Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita mulia bangsa Indonesia. Maka guna mewujudkan cita mulia tersebut, diselenggarakanlah pendidikan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia melalui sekolah yang menjadi tumpuan dan pilar utama masa depan peradaban bangsa Indonesia. Bertolak dari hal tersebut, sekolah memiliki tanggung jawab besar untuk mencerdaskan anak-anak Indonesia yang kelak akan menentukan nasib dan masa depan peradaban bangsa Indonesia.
Namun faktanya, di tingkat sekolah masih banyak terjadi hal yang membikin miris Menurut catatan kami, terdapat tiga hal yang harus menjadi perhatian serius dalam penyelenggaraan pendidikan di Provinsi D.I. Yogyakarta, yakni maraknya pungutan liar, penahanan ijazah dan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang kalau tidak disempurnakan akan mengabaikan rasa keadilan, kesetaraan dan pemenuhan hak setiap warga negara terhadap pendidikan
Pungutan liar
Pungutan liar khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta masih marak dipraktekan oleh para oknum-oknum penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah. Pada pasal 34 ayat (2), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 telah jelas ditegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya pendidikan dasar tanpa dipungut biaya dan telah dianggarkan minimal 20% dari APBN dan APBD untuk penyelenggaraan pendidikan di jenjang sekolah dasar yang disalurkan melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tetapi pada kenyataannya, hingga hari ini biaya yang telah dianggarkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut masih ditambah biaya lain yang dibebannkan pada orang tua/wali murid oleh biaya-biaya lain dengan modus pungutan.
Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan. Banyak orangtua/wali murid yang merasa keberatan dan merasa tidak adil dengan biaya pungutan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah karena adakalanya penggunaannya tidak sesuai kebutuhan dan terkesan mengada-ada. Pungutan tersebut jelas melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa pungutan tidak diperbolehkan pada satuan pendidikan dasar atau dari peserta didik atau orangtua/wali murid yang tidak mampu secara ekonomi (Pasal 34, ayat (3) UU No.20 Tahun 2003).
Lebih parah lagi, apabila sekolah mengaitkan sumber pembiayaan pendidikan yang meliputi antara lain sumbangan dan pungutan atau pembiayaan dalam bentuk apapun dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Disangkutpautkannya persyaratan pembiayaan pendidikan terhadap kegiatan belajar siswa adalah bentuk ketidakadilan oleh sekolah terhadap siswa yang dapat mengganggu semangat atau proses belajar siswa yang mana seharusnya siswa dapat belajar dengan nyaman dan senang.
Penahanan ijazah
Kasus lain yang juga masih marak terjadi adalah penahanan ijazah oleh sekolah dengan alasan persyaratan pembayaran yang belum dapat dipenuhi oleh siswa atau orangtua/wali yang bersangkutan. Padahal pelarangan penahanan ijazah di Yogyakarta telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pedoman Pendanaan Pendidikan yang termuat pada Pasal 37 ayat (1) hurud d yang mana sekolah dilarang: melakukan penahanan ijazah/sertifikat kelulusan, menghambat mengikuti pembelajatan dan/atau melarang mengikuti ujian peserta didik dengan alasan berhutang pungutan. Ijazah merupakan pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal ataupun non formal. Sebagai dokumen negara dan bersifat penting bagi siswa penahanan ijazah yang dilakukan oleh lembaga pendidikan salah satunya sekolah dapat berdampak pada masa depan siswa. Penahanan ijazah dapat menghambat seseorang dalam mengembangkan diri sebagai pemenuhan kebutuhan seperti hal nya berdampak pada siswa yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau digunakan untuk mencari pekerjaan yang layak.
Penahaan ijazah apabila dilakukan oleh sekolah oleh sekolah merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini adalah masalah serius yang harus dicegah, ditangani dan dituntaskan oleh pemerintah. Penahanan ijazah sudah barang tentu merugikan masa depan siswa dan jauh dari kata perwujudan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah-sekolah yang diketahui melakukan praktek penahanan ijazah harus diberikan sanksi.
Polemik sistem zonasi PPDB.
Sistem zonasi dalam PPDB juga masih menimbulkan polemik yaitu antara lain penyebaran sekolah negeri yang tidak merata disetiap kecamatan dan kelurahan serta tidak disesuaikan dengan jumlah calon siswa yang ada di dalam area zonasi tersebut. Hal ini berdampak pada banyaknya calon siswa yang akhirnya tidak terakomodasi dan tidak dapat mendaftar di sekolah negeri manapun sehingga mereka kehilangan haknya untuk mendapat akses pendidikan. Padahal ada pula di beberapa area zonasi yang kekurangan murid tetapi tidak bisa menerima calon siswa dari manapun lagi yang bukan di area zonasi sekolah tersebut.
