Berikan perlindungan hukum berupa perangkat peraturan perundang-undangan terhadap Pekerja Informal di Daerah Istimewa Yogyakarta!

December 15, 2019by Admin LBH Yogyakarta0

Siaran Pers Bersama

Jaringan Advokasi Masyarakat Peduli Pekerja Informal Yogyakarta

(Yasanti, ICM, LBH Yogyakarta, SPPR Kota Yogyakarta, SPPR Bantul, Paguyuban Sayuk Rukun Buruh Gendong DIY, Serikat Pekerja Rumah Tangga Tunas Mulia, PEKKA, Komunitas Jamu Gendong Yogyakarta, Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, Mitra Wacana, RTND, Yayasan Samin Walhi Yogyakarta, SP Kinasih, Paju Monca dan Aliansi Masyarakat Peduli HAM)

Berikan perlindungan hukum berupa perangkat peraturan perundang-undangan terhadap Pekerja Informal di Daerah Istimewa Yogyakarta!

Sebagai salah satu subjek penting dalam menopang kehidupan ekonomi Repubik Indonesia, eksistensi dan kontribusi Pekerja Informal di seluruh pelosok negeri tak semestinya di pandang sebelah mata. Tahun 2017, Badan Pusat Statistik menyebut jumlah Pekerja Informal yang tersebar di Indonesia sebanyak 59,4% dengan total 72.672.192 jiwa; dengan kata lain, data ini merupakan angka mayoritas dari jumlah seluruh pekerja di Indonesia. Namun, kondisi tersebut nampaknya berbanding terbalik dengan minimnya perangkat peraturan perundang-undangan yang melindungi, menghormati dan memenuhi hak-hak mendasar sebagai pekerja informal.

Hal tersebut juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, nihilnya perangkat peraturan perundang-undangan terhadap pekerja informal merupakan sebuah realitas yang menggerakkan beberapa pekerja informal yang terdiri dari Perempuan Pekerja Rumahan, Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Gendong untuk selalu mengorganisir, mengekspresikan, serta berjuang menuntut Pemerintah untuk memberikan akses perlindungan hukum demi kehidupan yang lebih baik.

Bahwa muara dari kekosongan hukum tersebut tentu akibatkan beberapa hal yang sangat mendiskriminasi mereka sebagai pekerja, diantaranya; beban kerja yang tak manusiawi, upah kerja yang tak layak, ketidak jelasan kontrak kerja, fasilitas kerja yang tak layak, diskriminasi oleh pemberi kerja, nihilnya jaminan sosial dan beberapa praktik-praktik lain yang sangat merugikan Pekerja Informal.

Oleh karena itu, kami menyerukan dan meminta kepada Pemerintah dan Masyarakat luas untuk:

Pertama, meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) DIY untuk segera sahkan perangkat peraturan perundang-undangan berupa Peraturan Daerah yang pada proses peranangannya melibatkan secara aktif Pekerja Informal diantaranya; Perempuan Pekerja Rumahan, Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Gendong.

Kedua, meminta kepada Gubernut Daerah Istimewa Yogyakarta menunjuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY untuk melakukan beberapa penelitian, pendataan dan perangkat kebijakan yang bermuara kepada perlindungan pekerja informal di Yogyakarta.

Ketiga, menyerukan kepada Masyarakat Yogyakarta serta Masyarakat Indonesia secara luas untuk terlibat secara aktif mendukung perjuangan pekerja informal Yogyakarta dalam menuntut Pemerintah untuk menjamin hak-hak mendasar Pekerja Informal yang tertuang dalam perangkat peraturan perundang-undangan.

Di peringatan hari hak asasi manusia international dan hari hak asasi perempuan ini, kami kembali mengingatkan kembali kepada UUD NRI 1945 Pasal 27 yang menyatakan bahwa (1) Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan dengan tidak ada kecualinya, (2) Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Demikian siaran pers ini kami buat, atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan banyak terimakasih.

Jangan biarkan pekerja informal berjuang sendiri, sudah saatnya perempuan pekerja informal hidup sejahtera.

Yogyakarta, 13 Desember 2019
Hormat Kami,
Jaringan Advokasi Masyarakat Pekerja Informal Yogyakarta

Narahubung:
Hikmah Diniyah (Yasanti)
CP: 081931725445
Tri Wahyu KH (ICM)
CP: 087738557595
Abdul Malik Akdom (LBH Yogyakarta)
CP: 082135325229