Kabar Perjuangan dari Pekerja Sektor Informal DIY

Tahun 2017, Badan Pusat Statistik merilis jumlah angka pekerja informal sebanyak 72.672.192 jiwa atau 59,4% dari total seluruh pekerja di Indonesia. Di sektor ini, status pekerjaan informal meliputi: (1) berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, (3) pekerja bebas di pertanian, (4) pekerja bebas di non pertanian, dan (5) pekerja keluarga/tak dibayar. Banyaknya jumlah angka pekerja di sektor informal tersebut berbanding terbalik dengan jumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur guna melindungi, menghormati dan memenuhi hak mendasar mereka sebagai pekerja baik pada level nasional maupun pada level regional dalam lingkup Yogyakarta.

Selasa (23/7), sejumlah puluhan ibu-ibu Pekerja di sektor informal dan Jaringan Masyarakat Peduli Pekerja Informal (JAMPI) yang terdiri dari Yayasan Annisa Swasti, Indonesian Court Monitoring (ICM), Yayasan Samin dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka yang datang terdiri dari beberapa Serikat Buruh Gendong, Serikat Buruh Pekerja Rumahan dan Serikat Pekerja Rumah Tangga Tunas Mulia. Kesemuanya datang dengan curhatan mengenai permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing di Serikat meliputi jaminan kesehatan, fasilitas penunjang kerja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi dihadapi masing-masing serikat.

Dengan kesadaran kolektif, mereka telah lama mengorganisir diri dengan membentuk serikat-serikat pekerja di masing-masing sektor pedesaan dan beberapa titik unit pasar bagi pekerja buruh gendong dengan tujuan menyamakan persepsi dan melakukan perjuangan demi perjuangan melalui aksi mayday, mediasi ke berbagai pemerintahan dan melakukan pemberdayaan terhadap serikat-serikatnya.

Umumnya mereka datang dengan satu pandangan sama yakni meminta Negara hadir untuk melindungi aktifitas mereka dalam bentuk peraturan perundang-undangan sehingga menjadi rujukan untuk siapapun yang mempekerjakan mereka.

Audiensi ini diterima oleh Sriyati selaku (Sekretaris Disnakertrans DIY), Amin Saburgus (Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja), Wawan dan Angga.

“Mengenai ini (baca: perumusan perturan perundang-undangan), tadi juga sudah disampaikan bahwa Kepala Dinas juga berkomitmen untuk memang pada tahun 2019 sudah masuk ke UAPPAS. Artinya kalau sudah masuk, maka hal ini akan menjadi prioritas. Tentunya ujung-ujungnya akan ada alokasi anggaran untuk langkah-langkah awal dalam penyusunan Perda. Mulai dari penyusunan Naskah Akademik yang akan dianggarkan mulai ditahun 2020. Disitu teman-teman bisa dapat memberikan masukan.” Ungkap Amin kepada Ibu-Ibu yang hadir.

Menanggapi respon diatas, Hikmah perwakilan dari Jampi mengusulkan beberapa masukan dan harapan akan adanya pembaharuan hukum di sektor ini.

“Kami mengusulkan agar adanya satu perspektif diantara kita dan kami sangat berharap agar Dinas Ketenagakerjaan menginisiasi, mengundang semua sektor elemen antara serikat formal dan informal. Satu hal lagi kita sudah memiliki Konvensi ILO No 177-1996 disitu sudah jelas sekali bisa kita lihat bersama-sama. Kami juga sudah memiliki inisiatif membuat naskah akademik.” Tegas Hikmah

Konvesi yang di sahkan di Jenewa tersebut juga telah mengatur mengenai undang-undang dan peraturan-peraturan nasional tentang keselamatan dan kesehatan kerja harus diberlakukan kepada pekerja rumahan. Artinya, maka sewajibnya lah pemerintah kita berinisiatif secara aktif mengakomodir harapan-harapan besar dari puluhan Ibu-Ibu pekerja informal tersebut.

Mari terus kawal!

Ditulis oleh: Abdul Malik Akdom