Kembalikan Senyuman Anak yang Hidup di Situasi Jalanan pada Hari Anak Nasional

Ditulis oleh: Novia Ayu Rinaldy (APBH LBH Yogyakarta)

Peringatan Hari Anak Nasional menjadi momentum untuk menggugah terwujudnya kepedulian serta partisipasi seluruh masyarakat Indonesia serta Pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap pemenuhan penghormatan, penghargaan, serta jaminan terhadap hak-hak anak. Maka dari itu, Hari Anak Nasional seharusnya menjadi “pengingat” Negara terhadap anak-anak yang menjadi korban pengabaian Negara atas hak mereka. Salah satu kelompok yang rentan mengalami pelanggaran Hak adalah anak-anak yang hidup maupun dipekerjakan* di jalan atau seringkali kita sebut sebagai “anak jalanan”. Mereka merupakan anak-anak bangsa yang juga berhak untuk dilindungi, mendapatkan kasih sayang dan penghidupan yang layak. Hidup di jalanan bukanlah pilihan hidup yang diinginkan oleh siapapun. Posisi anak sebagai kelompok rentan disini makin terancam dengan kondisi mereka yang harus hidup di jalan sebab pada kenyataanya hingga saat ini hampir semua anak jalanan mengalami pelanggaran hak secara terus menerus.

Beberapa cerita dari anak yang hidup di jalanan akan kami berikan disini (dengan nama samaran); Diko seorang anak berumur 7 tahun merupakan seorang anak yang dipekerjakan oleh orang tuanya untuk mencari uang dengan berjualan kopi. Ia mulai berjualan dari pukul empat sore hingga pukul dua belas malam. Bahkan pada saat bulan Puasa, Diko harus berjualan hingga pukul 3 pagi berkeliling berjalan kaki dengan mendorong gerobak kecil berisi minuman botol. Selain Diko ada juga Nina. anak perempuan yang berjualan mainan ditengah dinginya malam. Juga ada kisah Bobo, seorang anak yang harus memakai topeng hewan dan menari di perempatan jalan untuk mendapatkan uang. Hal ini Ia lakukan pada malam hari dengan pengawasan ayahnya dari jauh. Juga ada Seorang anak yang dipekerjakan paksa dibawah tekanan dan harus mencari uang di perempatan jalan, kemudian uang tersebut harus diberikan pada ayahnya. Jika tidak, Ia akan mengalami kekerasan fisik hingga tubuhya penuh luka. Ada juga Bunga, anak perempuan berumur 5 tahun yang ditinggalkan sendiri oleh orang tuanya dirumah tanpa penjagaan dan pengawasan.

Beberapa kisah tersebut hanyalah sebagian kecil dari kisah anak-anak yang hidup di jalanan. Hak mereka diabaikan, bahkan dilanggar oleh Negara. Fenomena ini menunjukan adanya eksploitasi ekonomi terhadap anak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 64 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Pasal ini mengatakan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya. Anak-anak jalanan yang harus bekerja siang dan malam ini juga tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat, bergaul dengan anak sebayanya, bermain, berkreasi dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat , bakat dan kecerdasanya.

Karena permasalahan ekonomi, anak-anak yang hidup di jalan banyak yang tidak bisa mendapat pendidikan layak. Selain itu, banyak juga dari mereka yang tidak memiliki akta kelahiran, ataupun sulit untuk kembali ke sekolah sebab banyak dari mereka yang sudah melewati prasayarat umur tertentu untuk suatu tingkatan pendidikan. Selain itu banyak orangtua siswa lain yang merasa keberatan utnuk menerima anak-anak yang hidup di jalan karena takut anaknya akan “terkontaminasi” oleh mereka. Beberapa hal ini turut menjadi kendala besar bagi mereka yang ingin kembali ke sekolah. Mereka juga anak anak yang memiliki cita-cita dan keinginan untuk dapat belajar seperti yang lain, tetapi karena sulitnya akses pendidikan seringkali melunturkan cita cita dan harapan mereka.

Undang undang nomor 35 tahun 2014  tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan hak hak anak tanpa memberdakan suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin, maupun status hukum. Melihat banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dialami oleh anak yang hidup di jalanan tersebut menunjukan bahwa Pemerintah masih lemah dan tidak tegas dalam menjalankan kewajibanya untuk menjamin terpenuhinya hak hak mereka.

Cerita tentang anak-anak yang hidup di jalan ini sering kali tidak diketahui oleh masyarakat, bahkan pemerintah. Hal ini kemudian melanggengkan pengabaian Negara terhadap hak mereka. Maka dari itu, seiring dengan Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2019 ini, LBH Yogyakarta mengingatkan Pemerintah untuk dapat menjalankan kewajibanya untuk melindungi dan memenuhi hak setiap anak Indonesia tidak terlepas bagi anak yang hidup di jalan. Perlindungan terutama sangat dibutuhkan bagi anak-anak yang menjadi korban eksploitasi ekonomi serta kekerasan. Selain itu pemerintah diharapkan dapat mempermudah akses pendidikan bagi mereka. Anak-anak ini juga merupakan bagian dari kemajuan bangsa, oleh karena itu sudah sepantasnya Negara menjamin perlindungan dan kesejahteraanya sehingga terdapat lebih banyak anak-anak bangsa ini yang bisa tersenyum pada Hari Anak Nasional.

 

Note:

Dipekerjakan: Dipaksa untuk bekerja