Penyegelan dan Penutupan Ponpes Waria Al-Fatah Merupakan Pelanggaran Hak Beragama dan Berkeyakinan

“Apakah Karna Kami Waria? Sehingga Kami Tidak Berhak Memiliki Agama atau Kepercayaan”

Untuk ke sekian kalinya Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di D.I.Y terjadi lagi. Kali ini dilakukan oleh sebuah ormas islam yang menamakan diri kelompokFJI (Front Jihad Islam) dan korbanya adalah PonPes Waria AL Fatah. Awalnya FJIberencana untuk menyegel Ponpes Waria Al Fatah dengan alasan bahwa keberadaannya telah mengganggu dan meresahkan warga sekitar, serta adanya isu bahwa Ponpes tersebut ingin membuat Fiqh Waria.
Pondok Pesantren Waria Al Fatah sendiri terletak di Kotagede dandikelola oleh Ibu Sinta Ratrisejak diresmikan pada tahun 2008 sampai sekarang. Menurut mama sintas, Selama ini jarang ada keluhan dari warga sekitar terkait aktivitas para santri waria di Ponpes Waria.
Informasi Penutupan Ponpes Waria Al Fatah itu diketahui setelah beredarnya sebuah broadcast melalui Whatsapp yang diterima Ibu Sinta dari teman jaringannya pada 19 Februai 2016 pukul 08.30 WIB. Isi broadcast tersebut adalah “FJI mengundang mengundang rekan-rekan seperjuangan anggota FJI untuk mendatangi ponpes Waria Al Fatah dengan tujuan menolak dan menyegel ponpes waria setelah sholat jum’at”.

Karena merasa terancam dan tidak aman, Ibu Sinta hubungi beberapa teman jaringannya untuk berkoordinasi termasuk LBH Yogyakarta dengan maksud meminta pendampingan. LBH Yogyakarta kemudian mendatangi Ponpes dan berdasarkan hasil koordinasi dengan beberapa jaringan disepakati bahwa LBH Yogyakarta akan mendampingi Ibu Sinta untuk melapor ke Polsek Banguntapan Bantul terkait adanya dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan ancaman kekerasan melalui broadcast di Whatsapp. Untuk penghuni ponpes lainnya dievakuasi sementara ke Kantor LBH Yogyakarta.
Akan tetapi dari Polsek Banguntapan sendiri belum mau menerima laporan Ibu Sinta dengan alasan belum ada petunjuk dari Komandan. Setelah negosiasi, pihak kepolisian menerima laporan Ibu Sinta, sementara itu Kapolsek sebelum pergi ke Ponpes Waria sempat mengajak Ibu Sinta untuk ikut, namun ditolak karena ingin laporan terlebih dahulu. Setelah melapor Ibu Sinta tidak menerima STBL, kata penyidik akan dibuat setelah di BAP. Sementara proses BAP berlangsung, penyidik di telpon Kapolsek untuk menghentikan BAP dan menunggu Kapolsek kembali dari Ponpes dan bercerita tentang keadaan di Ponpes.
Setelah tiba di Polsek, Kapolsek mengatakan bahwa“di Ponpes tidak terjadi peristiwa apapun, dan FJI hanya ingin bersilaturahmi dan bertabayun, serta ingin mengklarifikasi apakah kegiatan di ponpes sesuai dengan syariat islam atau tidak. Namun kami tetap mendesak melapor kasus ini, sungguh disayangkan laporan kami ditolak oleh Kapolsek dengan alasan “di Polsek tidak ada unit untuk khusus cyber crime dan menganjurkan melapor ke Polres atau Polda”, alasan lainnya adalah “tidak mampu bertanggung jawab kepada ibu sinta atau PH nya ketika ditanya dan kasus tersebut tidak ada perkembangannya”.
Setelah ditolak kapolsek, pada perkembangannya diselenggarakan forum mediasi pada hari rabu 24 Februari 2016 malam di Kantor Balai Desa Jagalan. Forum tersebut diinisiasi oleh Pemerintah desa dan dihadiri oleh Camat, Kepala desa, Kapolsek, Koramil, FJI serta pihak Ponpes yang diwakili oleh Ibu Sinta langsung. Hasil dari forum tersebut menyepakati agar PONPES WARIA AL FATAH HARUS DITUTUP. Walaupun demikian, Ibu sinta sendiri menilai bahwa forum tersebut bukanlah forum mediasi, karena tidak diberi kesempatan untuk memberi tanggapan balik. Alhasil, dengan terpaksa dan berat hati ibu Sinta harus mengumumkan bahwa PONPES WARIA AL FATAH DITUTUP.

Atas serangkaian peristiwa yang dialami Ibu Sinta dan Ponpes Waria Al Fatah, kami LBH Yogyakarta selaku pendamping dan penasehat hukum menyatakan bahwa:
1. Kami menyayangkan adanya pembiaran terhadap peristiwa ini dari pihak kepolisian sektor banguntapan bantul yang terkesan menganggap bahwa kasus ini tidak membahayakan pihak Ponpes Waria dan dirasa telah selesai.
2. Meminta pihak Polisi agar mengusut tuntas peristiwa ini sehingga tidak ada lagi kesewenang-wenangan dari kelompok-kelompok intoleran yang melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan seseorang atau kelompok, karena hak tersebut telah diakui dan dilindungi oleh negara.
3. Meminta agar Ponpes Waria Al Fatah tersebut bisa segera dibuka kembali dan dapat beraktifitas seperti sedia kala;
4. Pemerintah Propinsi DIY dan Kabupaten/kota didalamnya wajib menjamin terpenuhinya Hak Kebebasan Beragama, Berkeyakinan dan Beribadah Bagi Kaum Waria baik di Ponpes Waria Al Fatah maupun di tempat ibadah sebagai bentuk perwujudan UUD 1945, Pasal 28 i ayat (4) : Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah Tanggung Jawab Negara, terutama Pemerintah;

Yogyakarta, 07 Maret 2016
Hormat kami
Kuasa Hukum

LBH Yogyakarta

Narahubung : Aditia Arief Firmanto : 085747800248