Oleh: Julian Duwi Prasetia (Pengacara Publik LBH Yogyakarta)
Kami dalam kesempatan ini turut berduka cita yang mendalam atas peristiwa yang menimpa Siswa-Siswa SMP 1 Turi Sleman DIY. Informasi terakhir yang kami dapatkan dari media masa adalah ditetapkannya 3 tersangka yang di bawa oleh Mapolres Sleman. Mereka dibawa dalam keadaan gundul dan memberikan pernyataan pengakuan kelalaian di depan publik dalam jumpa pers di Mapolres Sleman. Terlepas dari informasi tersebut kami setidaknya akan membahas 3 hal yang berkaitan dengan peristiwa kegiatan susur sungai SMP 1 Turi Sleman yaitu, 1) Kedudukan kegiatan susur sungai dalam sistem hukum Indonesia; 2) Pihak yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan susur sungai; 3) Rekomendasi ke depan. Hal-hal tersebut kami bahas sebagai seberikut:
- Kedudukan Kegiatan Susur Sungai dalam Sistem Hukum Indonesia
Salah satu tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal. Bentuk kegiatan susur sungai dapat kita tempatkan sebagai kegiatan pramuka yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan spiritual dan intelaktual, keterampilan, dan ketahanan diri yang dilaksanakan dengan metode belajar interaktif dan progresif yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang 12 Tahun 2012 tentang Gerakan Pramuka. Pendidikan kepramukaan merupakan salah satu pendidikan non formal yang menjadi wadah pengembangan potensi diri serta memiliki akhlak mulia, pengendalian diri, dan kecakapan hidup untuk melahirkan kader penerus perjuangan bangsa dan negara. Di samping itu, semangat adanya pendidikan kepramukaan yang diselenggarakan oleh organisasi gerakan pramuka merupakan wadah pemenuhan hak warga negara untuk berserikat dan mendapatkan pendidikan yang layak.
Kegiatan pendidikan kepramukaan dilaksanakan dengan menggunakan sistem among, yang merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik antar manusia. Penerapan prinsip kepemimpinan dalam sistem among adalah a) di depan menjadi teladan; b) di tengah membangun kemauan; c) di belakang mendorong dan memberikan motivasi kemandirian. Pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan non formal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai gerakan pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan. Mengacu pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kita dapat melihat bahwa kedudukan pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada pengusaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan non-formal menjadi sangat penting untuk menunjang kemajuan kecerdasan Bangsa Indonesia.
- Pihak yang Bertanggung Jawab Terhadap Penyelenggaraan Kegiatan Susur Sungai
Melihat kegiatan susur sungai merupakan bagian dari kegiatan yang masuk kegiatan kepramukaan dan diakui sebagai pendidikan nonformal maka sepatutnya kita melihat tanggung jawab pemerintah di dalamnya. Gerakan pramuka selaku penyelenggara pendidikan kepramukaan mempunyai peran besar dalam pembentukan kepribadian generasi muda sehingga memiliki pengendalian diri dan kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Standar tenaga pendidik disusun dan ditetapkan oleh pusat pendidikan nasional gerakan pramuka, serta kurikulum pendidikan kepramukaan harus disusun sesuai dengan jenjang pendidikan kepramukaan dan harus memenuhi persyaratan standar kurikulum yang ditetapkan oleh badan standarisasi. Maka yang perlu digaris bawahi dalam hal ini adalah sejauhmana monitoring terhadap evaluasi, akreditasi dan sertifikasi dalam rangka pengendalian mutu pendidikan non formal ini.
Tanggung jawab terselenggaranya pendidikan non-formal ini haruslah dipandang secara luas dan tidak dilimpahkan ke aktor lapangan saja seperti: a) Pembina; b) Pelatih; c) Pamong; dan d) Instruktur, melainkan perlu melihat secara holistik sebagai bahan evaluasi penyelenggaraan yang menjadi tanggung jawab pemerintah juga. Merujuk Undang-Undang No 12 Tahun 2010 Pihak yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan kepramukaan seperti kegiatan susur sungai adalah Pemerintah Daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Selain itu terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan kepramukaan juga dilaksanakan oleh menteri yang mengurusi urusan kepemudaan. Pemerintah memang tidak harus turun di lapangan secara langsung mengikuti kegiatan, namun setidak-tidaknya mereka dapat berperan untuk mengkordinasikan antara lembaga satu dengan lainnya dan menghimbau institusi pendidikan terhadap potensi-potensi yang dapat mengganggu kegiatan pendidikan.
- Langkah yang dapat di ambil ke depan
- Memperluas Akses Pemulihan Terhadap Korban dan Keluarga Korban
Siswa-siswi SMPN 1 Turi Sleman yang megikuti kegiatan susur sungai merupakan para anak bangsa yang berumur berkisar 11-15 tahun, artinya masuk dalam jenjang pendidikan penggalang. Jenjang pendidikan penggalang menekankan pada terbentuknya kepribadian dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan diri untuk terjun dalam kegiatan masyarakat melalui kegiatan belajar sambil melakukan. Dengan adanya peristiwa ini tentu jangan sampai kedepannya menyebabkan trauma dan menggangu proses pembentukan kepribadian para siswa-siswa korban. Masa depan yang baik bagi siswa-siswi SMP 1 Turi merupakan jaminan Bangsa Indonesia ke depan. Oleh karena itu, akses pemulihan harus dibuka secara luas dan peran pemangku kepentingan seperti Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, serta elemen masyarakat sangat dibutuhkan.
- Mengevaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Non Formal di Indonesia dan di daerah
Penulis menilai tragedi yang menimpa Siswa dan Siswi SMP 1 Turi Sleman haruslah menjadi bahan evaluasi atas penyelenggaraan pendidikan non formal di Indonesia. Dalam melihat permasalahan ini haruslah secara holistik dimana tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan non-formal sangat dibebankan pada aktor dilapangan seperti Pembina, Pelatih, Pamong, dan Instruktur. Kami tidak membenarkan kesalahan dan kelalaian akan tetapi, posisi aktor lapangan tersebut sangatlah riskan, dimana mereka adalah orang-orang yang berhadapan langsung dengan wali murid, peserta didik, serta kerapkali menjadi sorotan dari masyarakat. Aktor lapangan tersebut tidak terlepas dari banyaknya tuntutan dari perkembangan peserta didik. Padahal dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal tidak hanya menjadi tanggung jawab mereka, melainkan ada pihak lain yang bertanggung jawab seperti Presiden, Gubernur, Bupati atau Walikota, dan Perangkat Daerah. Selain itu penyelenggaraan program sekolah tidak boleh sempit dipandang menjadi tanggung jawab aktor lapangan tersebut. Permendikbud No 75 Tahun 2016 mengatur adanya komite sekolah yang terdiri dari wali, sekolah, dan tokoh masyarakat yang berperan dalam kebijakan dan program sekolah artinya, kedudukan komite sekolah harus ditempatkan sebagai posisi strategis dalam penyelenggaraan sekolah.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014, Pendidikan kepramukaan menjadi pendidikan nonformal yang wajib mulai jenjang SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK. Kegiatan ini merupakan bagian penting yang ditempatkan oleh pemerintah dalam sistem pendidikan di Indonesia. Tanggung jawab besar para tenaga pendidik kepramukaan kadang tidak sepadan dengan atensi yang diberikan oleh pemerintah. Maka, sudah seharusnya atensi Pemerintah pun terhadap penyelenggaran kegiatan pendidikan non formal ke depan harus ditingkatkan.