Hamil, IUD Masih di Rahim

YOGYAKARTA– Rini Astuti, 30, warga Kulonprogo diduga telah menjadi korban malapraktik pada pelaksanaan KB gratis pada sosialisasi pasangan bupati akhir April silam.

Korban saat ini tengah mengandung tujuh bulan dengan alat kontrasepsi IUD masih berada di dalam rahim. Bersama dengan suaminya, Supardi, mereka mengadukan permasalahan ini ke lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.

Menurut Rini, dia ikut program KB gratis setelah mendapatkan blangko dari Yani seorang penyuluh lapangan keluarga berencana (KB) pada 26 April silam. Bersama beberapa akseptor lain, mereka dijemput di puskesmas untuk dibawa ke rumah Wakil Ketua DPRD Sudarto di Sogan Wates.

Sebelum dipasang IUD, Rini sempat diperiksa dan cek urine dua kali dengan hasil negatif. Dengan hasil inilah, dia dipasangi IUD oleh dr Bimo dari RSUP dr Sardjito. ”Seminggu setelah dipasang,saya sakit-sakit dan tidak nyaman,” ujar warga Sanggrahan, Bendungan,Wates ini.

Karena kondisi inilah dia memeriksakan diri ke Puskesmas Wates sebanyak dua kali. Ternyata rasa sakit ini tidak kunjung sembuh. Karena penasaran, 28 Mei lalu dia membeli alat tes kehamilan dan diketahui positif hamil.Hanya selang dua hari, korban datang ke puskesmas untuk dilepas alat kontrasepsinya.

Namun, usaha untuk melepas kontrasepsi IUD terkendala karena sulit ditemukan. Hingga akhirnya dibuatkan surat rujukan untuk USG di tempat dr Sugeng. Di sinilah diketahui usia kandungannya sudah tujuh minggu. Padahal saat pemasangan baru sekitar 4 minggu. ”Saya bingung, dan berkesimpulan,saat dipasang saya sudah hamil empat bulan,” ucapnya.

Akhir Mei, korban kembali mendatangi PLKB untuk meminta pertanggungjawaban. Ternyata Puskesmas Wates tidak mau bertanggung jawab dan terkesan menyalahkan korban. Satu-satunya usaha adalah menemui calon bupati saat itu, dr Hasto Wardoyo yang hadir dalam sosialisasi yang kini menjadi Bupati Kulonprogo.

Lagi-lagi korban tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan karena dilempar kepada dr Bimo yang memasang alat kontrasepsi. Dr Hasto,kata Rini,saat itu mengaku saat ada kegiatan, dirinya hanya menjadi tamu. Meski demikian, dia siap menolong pemeriksaan hingga proses kelahiran kelak.

Padahal untuk sampai di klinik Semar milik dr Hasto, butuh biaya yang tidak sedikit. Saat pulang, dia diberikan uang transportasi Rp700.000. ”Sekarang saya harus bagaimana, minta tolong kepada siapa,” ujar Rini pasrah. Bayi yang dikandung ini merupakan calon anak ketiganya.

Korban hanya menjadi ibu rumah tangga, sedangkan suaminya hanya menjadi buruh harian lepas. Staf LBH Yogyakarta Syamsudin Nur Seha berjanji akan membantu permasalahan yang dialami korban. Secepatnya LBH akan mengirim surat kepada Wakil Ketua DPRD Sudarto, selaku tuan rumah.

Termasuk memberikan tembusan kepada RSUP dr Sardjito dengan keberadaan dr Bimo. ”Akan kita surati karena indikasi malapraktik sangat kuat,”katanya. Sampai saat ini LBH belum mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas program KB gratis tersebut. Biasanya program ini merupakan program pemerintah.

Kebetulan saja program ini dimanfaatkan oleh calon bupati untuk melakukan sosialisasi di hadapan masyarakat untuk menarik simpati.Saat pelaksanaan program KB gratis, selain dihadiri pasangan calon, juga hadir anggota DPR Edi Mihati. kuntadi

Sumber  : Harian Seputar Indonesia, Tuesday, 11 October 2011