MEDIASI ( NON LITIGASI ) LANGKAH AWAL PENYELESAIAN SENGKETA MEDIS

  Penulis : Hasrul Buamona. S.H (Staf Pembela Umum LBH Yogyakarta)

  Hubungan sosial (manatol) yang dilakukan manusia dengan manusia lainnya tidak lepas dari ikatan kerja sama dan permasalahan yang akan terjadi di dalamnya. Kondisi ini berlaku juga dalam dunia kesehatan khususnya tindakan pelayanan kesehatan (medis) yang diberikan dokter/dokter gigi kepada pasien terikat dengan kontrak terapeutik. Begitu banyak dan rumitnya kasus kesehatan yang bermunculan pada akhir-akhir ini, menuntut solusi yang berkeadilan bagi dokter dan pasien sebagai pihak yang memiliki hubungan kontrak terapeutik. Tercatat, dalam beberapa tahun belakangan ini profesi dokter banyak menghadapi tuntutan hukum, setidaknya ada 405 laporan masalah medis dari berbagai daerah di Indonesia yang diterima oleh Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan (Wasisto B.Suganda, Proceeding pertemuan nasional IV jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 30 November- 2 Desember 2004).

Proses penanganan tindakan medis tidak dipungkiri bisa menimbulkan sengketa. Sengketa dalam kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan atau dapat juga diartikan sebagai pertikaian atau perselisihan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Jakarta:Balai Pustaka;2005). Penyebab sengketa medis ini bisa timbul dari ketidakpuasan pasien atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter dalam melaksanakan upaya pengobatan. Ketidakpuasan tersebut bisa semakin memanas dikarenakan adanya dugaan kelalaian dan kesalahan (perbuatan melanggar/malpraktek medis) dalam tindakan medis sehingga pasien mendapat kerugian dari aspek kesehatan.

Beragam permasalahan dibidang kesehatan membuat kedudukan hukum menjadi penting. Hukum dijadikan sebagai alat untuk mengatur  dan menyelesaikan sengketa medis. Sengketa medis meliputi :

  1. a.       Sengketa yang terjadi dalam hubungan antara dokter dan pasien;
  2. b.       Obyek sengketa adalah upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter;
  3. c.       Pihak yang merasa dirugikan dalam sengketa medis ialah pasien baik kerugian berupa cacat/luka bahkan menuju pada kematian;
  4. d.      Kerugian yang diderita pasien disebabkan oleh adanya dugaan kesalahan dan kelalaian dari dokter.

Sengketa mediasi diatur dalam Pasal 130 HIR, Pasal 154 RBG, dan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Mediasi, dimana dalam Pasal 1 ayat (7) mendefinisikan bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Hadirnya mediasi dalam menyelesaikan sengketa medis sangat beralasan dikarenakan tidak semua permasalahan sengketa medis harus di selesaikan secara litigasi di pengadilan.

Sesuai dengan Pasal 29 UU 36 Tahun 2009  tentang Kesehatan, dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus di selesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Selain itu, mediasi bisa juga dilakukan oleh MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) sebagai lembaga yang menjaga marwah kehormatan dokter/dokter gigi dalam menjalankan disiplin keilmuan kedokteran. Majelis ini merupakan lembaga otonom KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) yang keberadaannya berdasarkan Pasal 1 ayat 14 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Praktek Kedokteran. Tugas MKDKI adalah menegakkan aturan-aturan dan ketentuan penerapan keilmuan kedokteran dalam pelaksanaan pelayanan medis yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Oleh karena itu, MKDKI merupakan badan yang ditunjuk oleh KKI untuk menangani kasus-kasus dugaan pelanggaran disiplin kedokteran atau kedokteran gigi dan menetapkan sanksi dimana penyelesaian dilakukan secara mediasi.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakekatnya dapat dikelompokkan dalam 3 hal, yakni:

1)      Melaksanakan praktik kedokteran yang tidak kompeten,

2)      Tugas dan tanggung jawab professional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik,

3)      Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.

MKDKI dapat menangani perkara dugaan pelanggaran disiplin kedokteran dan kedokteran gigi berdasarkan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No.17/KKI/KEP/VIII/2006 tentang Penegakaan Disiplin Profesi Kedokteran. Ketentuan pelanggaran disiplin juga dapat dilihat dalam buku tentang penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik di Indonesia yang diterbitkan berdasarkan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No.18/ KKI/KEP/IX/2006.

Mediasi dapat dijadikan sebagai langkah awal dalam menyelesaikan sengeketa medis dikarenakan beberapa alasan berikut :

  1. Bahwa upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter merupakan upaya penyembuhan yang didasarkan pada usaha yang maksimal dan ikhtiar (inspanningverbintenis);
  2. Ruang lingkup kesehatan untuk membuktikan dugaan perbuatan melanggar (malpraktek kedokteran) bukanlah hal yang mudah namun harus dipelajari dan di analisis terlebih dahulu setiap perbuatan buruk (adverse event); dan
  3. Tidak semua adverse event identik dengan malpraktek kedokteran.

Kaitan mediasi  dengan upaya keselamatan terhadap pasien yakni sebagai berikut :

  1. Bahwa keselematan pasien (patient safety) diartikan sebagai upaya menghindari dan mencegah adverse event yang disebabkan pelayanan kesehatan serta meningkatkan mutu. Keselamatan pasien tidak hanya tertumpu pada orang (person), peralatan, atau departemen saja, tetapi juga interaksi dari komponen dan sistem.
  2. Adverse event yang terjadi tidak secara otomatis merupakan bukti adanya malpraktek kedokteran yang unsurnya terdiri dari;
    1. a.       duty,
    2. b.       dereliction of duty,
    3. c.       demage,
    4. d.      direct causation between demage anda direliction of duty.
    5. Kesalahan diagnosis tidak dapat dikatakan sebagai malpraktek kedokteran sepanjang dokter/dokter gigi dalam membuat diagnosis telah memenuhi ketentuan dan prosedur yang diatur dalam UU No.29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran.

 

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sengketa medis yang dikategorikan masuk dalam ruang lingkup hukum khusus, haruslah ditangani secara khusus. Hal demikian menjadikan mediasi sebagai langkan awal untuk menyelesaikan sengketa medis baik pada badan aribitrase, MKDKI serta IDI sebagai wadah tunggal profesi kedokteran yang memiliki kewenangan menjadi mediator untuk menyelesaikan sengketa medis dalam dunia pelayanan kesehatan.