Kredit Macet Capai Rp 115 Miliar Akibat Merapi, 17 BMT Terancam Kolaps

Radar Jogja, Saturday, 12 February 2011 11:37

SLEMAN- Kredit macet membayangi sektor perbankan di kabupaten Sleman pasca erupsi Merapi. Bupati Sleman Sri Purnomo menyatakan pinjaman modal berpotensi macet yang menimpa korban erupsi Merapi di Sleman mencapai total Rp 115 miliar. Itu berdasarkan perhitungan kerugian sektor ekonomi akibat erupsi Merapi yang mencapai Rp 1,141 triliun. “Ada 21 koperasi di Sleman yang mengalami masalah dengan jumlah pinjaman anggota mencapai Rp 12,66 miliar,” katanya di Bangunkerto, Turi, Sleman, kemarin (11/2).

Bupati memperkirakan, dampak erupsi Merapi akan berimbas pada 531 ribu debitur yang sulit mengembalikan pinjaman modal dengan nilai mencapai Rp 102,58 miliar. Kredit macet juga menimpa pelaku usaha ekonomi mikro pasca erupsi Merapi, khususnya dialami lembaga keuangan syariah baitul Maal wat Tamwil (BMT) di kawasan lereng Merapi. ”Karena selama ini mereka yang intensif membina mereka,” paparnya.
Terkait ancaman ini, para pengelola BMT berharap ada bantuan dari pemerintah agar bisa bertahan ditengah gempuran ancaman likuiditas keuangan. Sedikitnya ada 17 unit dari total 52 BMT yang tergabung dalam Forum Masyarakat Ekonomi Syariah (Formes) Sleman yang terancam kolaps. ”Mereka tersebar di tiga kecamatan. kni Turi, Pakem, dan Cangkringan,” ungkap Manajer BMT Sejahtera Bambang Susanto di Turi, kemarin (11/2).
Bambang menjelaskan penyebab utama gangguan likuiditas ini karena perputaran uang yang dilepas mandeg. Ini lantaran sebagian besar nasabah tak mampu melunasi hutang akibat menjadi korban Merapi. “Sekitar bulan Oktober 2010 sekitar 70 persen dari total 823 nasabah mengalami kredit macet. Kalau saat ini tinggal 50 persen,” ungkap Bambang mengatakan BMT Sejahtera menjadi salah satu yang kesulitan likuiditas.
Dijelaskan dari total aset sebesar Rp 1,4 milyar sekitar Rp 600 juta berpotensi bermasalah (macet). Padahal dana milik nasabah yang tersimpan di BMT sekitar Rp 500 juta. ”Banyak nasabah yang butuh uang cepat dalam waktu yang hampir bersamaan untuk keperluan bercocok tanam agar bisa kembali hidup normal. Alhasil BMT kesulitan menyediakan dana tunai jika ada penarikan uang dalam jumlah besar oleh nasabah.,” katanya. .
Para korban Merapi yang rata-rata petani, imbuh Bambang, rata-rata meminjam modal untuk keperluan membeli pupuk, bayar tenaga, perawatan kebun, dan pengairan saat kemarau. Kendati banyak kredit macet, Bambang mengaku tak begitu risau mengucurkan dana. Sebab, ia berharap para korban Merapi bisa bangkit kembali,” tandasnya.
Ia hanya berharap pemerintah memberikan suntikan dana segar pada BMT. Sebab, jika permintaan modal besar tidak akan bisa ter-cover dengan cepat. ”Karena terus terang saja keuangan kita juga terbatas. Untuk itu, saya berharap ada bantuan dari pemerintah,” ungkap Bambang. (yog)