Mengurai Kisruh Rencana Penambangan Pasir Besi
Friday, 18 March 2011 11:16
KULONPROGO – Jajaran Polda DIJ dan Polres Kulonprogo melakukan silaturahmi dengan warga Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) di Pedukuhan II, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan kemarin. Kapolda DIJ, Brigjen Ondang Sutarsa BS didampingi Dir Reskrim Polda DIJ Kombes Pol Napoleon Bonaparte dan Kapolres Kulonprogo AKBP Yani Sudarto.
Ondang mengungkapkan kedatangannya merupakan inisiatif menampung aspirasi warga PPLP agar bisa mengambil langkah terbaik. “Polisi perlu dukungan masyarakat. Maka harus ada kerjasama antara Polisi dengan warga agar segalanya berjalan lancar,” ungkap Ondang.
“Tolong posisi-posisi masyarakat yang sudah benar jangan dirusak sendiri serta jangan ada langkah yang inkonstitusional. Kami berjanji tidak ada sejengkal tanah saudara yang akan diambil,” ujarnya.
Ketua PPLP Kulonprogo Supriyadi menuturkan bahwa bentuk penolakan yang telah dilakukan selama ini merupakan upaya memperjuangkan hak-hak warga enam desa meliputi tiga kecamatan, Wates, Panjatan dan Galur.
“Kami ingin memperjuangkan hak-hak PPLP, tidak ada unsur provokasi dari pihak manapun. Semua murni dari masyarakat,” ungkapnya.
Dalam kunjungan tersebut setidaknya ada tiga poin aspirasi masyarakat meliputi rencana pembangunan yang menimbulkan keresahan bagi warga hingga terjadi kasus pembakaran posko warga, adanya dugaan kebohongan publik yang dilakukan PT JMI serta kerusuhan pasca-penutupan pilot project.
Wakil Ketua PPLP, Sutar mengungkapkan munculnya warga dengan senjata tajam bukan bentuk ajakan perang kepada Polisi. Hal tersebut bentuk kecemasan warga akibat rencana pembukaan tambang pasir besi yang mengakibatkan suasana mencekam dan hal tersebut –menurut warga PPLP– merupakan hal lumrah.
“Kami yakin polisi dapat memberikan perlindungan. Apabila polisi tidak bisa mengambil kebijakan, apakah harus preman yang turun tangan? Terkait pembukaan pilot project, masyarakat sudah kami kondisikan agar tetap tenang,” ujarnya.
Salah seorang warga PPLP, Sumanto yang berprofesi sebagai petani mengungkapkan telah terjadi perubahan tatanan sosial pasca-rencana penambangan pasir besi yang mengakibatkan keadaan masyarakat tidak kondusif. Telah terjadi penyimpangan terhadap kesepakatan kontrak karya yang dilakukan antara pemerintah, warga dan pemrakarsa.
“Kemarin muncul izin dari Bupati, padahal kami tidak pernah memberi izin. Tetapi ada orang lain yang memberi izin. Masyarakat sudah menyampaikan hal tersebut pada Bupati dan DPRD untuk segera menutup penambangan pasir besi tetapi aspirasi kami tidak dipakai. Hal tersebut membuat keadaan tidak kondusif,” ujarnya.
Sumanto mengungkapkan telah terjadi pembohongan publik oleh PT JMI yang menginformasikan bahwa hasil pertanian pasca-reklamasi penambangan hasilnya jauh lebih baik dibanding sebelum penambangan. “Padahal kami belum pernah melihat ada aktivitas penambangan maupun reklamasi,” katanya. (c4)