SLEMAN– Merasa diteror oleh oknum dari Sekolah Tinggi Multi Media (MMTC), para pedagang kaki lima (PKL) yang biasa berjualan di depan kampus tersebut menggelar unjuk rasa kemarin (11/6). Mereka yang tergabung dalam Paguyuban PKL Jom menolak digusur. Mereka juga tidak mau dipindahkan ke lokasi lain. Ketua Paguyuban PKL Jom Heri Widodo mengungkapkan masalah penggunaan lahan untuk jualan telah dibicarakan secara formal dengan pihak MMTC. Pertemuan digelar dua kali, namun belum ada kata sepakat. “Tak ada peringatan dulu, kami langsung disuruh pergi. Tadi pagi (kemarin) ada orang mengaku dari MMTC telepon saya agar segera mengosongkan tempat ini,” kata Heri.
Melalui surat bernomor 00.401/MMTC/K/III/2012, ditujukan kepada ketua paguyuban PKL, disebutkan bahwa keberadaan pedagang di depan kantor MMTC melanggar Perda Sleman Nomor 11 Tahun 2004 tentang PKL. Selain itu, keberadaan pedagang dinilai telah berdampak pada kebersihan dan keindahan lingkungan, serta kelancaran lalu lintas. Atas pertimbangan itu para pedagang diminta meninggalkan lokasi jualan. “Saya tak tahu banyak soal aturan. Tapi saya siap dibina, bukan digusur,” lanjut Heri mewakili sekitar 40 PKL yang berjualan di depan MMTC.
Heri berharap para PKL tetap mendapat tempat jualan di area kampus MMTC. Sebab lokasi tersebut telah menjadi area mengais rupiah sejak lebih 10 tahun lalu. Awalnya, PKL menempati badan jalan dan trotoar. Setelah diperingatkan oleh Satpol PP Sleman, PKL mundur dan menggunakan lahan milik MMTC. “Kami butuh perlindungan bupati. Sebab, tiap sore kami juga bayar pajak,” lanjut pedagang kethoprak itu.
Kasubag Umum MMTC Tarjana membantah pihaknya telah mengusir paksa para PKL. Permintaan pengosongan area berjualan disampaikan melalui surat resmi. Tarjana mengaku, pengosongan lahan jualan PKL terkait rencana gelar dies natalis ke -27 MMTC pada Juli mendatang. Acara difokuskan di lapangan MMTC sebagai tempat menggelar ekspo multimedia. “Kami berencana melakukan pengerasan jalan masuk mulai hari ini (kemarin). Targetnya 1 Juli selesai,” katanya saat beraudiensi dengan perwakilan PKL disela unjuk rasa.
Jalan masuk menuju lapangan MMTC itulah yang saat ini digunakan berjualan para PKL. Selain itu, pengosongan area kampus dari PKL dalam rangka memperindah kawasan untuk taman. “Sama sekali kami tak bermaksud mengusir paksa. Semua sudah ada komunikasi,” lanjutnya.
Lagi-lagi proses audiensi belum menunjukkan kemufakatan bulat. Solusi sementara, hingga 3 Juli 2012, para PKL di kanan-kiri pintu masuk lapangan tetap diperbolahkan berjualan. Hanya yang tepat di depan gerbang lapangan harus geser ke tempat lain. Selanjutnya sampai tanggal 12 Juli 2012 pedagang diminta tutup sementara. Tapi PKL diberi kesempatan ikut ekspo. Kebijakan selanjutnya masih akan dirembug antara PKL dan pihak MMTC.
Kasi Operasional Satpol PP Sleman Setiharno mengatakan setiap PKL bias eksis di lokasi jualan harus dapat izin dari pemangku lahan. “Itupun dengan catatan tak mengganggu pengguna jalan,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pendapatan Sleman Samsidi mengatakan pemungutan terhadap objek pajak tidak memandang ada tidaknya izin. “Asal ada subjek dan objek hukum, harus ada pungutan pajak,” jelasnya. Hal itu merujuk pada Undang-Undang No 28/ 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. (yog/din)
Sumber : Radar Jogja