PKPM-Pantai Watu Kodok Menggelar Festival “Kathok Abang”

Mereka melakukan berbagai upaya untuk menjaga lingkungan pantai Watu Kodok. Salah satunya, menolak hadirnya investor yang mencekram perekonomian warga.

Festival ‘Kathok Abang’ ke-4 kembali diadakan pada Minggu, 28 Juli 2019. Warga yang tergabung dalam Paguyuban Kawulo Pesisir Mataram (PKPM) pantai Watu Kodok mengenakan celana merah atau seragam Sekolah Dasar (SD) untuk melaksanakan upacara bendera. Acara ini  sebagai pengingat perjuangan menolak investor yang mencekram pantai Watu Kodok.

Alasan warga memakai celana merah, karena hinaan investor yang akan merebut tanah milik warga. Investor mengejek warga pesisir watu kodok yang tidak berpendidikan. Hal ini dijelaskan oleh Yunus selaku salah satu panitia pelaksana,

mung lulusan SD ora tamat wae kok iso mempertahankan Watu Kodok ini.” Ungkap Yunus dalam forum yang dihadiri oleh LBH Yogyakarta, WALHI Yogyakarta, dan beberapa wisatawan yang turut mengikuti perayaan festival Kathot Abang.

Ejekan tersebut membuat warga sekitar Kelor Kidul, Kemadang, Tanjung Sari, Gunung Kidul, Yogyakarta, mengutuk hadirnya investor yang merugikan. Warga menolak dengan melakukan upacara bendera dengan mengenakan seragam SD sejak tahun 2016.

Alhasil, gerakan masyarakat dengan dibantu oleh beberapa lembaga seperti LBH Yogyakarta, WALHI Yogyakarta dan organisasi lainnya, berhasil mengusir investor. Momentum perlawanan tidak pernah dilupakan oleh warga. Kini, perayaan Kathok Abang dijadikan simbol sekaligus makna perjuangan yang diperingati setiap tahun.

Julian Dwi Prasetya selaku perwakilan dari LBH Yogyakarta, mewanti-wanti agar warga tetap menjaga persatuan dan kesatuan. Dalam empat tahun perjuangan dapat dikatakan belum selesai.

“Banyak sekali trik dari investor untuk mengambil merebut dan ngincer panjenengan sedoyo.”

Julian menyarankan agar warga yang tergabung dalam paguyuban PKPM, memperkuat barisan membangun pantai Watu Kodok.

PKPM Menjaga Pantai Watu Kodok

Acara yang telah berjalan empat tahun terakhir, PKPM kini mengangkat isu sampah plastik. Menurut Yunus selaku panita acara, sampah plastik yang merusak pantai sudah marak diberitakan baik melalui media massa ataupun majalah.

“Sampah plastik tidak hancur dalam kurun waktu 100 tahun, ini sangat berbahaya.”

Pengelolaan sampah plastik siap dibantu oleh lembaga lain seperti, Walhi Yogyakarta. Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera, dalam sambutannya mengatakan siap mendampingi secara bertahap.

Bagaimana kedepan pantai Watu Kodok ini menjadi salah satu contoh pengelolaan pesisir mandiri yang berkelanjutan,

“mengelola pantai, sekaligus peduli lingkungan.” Tuturnya.

Upaya menjaga lingkungan di pantai watu kodok juga dilakukan dalam bentuk penanaman tumbuhan pandan. Pandan digunakan untuk mencegah terjadinya abrasi pantai.

Manfaat lain dari pandan dapat menguntungkan pertanian. karena sebagian warga di watu kodok kebanyakan menjadi petani ubi. Apabila air melompat dan menyebabkan abrasi, maka ubi milik petani banyak yang kering.

“Nah, ini sangat bermanfaat penanaman kembali pohon pandan.” Kata Yunus.

Selain itu, PKPM senantias membangun fasilitas-fasilitas untuk menunjang pelayanan pengunjung. Yakni, membuat pagar kecil ukuran 30 cm, mendirikan bangunan joglo, pipa air dan mengecor jalan untuk akses masuk ke pantai.

Semua dilakukan warga tanpa bantuan dari pihak lain, khusunya pemerintah.

“Watu Kodok bisa berkembang pesat tanpa campur tangan dari pihak lain. Pokoknya tidak ada tawar menawar untuk njagakke pihak lain (investor).” tutur Yusmadi saat menjadi kepala sekolah yang berpidato di tengah-tengah upacara bendera festival Kathok Abang.

Hal ini direspon oleh ketua Kecamatan Tanjungsari, Rakhmadian Wijayanto. Agar warga pantai Watu Kodok segera mengajukan kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Ia akan mempercepat prosesnya,

“silahkan hitung berapa detik saya bertanda tangan.” Kata Rakhmad yang datang terlambat pada akhir sesi sambutan.

Namun, pernyataan yang penuh gelora semangat direspon oleh Tupar selaku pembawa acara. “Dukungan pak camat saya tunggu, jangan pak camat yang menunggu kami”.

Acara festival ditutup dengan momen Labuhan atau sedekah laut. Sebagai bentuk rasa syukur terhadap tuhan melalui alam. ayam, tumpeng putih, kembang dan sejumlah seserahan lain digotong dan dihanyutkan di laut.

Kini fokus yang disematkan untuk meningkatkan kualitas pantai watu kodok bukan hanya membangun insfratruktur. Malainkan, bagaimana perayaan Kathok Abang menjadi destinasi paket wisata.

Andika beserta pasangannya turut merspon perayaan Kathok Abang. Ia setuju apabila festival ini dijadikan daya tarik wisata unik di gunung kidul. Upacara semacam harus dikemas menjadi paket wisata yang bisa ditampilkan di Watu Kodok.

“Dengan ivent inikan wisatanya bikin nambah keren Watu Kodok istilahnya.” Tutupnya.

Ditulis oleh: Wahidul Halim, Yoseph  Momao dan Rangga Satria Madisha (APBH LBH Yogyakarta)