Penambangan Pasir Besi Kulonprogo Ide Sri Sultan HB IX

Sumber : krjogja.com Selasa, 04 Januari 2011 16:41:00

KULONPROGO (KRjogja.com) – Kerabat Kraton Yogyakarta, GBPH Joyokusumo prihatin dengan insiden perusakan pilot project penambangan pasir besi milik PT Jogja Magasa Iron (JMI) di Pantai Trisik, Karangsewu Kecamatan Galur beberapa waktu lalu.

Anarkisme dan intimidasi warga pesisir selatan Kulonprogo yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) terhadap fasilitas JMI dinilainya sudah melebihi batas serta tidak mencerminkan budaya warga Yogyakarta.

“Kami sangat menyayangkan perusakan dan intimidasi oleh sebagian warga pesisir Kulonprogo. Sepanjang sejarah, misalnya sidang rakyat menuntut Keistimewaan Yogyakarta tempo hari, warga yang hadir ribuan bahkan jutaan, tapi tidak sampai melakukan perusakan. Kok ditingkat Kulonprogo, notabene masih kental budaya Yogyakarta-nya malah anarkis. Saya curiga aksi itu ditunggangi pihak dari luar Yogyakarta yang tidak bertanggungjawab,” kata Joyokusumo di Wates, Selasa (4/1).

Pelampiasan kekecewan terhadap ketidaksetujuan rencana penambangan pasir besi dengan merusak fasilitas milik investor serta mengintimidasi karyawan PT JMI merupakan tindakan kriminal. “Perbuatan itu sudah masuk ranah hukum,” jelasnya.

Sebagai investor, tandasnya, JMI mestinya mendapat perlakuan baik dari warga Kulonprogo khususnya dan masyarakat DIY secara umum. Mengingat perusahaan tersebut mendapat mandat dari pemerintah pusat untuk melaksanakan kontrak karya (KK) penambangan pasir besi di wilayah pesisir selatan Kulonprogo dalam upaya meningkatkan kemakmuran masyarakat luas.

Diungkapkan, sejarah rencana penambangan pasir besi, sebenarnya sudah digagas sejak lama oleh Sri Sultan HB IX (almarhum), sekitar 1973-an, memerintahkan pihak terkait meneliti pasir di pantai Selatan Kulonprogo. “Yang ditunjuk mengkoordinir penelitian Sri Sultan HB X yang masih bernama KGPH Mangkubumi. Hasilnya pantai selatan sangat potensial ditambang,” tandasnya.

Proses selanjutnya, merancang kerjasama dengan investor dari Inggeris. Tapi Karena secara teknis investor itu tidak bisa mewujudkan tekhnologinya. Sementara investor lain yang berminat hanya berorientasi ekspor dan untung rugi, padahal Sri Sultan HB IX orientasinya meningkatkan kemakmuran masyarakat Kulonprogo, maka yang bersangkutan menunda rencana eksplorasi dan eksploitasi pasir besi.

“Jadi suwargi (almarhum) ayah saya menunda rencana penambangan pasir besi itu atas pertimbangan kebutuhan tekhnologi yang mampu mengatasi dampak lingkungan sekaligus mencari investor yang sepaham dengan pemikirannya demi kemakmuran rakyat Kulonprogo,” tandasnya.

Sekitar tahun 2001-an, masuk investor dari Australia membawa tekhnologi mutakhir yang mampu mengatasi dampak lingkungan sekaligus melakukan peleburan pasir besi menjadi biji besi sebagai bahan baku besi dan baja. Dibidang pertambangan, PT JMI sudah sangat berpengalaman.

“Secara kebetulan investor yang berminat menambang pasir besi masih ahli waris Pangeran Diponegoro. Sehingga tidak mungkin akan merusak lingkungan DIY,” ujarnya seraya menambahkan atas pertimbangan itu dirinya mempertemukan calon investor dengan Sri Sultan HB X sebagai Gubernur DIY.

Dalam pertemuan dicapai kesepakatan, pertambangan dilakukan dengan tujuan utama meningkatkan kemakmuran masyarakat Kulonprogo. Disamping kesepakatan lainnya. “Rencana penambangan pasir besi bisa dilakukan dengan syarat, tenaga yang dilibatkan masyarakat di sekitar lokasi penambangan. Jika calon tenaga kerja belum memenuhi kriteria perusahaan akan ada lembaga pelatihan. Semua pabrik pengolahan pasir besi dan industri ikutannya harus berdiri di DIY,” tutur Joyokusumo sambil memastikan PT JMI menyanggupi semua persyaratan tersebut.

Yang tidak kalah pentingnya penambangan tidak boleh mengganggu apalagi menggusur pemukiman warga serta lingkungan. “Semua sepakat penambangan wajib memperhatikan dan mentaati semua aspek kehidupan dan memberikan kontribusi ekonomi bagi kemakmuran masyarakat dan pemerintah,” pungkasnya. (Rul)