Mediasi Komnas HAM Gagal

Radar Jogja, Thursday, 10 February 2011 09:58

Mediasi Komnas HAM Gagal
PPLP Ngotot Tolak Proyek Tambang Pasir

KULONPROGO – Konflik yang terjadi antara warga Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo dengan pemerintah kabupaten kembali memanas. Sejumlah warga kembali menolak dengan tegas rencana pembangunan tambang pasir besi yang akan dilakukan di Dusun Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo.

Pemerintah Kabupaten Kulonprogo telah mengirimkan mandat yang mengharapkan bantuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI untuk melakukan proses mediasi dengan warga PPLP yang ada di Dusun Bugel 2, Kecamatan Panjatan. Dan perwakilan Komnas HAM pun tiba di sana.

Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis menuturkan, kedatangan dirinya dan beberapa anggota tim adalah untuk melakukan investigasi dan mediasi karena Bupati Kulonprogo Toyo S Dipo mengharapkan Komnas HAM dapat berperan sebagai mediator dalam mencari jalan tengah pada kasus mega proyek pembangunan tambang pasir besi yang rencananya akan dilakukan di Pesisir Selatan Kulonprogo. Dalam proses mediasi tersebut, Komnas HAM akan tetap menempatkan diri sebagai mediator,” ujarnya, Rabu (9/2).

Proses mediasi tersebut dilakukan di Sekretariat PPLP. Dalam mediasi tersebut, Nur Kholis didampingi 5 anggota Komnas HAM. “Hari ini kami ingin mendengarkan, saya tidak bisa menjajikan apa-apa karena antara pihak pemerintah dan masyarakat memiliki alasan yang sama kuat. Kami akan berusaha melihat permasalahan ini dari dua sisi,” ungkapnya.

Dalam mediasi tersebut, masyarakat PPLP menilai bahwa lahan konvensi dengan luas 2.987 ha yang dipergunakan sebagai lahan tambang berada di wilayah pemukiman dan pertanian masyarakat di 3 pedukuhan dengan penghuni 450 KK.

Hal tersebut dinilai sangat merugikan, karena lahan yang akan digunakan tambang tersebut merupakan sumber mata pencaharian penduduk. Penambangan juga rentan mengakibatkan penurunan pada struktur tanah, padahal fungsi pasir pesisir sebagai benteng alam untuk menahan abrasi dan antisipasi bencana alam.

Selain itu, stastus tanah yang digunakan 75 persen di antaranya adalah resmi milik warga dengan bukti sertifikat letter A, B dan C yang diperoleh dari proses jual beli. Sedangkan 25 persen adalah tanah merah/tanah tak bertuan. Masyarakat juga menyesalkan pada pemerintah karena selama proyek penambangan dilakukan pendapat masyarakat tidak pernah diterima.

“Tampaknya masyarakat menyatakan sikap untuk menolak dengan tegas pembangunan tersebut. Komnas HAM tidak bisa melanjutkan proses mediasi. Proses mediasi gagal,” tegas Nur Kholis.

Koordinator PPLP Widodo mengungkapkan, pihaknya menyambut baik kedatangan Komnas HAM karena sebagai momentum untuk menyampaikan keluhan masyarakat. Namun pihaknya tetap menyatakan penolakan pada proyek yang akan dilakukan pemerintah karena sebagian masyarakat sudah merasa sejahtera dengan kehidupan pertanian yang saat ini ditekuni.

“ Kalau pemerintah melakukan mediasi, kami menerima, tapi dengan jaminan tambang dibatalkan. Agar tambang segera ditutup, kita akan perjuangkan dengan mencari bantuan dari pihak lain,” pungkasnya. (c4)