakibatkan timbulnya kebingungan untuk memposisikan Paralegal sebagai salah satu elemen pemberi bantuan hukum. Terlebih Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum masih sangat generik dalam memunculkan eksistensi Paralegal. Sehingga Perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberikan bantuan hukum, serta Lembaga Pemerintah yang memberdayakan Pralegal masih berbeda tafsir dalam memposisikan Paralegal.

Pasca adanya putusan Mahkamah Agung diatas, Kementerian Hukum dan HAM dewasa ini hendak melakukan revisi terhadap pengaturan terhadap Paralegal. Namun, didalam draft Rapermenkumham yang kami terima ternyata masih banyak hal yang perlu dikritisi salah satunya yang menurut kami cukup krusial adalah belum adanya klausula pasal yang memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap paralegal mengingat adanya fakta bahwa kerja-kerja paralegal dalam memberikan bantuan hukum sangat berpotensi akan mengalami intimidasi, teror serta persekusi oleh multi pihak.

Kondisi seperti ini sudah seharusnya direspon pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM dengan menerbitkan suatu peraturan yang mengatur secara rinci mulai dari hak dan kewajiban Paralegal, pelatihan peningkatan kompetensi Paralegal, mekanisme pemberdayaan Paralegal, sumber pendanaan untuk mendukung kerjakerja Paralegal serta penghormatan dan Perlindungan terhadap Paralegal. Sehingga kerja-kerja pemberian bantuan hukum oleh Paralegal dapat berjalan secara maksimal yang tentunya bermuara pada kondisi terpenuhinya hak konstitusional seluruh warga negara.

Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta
Abdul Malik Akdom
Cp: 08213325229