Sejauh Mana Presiden Jokowi Peduli terhadap Lingkungan?

Ditulis oleh: Linda Dewi Rahayu (APBH LBH Yogyakarta)

Selasa tanggal 20 Agustus 2019 pukul 13.30 WIB, Tim Kajian Daerah Dewan Ketahanan Nasional (Kajida Wantannas) bertemu dengan warga Dusun Winong di Balai Grumbul Dusun Winong, Desa Slarang Kec. Kasugihan, Kab. Cilacap. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 25 warga Winong, Sadmoko Danardono selaku Kepala Kesbangpol Cilacap sebagai wakil dari kabupaten, dan segenap pejabat Sekretariat Jenderal Wantannas yang menjadi tim kajian daerah yaitu Mayjen TNI Afanti S. Uloli, Brigjen TNI Ridho Hermawan, Kolonel Inf. Judi Paragina Firdaus, Kolonel Laut (T) A. Muliadi Priyo Nugroho, dan Kombes Pol Yulias.

Kedatangan Tim Kajida Wantannas bertujuan untuk pedalaman dan analisis terhadap permasalahan yang ada untuk menyusun rekomendasi sebagai bahan masukan kepada Presiden selaku Ketua Wantannas menentukan tujuan lebih lanjut. Menurut penjelasan Sadmoko Danardono, pertemuan tim Kajida Wantannas dan Dusun Winong dilandasi karena Dusun Winong adalah lokasi paling dekat dengan PT Sumber Segara Primadaya (S2P) sebagai pemasok listrik independen yang merupakan rangkaian megaproyek kelistrikan dari rangkaian program listrik 35.000 MW yang digagas oleh Presiden Jokowi.

Fandi, salah seorang Pemuda Dusun Winong yang aktif menyuarakan permasalahan lingkungan yang diakibatkan PT S2P membacakan beberapa keluhan dan tuntutan warga Dusun Winong, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Pemindahan penimbunan abu hasil pembakaran batubara (fly ash dan bottom ash) yang berjarak kurang dari 100 meter dari pemukiman warga.
  2. Harus ada penghijauan di sekitar perusahaan yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
  3. Pemindahan dan normalisasi selokan atau saluran air dari PLTU yang menjadi penyebab maraknya penyakit demam berdarah yang sebelumnya tidak pernah dialami oleh warga.
  4. Pengadaan PDAM sebagai bentuk ganti rugi perusahaan terhadap tercemarnya air tanah hanya menjadi beban masyarakat. Hal tersebut dikarenakan adanya pembatasan penggunaan air yaitu maksimal penggunaan 100rb/bulan.
  5. Ketidaknyamanan di sepanjang jalan penghubung Dusun Winong dan Desa Kaliandri akibat kendaraan pengangkut material.
  6. Harus ada relokasi SD N Slarang 03 yang hanya berjarak 20 meter dari PLTU.
  7. Pihak PLTU wajib dikenai sanksi administratif karena berbagai kegiatannya dalam kajian AMDAL dan RUPTL tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
  8. Perlu adanya kaji ulang AMDAL serta pelibatan warga.
  9. Menyelesaikan persoalan penyakit ISPA akibat fly ash.
  10. Mendorong untuk menghentikan kegiatan penyedotan diriging PLTU yang menyebabkan abrasi laut.
  11. PLTU harus menghentikan kegiatan steam blow yang getarannya menyerupai gempa bumi, bising, dan membuat warga Winong tidak nyaman.

Setelah Fandi menyampaikan 11 tuntutannya, Pak Rian menambahi bahwasanya penambahan pembuatan pembuangan abu (ash yard) hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang pasti. Adanya perubahan sosial ekonomi budaya akibat pembuangan kerukan tanah sawah yang payau di kawasan pesisir. Ekspansi PLTU dirasa semakin menambah masalah, warga winong butuh lingkungan hidup yang sehat. Bu Sadinem pun turut menyampaikan pendapatnya terkait fly ash dan bottom ash yang sangat mengganggu kesehatan warga khususnya anak-anak. Selain itu juga dampak ekonomi yang sangat dirasakan yaitu berkurangnya ruang mencari nafkah seperti halnya bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan. Warga menyampaikan dengan antusias bahwasanya yang sebelumnya mayoritas pekerjaan warga adalah petani dan nelayan, kini mayoritas warga menjadi penambang pasir dan buruh serabutan. Hanya sedikit sekali warga yang bekerja di PT S2P, itu pun bukanlah tenaga kerja ahli.

Mayjen TNI Afanti S. Uloli menanggapi keluhan dan tuntutan warga dengan kalimat lugas dan tegas, bahwasanya PLTU Cilacap adalah salah satu program nasional untuk kepentingan banyak orang sehingga kegiatannya tidak mungkin mundur. Namun meski begitu, masyarakat harus tetap memiliki lingkungan hidup yang baik. Kolonel Inf. Judi Paragina Firdaus yang merupakan Analisis Kebijakan Bidang Kelembagaan menekankan bahwasanya program CSR seharusnya dapat bersifat saling munguntungkan, baik untuk perusahaan maupun warga. Sehingga dengan begitu dampak negatif yang diakibatkan oleh operasional PLTU dapat terus dikurangi. Kemudian Kolonel Laut (T) A. Muliadi Priyo Nugroho, kembali memberi penekanan bahwasanya perlu mencari dan mengkaji solusi terbaik. Beliau juga menanggapi terkait penghijauan yang sampai saat ini belum berhasil yaitu karena disebabkan oleh musim kemarau.

Untuk menekankan keluhan dan tuntutan yang disampaikan oleh warga Winong, Bagus selaku mahasiswa yang mendampingi warga Winong menyatakan bahwa sebagai catatan bersama bahwa peraturan perundang-undangan telah melindungi hak-hak dasar warga. Keberadaan PLTU telah serta merta merubah pekerjaan warga sekitar dan pembangunan nasional seharusnya melakukan analisis kebijakan ekonomi sosial dan budaya secara holistik.

Maka berdasar pemaparan yang sangat normatif dari para Pejabat Wantannas, dapat diproyeksikan akan sejauh mana kepedulian Presiden selaku Ketua Watannas terhadap penanganan pencemaran lingkungan. Karena masalah yang cukup pelik adalah mempertahankan kegiatan  operasional PLTU Cilacap sebagai program nasional yang tidak mungkin mundur dan lingkungan hidup yang sehat dan layak adalah hak segala bangsa harus berjalan bersama secara berkeadilan dan tidak boleh timpang. Negara dalam hal ini harus hadir memerhatikan pembangunan nasional untuk kesejahteraan bersama dengan tetap menjaga lingkungan, bukan mengesampingkan lingkungan hanya untuk kesejahteraan segelintir orang saja.

Wantannas yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Presiden, bertugas membantu Presiden menyelenggarakan pembinaan ketahanan nasional guna menjamin pencapaian tujuan dan kepentingan nasional Indonesia sebagaimana diatur Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999. Sehingga besar harapan warga pertemuan di Balai Grumbul bersama Tim Kajida Wantannas tidak seperti pertemuan yang sudah-sudah. Seperti halnya audiensi warga Winong dengan Pemkab Cilacap pada tanggal 31 Juli 2019 yang sekadar menampung keluhan dan tuntutan tapi tidak ada tindak lanjut yang membuat warga sangat kecewa terhadap tanggungjawab Pemerintahan Kabupaten Cilacap.