TEMPO.CO, Yogyakarta – Dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi mengalir dari mana-mana. Di Yogyakarta, para pendukung KPK yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Untuk KPK (AMUK) membawa anjing pelacak jenis Golden Red.
Dalam rasa yang berlangsung di istana negara Gedung Agung, Yogyakarta ini, anjing pelacak tersebut diberi kalung dengan gantungan kertas bertuliskan ”Mencari Jejak SBY”. Anjing itu berjalan paling depan diikuti spanduk bertuliskan ”Selamatkan KPK, Selamatkan Indonesia”.
“Adanya anjing dalam unjuk rasa kali ini merupakan spontanitas dari peserta. Tujuannya, mengingatkan Presiden SBY yang belum juga muncul saat perseteruan KPK dengan Polri kian meruncing,” kata Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu yang ikut serta dalam demonstrasi tersebut, Senin 8 Oktober 2012.
Tak hanya membawa anjing, aksi damai itu juga diakhiri dengan penyerahan karangan bunga kepada Kepala Satuan Bimbingan Masyarakat Polresta Yogyakarta Komisaris Polisi F. Rahman di depan gedung Polresta Yogyakarta.
Karangan bunga bertuliskan ”Bela Sungkawa atas Arogansi Polri terhadap KPK” itu diterima F. Rahman dengan senyum. Bahkan Koordinator Umum Aksi Bambang Tiong yang juga Direktur Jaringan Pemantau Polisi itu menalikan pita warna hitam pada lengan kanan Rahman. “Pita hitam ini juga lambang bela sungkawa dan keprihatinan kami atas upaya pelemahan KPK,” kata Bambang Tiong.
Demonstrasi itu diikuti puluhan elemen masyarakat sipil, baik lembaga swadaya masyarakat, pengacara, jurnalis, dan mahasiswa. Menurut mereka, ada kejanggalan terkait upaya penjemputan penyidik KPK Komisaris Polisi Novel Baswedan oleh polisi di gedung KPK, Jumat pekan lalu.
Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Bambang Muryanto Baskara Aji mengatakan jika polri memanggil paksa Novel atas dugaan kasus masa lalunya, semestinya hal itu bisa dilakukan terhadap Sersan Mayor Edy Wuryanto yang menjadi penyidik kasus kematian wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafruddin pada 1996 lalu. Lantaran ada kejanggalan proses penyidikan yang dilakukannya sehingga menyebabkan Dwi Sumadji menjadi korban salah tangkap.
Sumber : Tempo Online