Petani Melawan Mega Proyek MP3EI

farmer-1367106_960_720

Oleh : Britha Mahanani

Pertanian adalah salah satu matapencaharian yang menghidupi sebagian besar rakyat Indonesia. Lebih dari 50% rakyat Indonesia hidup dari matapencahariannya sebagai petani. Tak dapat dipungkiri bahwa hasil pertanian dari petani menjadi salah satu penyokong kelangsungan hidup rakyat Indonesia. Matapencaharian ini pula yang menyokong kehidupan sebagian besar warga masyarakat pesisir Kulon Progo yang kelak akan digusur paksa (red: dirampas) dengan adanya rencana pembangunan Bandara Baru di Kulon Progo, yang wacananya akan dibangun diatas lahan pertanian produktif seluas + 634,5 hektar.

Lahan-lahan produktif itu akan disulap menjadi sebuah proyek besar atas nama kepentingan umum yang diyakini bukan untuk petani yang digusur karena proyek tersebut. Suka tidak suka mau tidak mau petani-petani itu akan ‘dipaksa’ untuk menyingkir demi sebuah proyek yang ‘katanya’ akan lebih mensejahterakan. Demi untuk pembangunan yang ‘katanya’ membawa pada kemajuan sebuah negara. Tapi apakah benar pembangunan infrastruktur (red: bisnis infrastruktur) itu untuk mensejahterakan mereka? Sampai hari ini belum ada yang berani menjamin itu. Hanya ‘katanya’ seperti itu tetapi apa benar demikian? Tidak ada yang tahu.

Sejak Mei 2011, bisnis pembangunan bandara ini diwacanakan dalam sebuah proyek bernama Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI). Mega proyek pembangunan bandara baru ini ‘digadang-gadang’ akan mengentaskan kemiskinan di wilayah Kulon Progo dan mengejar ketertinggalan sehingga menjadi daerah yang maju. Dalam MP3EI ini, kawasan D.I.Yogyakarta memang sedari awal diproyeksikan menjadi gerbong industri jasa dan pariwisata. Sehingga pembangunan bandara baru ini ‘seakan’ menjadi kebutuhan yang harus segera terealisasi agar mendukung kemajuan industri jasa dan pariwisata yang dicanangkan dalam proyek MP3EI. Maka tidak heran bila dalam 5 tahun terakhir ini bisnis hotel, mall, dan apartemen menjadi tidak terkontrol di bumi D.I.Yogyakarta.

MP3EI adalah sebuah mimpi untuk mengangkat Indonesia menjadi negara maju, menjadikan Indonesia sebagai 12 besar negara di dunia pada tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang eksklusif dan berkelanjutan. Mega proyek MP3EI disusun dengan cara mengidentifikasi sektor utama yang akan dikembangkan, komoditi yang akan dihasilkan, infrastruktur yang dibutuhkan, serta arahan lokasi pengembangan industri. Dengan disusun model semacam ini, maka pemerintah seperti menyediakan peta rute jalan yang terang bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor apa dan di lokasi yang mana.

Kehadiran MP3EI mempertegas pola pembangunan ekonomi dan industri Indonesia yang semakin berjalan ke arah melayani korporasi besar dan memfasilitasi pasar bekerja. Negara secara aktif mentransformasi dirinya menjadi Perusahaan Indonesia yang siap memasarkan apapun yang Indonesia punya dan untuk membuat MP3EI bekerja. Selain secara aktif mempromosikan MP3EI dan mengubah struktur negara menjadi struktur pengelola MP3EI, negara juga telah menyiapkan berbagai instrumen untuk membuat pembentukan kawasan-kawasan ekonomi dan bisnis pembangunan infrastruktur bekerja. Di kawasan Asean dikenal dengan istilah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Dibawah MP3EI semua rencana pembangunan nasional dan daerah, rencana tata ruang wilayah nasional dan daerah, serta kerangka regulasi akan dievaluasi. Langkah-langkah strategis akan diambil untuk merevisi atau mengubah regulasi untuk menarik investor, memberi insentif di sektor tarif, pajak, dan  mengubah regulasi perburuhan, perijinan, serta penyediaan tanah. Pendeknya dengan MP3EI, negara hendak mengorganisasikan ulang seluruh kapasitas kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya melalui design rencana pembangunan, regulasi, dan budget untuk membuat megaproyek ini berjalan. Lalu dengan kelembagaan macam apa MP3EI ini dijalankan?

Pada 20 Mei 2011, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang suatu lembaga bernama Komite Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (KP3EI). Dalam struktur lembaga KP3EI itu langsung diketuai oleh Presiden Republik Indonesia beserta Wakil Presiden yang juga sebagai Wakil Ketua dalam lembaga ini. Sedangkan anggotanya meliputi seluruh jajaran kementrian yang dibentuk di Indonesia. Artinya setiap pejabat negara secara langsung merupakan panitia pelaksana MP3EI.

Dua mekanisme yang paling penting dari peranan negara untuk membuat MP3EI bekerja. Pertama, mengalokasikan ruang tertentu oleh negara dalam jangka waktu tertentu bagi kegiatan bisnis korprasi raksasa dengan pemberian konsesi tanah skala luas untuk produksi komoditas global terutama untuk sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan. Kedua, pembangunan infrastruktur sebagai layanan penghubung. Pembangunan infrastruktur ini dimaksudkan semata-mata untuk melancarkan aliran barang dan tenaga kerja dan menghubungkan pusat-pusat industri utama.

