Yogyakarta – Puluhan orang dari Komunitas Masyarakat (Terlanjur) Dagadu Djokdja mengadu ke kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Mereka yang mencari kehidupan dari bisnis suvenir sandang khas Kota Gudeg itu menolak disebut sebagai pemalsu Dagadu.
Mereka resah dan khawatir akan adanya somasi dari PT Asli Dagadu Djokdja (ADD) agar menghentikan perdagangan segala produk berlabel Dagadu Djokdja. Puluhan orang ini adalah pedagang kaki lima (PKL), pemilik kios, produsen, tukang becak, kusir andhong dan pemandu wisata di Yogyakarta yang menggantungkan hidupnya dari bisnis kaos, dan suvenir dengan label Dagadu Djokdja dan simbol matanya itu. Selama lebih dari 17 tahun, mereka telah menggantungkan hidupunya dari bisnis tersebut.
Di kantor LBH Yogyakarta, mereka diterima langsung direktur LBH Yogyakarta, Irsyad Thamrin. Kepada Irsyad mereka sepakat memberikan kuasa kepada LBH, bila mereka harus berhadapan dengan aparat penegak hukum maupun dengan pengacara PT ADD.
“Usaha kami adalah halal dan tidak mencuri hak dari siapapun,” ungkap perwakilan Komunitas Masyarakat (terlanjur) Dagadu Djokdja, Edi Yulianto kepada wartawan di kantor LBH Yogyakarta di Jl Agus Salim, Selasa (19/7/2011).
Menurut Edi, barang dagangan dan produk yang dibuat mereka berupa kaos, tas, pakaian, cinderamata berlabel Dagadu sudah menjadi cinderamata khas Djokdja. Hal itu juga jauh sebelum ada pihak tertentu yang mendaftarkan hak paten Dagadu Djokdja dan simbol mata baik secara utuh ataupun terpisah.
Dia mengatakan surat undangan dan peringatan untuk menghentikan perdagangan segala produk yang berlabel tersebut dari PT ADD sudah sangat meresahkan. Sebab ada banyak orang yang mencari nafkah dari usaha tersebut seperti PKL, pemilik kios, produsen kaos dll.
“Surat peringatan dari kuasa hukum tersebut dinilai sebagai bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan,” katanya.
Menurut Edi, kata Dagadu adalah bahasa walikan (kebalikan-red) yang sudah ada sejak lama dan digunakan lama sebagai bahasa prokem orang Yogyakarta dan sekitar. Bahasa walikan itu yang digunakan secara unik dari aksara Jawa, “ha na ca ra ka”. Kata Dagadu yang berarti Matamu dengan simbol mata jelas bagian dari bahasa walikan yang sudah lama menjadi kata kegemaran dalam guyonan orang Yogya.
“Karena sudah jadi milik umum, itu tidak bisa didaftarkan sebagai merek dagang secara sepihak atau suatua perusahaan. Itu tidak layak jika seluruh atau sebagian dari bahasa walikan itu kemudian di klaim sepihak,” katanya.
Dalam kesempatan itu Irsyad Thamrin selaku Direktur LBH Yogyakarta menyatakan bersedia mendampingi komunitas warga yang datang ke kantornya. Pihaknya akan menempuh beberapa jalan agar masalah itu menjadi jelas.
“Karena anda sudah menguasakan perkara ini kepada kami, maka siapapun tidak boleh berhubungan langsung dengan orang yang bersangkutan, namun harus melalui kuasa hukum,” katanya.
(bgs/fay)
Sumber : Detik
Bagus Kurniawan – detikNews
Selasa, 19/07/2011 14:23 WIB