PKL Yogya Bayar Biaya Banding dari Uang Saweran Warga

TEMPO.CO, Yogyakarta – Lima pedagang kaki lima (PKL) yang kalah dalam kasus sengketa tanah keraton melawan Eka Aryawan, sebagai pemegang kekancingan atau hak pinjam pakai atas tanah keraton tersebut, resmi mengajukan banding di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Rabu, 24 Februari 2016. Adapun untuk biaya administrasi para pedaganga harus membayar Rp 2 juta. Uang itu berasal dari hasil saweran warga Yogyakarta. “Bayar dari uang saweran melalui bank,” kata Agung Budisantoso, salah satu pedagang kaki lima.

Pada 11 Februari 2016 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta memutuskan lima pedagang kaki lima untuk mengosongkan lahan milik keraton yang mereka tempati di Jalan Brigjen Katamso, Gondomanan, Yogyakarta. Kelima pedagang tersebut,  Budiono, Sutinah, Suwarni, Agung dan Sugiyadi.

Diwakili oleh Agung dan Sugiyadi, para pedagag datang dengan membawa kardus berisi uang saweran untuk membayar uang administrasi ke Bank BTN Kusumanegara. Agung menyatakan, uang saweran dari warga Yogyakarta yang prihatin atas kasus ini terkumpul sebanyak Rp 3,3  juta.  “Kami belum mau pindah. Tetap jualan hingga perjuangan akhir,” kata Sugiyadi.

Baharudin Kamba, koordinator pengumpulan koin untuk kelima pedagang itu menyatakan, pengumpulan koin tetap dilakukan hingga upaya hukum selesai. Uang yang terkumpul itu selain digunakan untuk membayar admisntasi banding juga untuk membayar biaya perkara di persidangan tingkat pertama sebesar Rp 1,2 juta. “Kami tetap kumpulkan koin keprihatinan,” kata dia.

Penasehat Hukum kelima pedagang dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta  Rizky Fatahilah mengatakan  landasan mengajukan banding karena ada pertimbangan hakim yang salah. Selain itu, kata dia seharusnya kalau mau adil, pihak keratonlah yang seharusnya digugat. “Seharusnya justru keraton yang digugat karena menyewakan lahan yang belum beres urusannya,” kata dia.

Sebab, dasar hukum yang digunakan hakim adalah hukum sewa menyewa. Seperti jika orang mau menyewakan kamar kos tetapi masih ditempati oleh penyewa lain. Maka penyewa baru urusannya dengan pemilik kos.

Meski menghukum kelima pedagang untuk mengosongkan lahan, majelis hakim yang diketuai oleh Suwarno, menolak tuntutan Eka agar tergugat membayar ganti rugi Rp 1,12 miliar. Menurut hakim, tanah tersebut milik keraton yang tidak boleh disewakan kembali. Dalam putusannya majelis hakim meminta kepada kelima tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1,186 juta.

Hakim berpendapat  kelima pedagang itu terbukti bersalah karena menempati tanah yang merupakan hak penggugat. Eka mendasarkan pada surat kekancingan yang ia peroleh dari Panitikismo, Keraton Yogyakarta dengan nomor 203/HT/KPK/2011. Selama ini, Eka telah membayar biaya sewa sebesar Rp 274 ribu per tahun atas lahan seluas 73 meter persegi itu kepada keraton.

MUH SYAIFULLAH