 Mega proyek MP3EI ini kelak yang akan menciptakan perampasan-perampasan tanah yang semakin hari semakin masif. Sebab proses perampasan tanah besar-besaran yang terjadi di Indonesia dilegitimasi dalam MP3EI. Proyek biofuel, konservasi, food estate, perdagangan karbon, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur lain merupakan skenario perampasan tanah yang sedang dan telah terjadi. Satu karakteristik khusus dari perampasan tanah di Indonesia, dimana ‘perampasan tanah’ dipandang sebagai sebuah skenario pembangunan yang wajar untuk pengembangan jutaan hektar tanah kosong/terlantar atau bahkan yang sudah dikelola oleh rakyat. Dalam konteks ini yang muncul bukan lagi terminologi ‘perampasan tanah/land grabbing’ melainkan ‘pengadaan tanah’ untuk pembangunan bagi kepentingan umum.

Setiap kepulauan Indonesia saat ini dibanjiri dengan rencana mega proyek yang berjalan secara serentak dan cepat. Hampir tanpa jeda. Jika dihitung total, proyek MP3EI memiliki nilai investasi sebesar Rp. 4.934,8 triliun dengan cakupan sekitar 4.632 proyek. Proyek MP3EI terbagi menjadi 3 bagian besar yaitu sektor riil sebanyak 725 proyek dengan nilai investasi Rp. 2.557,5 triliun, infrastruktur sebanyak 914 mega proyek dengan investasi Rp. 2.292 triliun dan pengembangan SDM-IPTEK sebanyak 3.041 proyek dengan nilai investasi Rp. 4,4 triliun.

Sejak diluncurkan 2011, sampai bulan September 2014, investasi MP3EI yang telah ground breaking mencapai Rp. 863 triliun yang terdiri atas 383 proyek. 174 adalah proyek investasi sektor riil dengan total investasi Rp. 414 triliun dan 209 adalah proyek pembangunan infrastruktur dengan total investasi Rp. 422 triliun. Termasuk juga pembangunan bandara baru di Kecamatan Temon, Kulon Progo  dengan nilai investasi mencapai sekitar Rp. 7 triliun. Proyek-proyek investasi terbesar di enam koridor ekonomi MP3EI dengan rincian Rp. 309 triliun berlokasi di koridor Pulau Jawa, Rp 134 triliun di koridor Sumatera, dan Rp. 178 triliun di koridor Kalimantan. Dari sejumlah nilai proyek tersebut sebesar 26,2% merupakan proyek yang dikerjakan BUMN, 37,9% swasta, dan 15,6% pemerintah serta 20,1% investasi campuran. Jika program MP3EI berhasil, maka Indonesia akan menjadi negara maju dengan total produk domestik bruto (PDB) Rp 4,5 triliun pada 2025 dan pendapatan per kapita mencapai US$ 15.000.[1]

Skema pertama dalam skenario mega proyek MP3EI, pembentukan koridor-koridor ekonomi dalam MP3EI adalah pembentukan blok-blok produksi yang tampil sebagai pemberian konsesi-konsesi skala luas untuk produksi komoditas global (sawit, jarak, food estate, dll.) serta pembentukan kawasan-kawasan ekonomi dan kawasan industri. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional tahun 2011 menyebutkan bahwa lebih dari 35 persen daratan Indonesia dikuasai oleh 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341 kontrak karya pertambangan, dan 257 kontrak pertambangan batu bara. Kondisi di sektor kehutanan juga tak berbeda jauh. Saat ini, pemerintah telah menyerahkan 25 juta hektar hutan kepada korporasi pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK)-hutan alam dan 9,3 juta hektar untuk perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Serta 15 juta hektar untuk Hak Guna Usaha (HGU) bidang perkebunan.

Kedua, pembangunan infastruktur sebagai layanan penghubung yang terdiri dari pembangunan jalan raya, pelabuhan, bandar udara, jembatan, sistem kereta api, serta teknologi dan komunikasi untuk memperlancar aktivitas bisnis. Untuk memperlancar pembangunan infrastruktur ini pemerintahan rezim SBY mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012 ketika UU Pengadaan Tanah dianggap masih belum dapat mempercepat pembebasan lahan. Ketiga, penguatan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan membuat seluruh program pendidikan nasional ditujukan untuk menjadi jejaring yang mengisi dan mengembangkan nilai tambah dari komoditas atau sektor yang dikembangkan pada setiap koridor ekonomi.

Design pembangunan MP3EI jelas tidak ditawarkan untuk para pedagang kecil yang membuka lapak di emperan-emperan jalan yang kapan saja dapat digusur dan ‘dibersihkan’ Satpol PP. Design pembangunan MP3EI juga tidak ditawarkan untuk kemerdekaan bertani bagi para petani di pesisir pantai selatan Kulon Progo. MP3EI juga bukan diperuntukkan bagi rakyat yang terampas lahannya puluhan ribu hektar karena pembangunan. Sekali lagi, Master Plan (mega proyek) ini hanya berbicara dan hanya diperuntukkan bagi pengusahan, investor, bankir, dan kepala negara industri maju. Dan sekali lagi, Master Plan ini hanya untuk mengakumulasi kapital sehingga menjadi more kapital.

[1] http://www.beritasatu.com/ekonomi/207636-383-proyek-mp3ei-senilai-rp-863-triliun-telah-groundbreaking.html diunduh 19 Juni 2016