Tujuan yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai zonasi PPDB, Muhajir Efendy memang terkesan cukup baik untuk menghilangkan adanya ketimpangan kualitas pendidikan yang tinggi, menghilangkan ketimpangan stigma sekolah favorit dan non favorit, menghilangkan ekslusivitas dan diskriminasi sekolah yang menganggap semua sekolah negeri dari sabang sampai merauke itu sama. Akan tetapi yang menjadi tanda tanya besar adalah bagaimana dengan realita kualitas sekolah masih belum merata di setiap daerah? Bagaimana dengan jumlah sekolah yang juga belum merata di setiap zonasi dan belum mencukupi jumlah calon siswa yang mendaftar dalam zonasi tersebut? Bagaimana dengan mereka yang akhirnya kehilangan haknya untuk mendapatkan akses pendidikan? Apakah benar zonasi PPDB yang diberlakukan saat ini adalah wujud keadilan, kesetaraan dan wujud pemenuhan hak setiap warga negara dalam sistem pendidikan nasional? Sudah siapkah sebenarnya pemerintah memberlakukan zonasi PPDB dengan melihat realita yang ada dan apa yang telah dilakukan untuk mempersiapkan hal tersebut? PPDB harus mendapat perhatian khusus karena hal tersebut adalah pintu masuk siswa untuk mendapatkan hak atas pendidikanya. Sistem zonasi PPDB sejatinya dapat menghadirkan keadilan dalam dunia pendidikan, tetapi perlu banyak perbaikan sistem yang harus dilakukan agar konsep tersebut benar dapat menjadi solusi atas ketimpangan yang ada dalam sistem pendidikan nasional, bukan justru berpontensi mencerabut keadilan, kesetaraan dan terpebuhinya hak setiap warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan.
Bertolak dari berbagai persoalan di atas, guna menjamin terpenuhinya hak atas pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia, maka pendidikan nasional harus diselenggarakan dengan berlandaskan pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang pada Pasal 31 ayat (1) mengamanatkan negara untuk menjamin setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pemerintah sebagai pemangku kewajiban dalam pemenuhan hak asasi manusia, musti bertanggungjawab mewujudkan cita mulia mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan persamaan hak kepada seluruh warga supaya dapat mengakses pendidikan.
Di samping itu dalam pasal 5 ayat (1), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Artinya, setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, terlepas bagaimana pun kondisi geografis dan status sosialnya. Sedangkan pasal 34 ayat (2), undang-undang yang sama juga telah mengamanatkan, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kami Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) mendesak:
- Seluruh sekolah di Provinsi D.I. Yogyakarta mengentikan praktek pungutan liar yang dilakukan dalam bentuk dan alasan apapun;
- Seluruh sekolah di Provinsi D.I. Yogyakarta menghentikan praktek penahanan ijazah dan segera memberikan hak dan mengembalikan ijazah kepada siswa yang yang berhak;
- Pemerintah daerah melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi kepada sekolah yang masih masih melakukan pungutan liar dan menahan ijazah siswa;
- Pemerintah daerah memperbaiki sistem zonasi PPDB agar tidak terjadi hal-hal yang justru hak siswa untuk mendapatkan pendidikan.
Mulai hari ini kami juga membuka posko pengaduan terkait pungutan liar, penahanan ijazah dan masalah sistem zonasi PPDB yang terjadi di Provinsi D.I. Yogyakarta. Oleh karenanya, bagi siswa atau orang tua/wali murid yang memiliki problem dengan tiga hal itu ke lembaga berikut:
- AKSARA: Perum Bumi Cemerlang B5, RT11 RW04 Tegalrejo, Yogyakarta (081931755797);
- Sarang Lidi: Kranon Uh 6 No.587 D Sorositan Yogyakarta (08122798090);
- IDEA: Jl Kaliurang Km5 Gang Tejomoyo CT III/3 Yogyakarta (082225609160);
- PUNDI: Gg. Melati No. 329 RT18 RW06 Karangsari, Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta (082122269993);
- SATU NAMA: Jl. Sambisari No.99 Duwet, Sedangadi, Mlati, Sleman (082137670020);
- LBH Yogyakarta: Jl. Benowo No.309, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta (08995151006).
Yogyakarta, 24 Juni 2019
Hormat kami
Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY)