Terjerat Kredit Macet Pengusaha Merapi Ngadu ke LBH

Sumber : Harian Jogja, 4 Januari 2011
Oleh Rina Wijayanti
HARIAN JOGJA

JOGJA : Tujuh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi korban erupsi merapi, Senin (3/1), mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja, meminta perlindungan atas risiko kredit macet.
Tujuh pelaku UMKM lereng merapi merupakan nasabah bank yang mengalami kemacetan pengembalian pinjaman akiat bencana erupsi Merapi.

Mereka yakni Sumardi, warga Turgo, Cangkringan, Sleman yang memiliki hutang senilai Rp. 80 juta. Sujadi, warga Ngepring, Purwobinangun dengan kredit senilai Rp. 10 juta, Zamri, warga Pakembinangun (kredit senilai Rp. 55 juta), Joko, warga Turgo, Cangkringan, yang memiliki pinjaman senilai Rp. 37 juta, Ngatinem, warga Turi dengan kredit senilai Rp. 63 juta dan Sudar, warga Turi dengan pinjaman senilai Rp. 100 juta serta Rahmatullah, warga Cangkringan, yang memiliki pinjaman senilai Rp. 75 juta.

Di samping pelaku UMKM, ketujuh orang ini merupakan korban bencana Merapi. Bahkan sebagian diantara mereka masih tinggal di hunian sementara akibat harta miliknya habis disikat erupsi Merapi.

Rahmat yang mewakili keenam rekannya mengaku sebenalum bencana erupi Merapi terjadi para pelaku UMKM ini masih memenuhi kewajiban membayar pinjaman. Namun lantran diterjang bencana, fasilitas usahanya mengalami kerusakan parah dan terpaksa berhenti. Üntuk hidup saja sekarang masih belu jelas apalagi mengembalikan pinjaman, seluruh harta kami habis tersapu,”kata Rahmat.

Rata-rata diantara mereka menjaminkan sertifikat tanah, BPKB truk, mobil hingga SK pensiun. Mereka mengatakan kedatangannta ke LBH untuk meminta advokasi. Rahmat dan Sumardi kepada Harian jogja mengungkapkan piohak bank saat ini telah melakukan pelelangan atas agunannya berupa sertifikat tanah.
“Kedatangan kami untuk meminta perlingdungan hukum supaya pihak bank tidak melakukan eksekusi agunan, karena kondisi kami yang terkena bencana ini, jelas Sumardi.
Direktur LBH Jogja M Irsyad Thamrin mengatakan seharusnya upaya konkrit dari pihak pemerintah maupun perbankan dalam menyelesaikan persoalan semacam ini.

Dia meyakini jumlah korban UMKM yang terjerat hutang perbankan klasifikasi kecil (Rp30juta sd Rp100 juta) lebih banyak dari tujuh orang yang mengadu kekantornya.
“Seharusnya ada ipaya proaktif pemerintah. Nantinya kami akan membuat surat supaya pelelangan aset usaha kecil maupun eksekusi tidak dilakukan bank, karena ini sangat penting untuk recovery ekonominya kembali,”jelasnya.
Jika lelang dipaksakan, diakui Irsyad pihaknya akan melakukan perlawanan secara hukum. “LBH akan melakukan perlawanan hukum jika lelang tetap dilakukan,”tegas Irsyad.
Menurutnya saat terjadi bencana gempa bumi pada 2006 silam LBH berhasil memberikan bantuan perlindungan hukum sehinga para nasabah mendapat keringan. Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/2006 bank terkait diatur untuk tidak melakukan eksekusi terhadap korban bencana. Menurutnya aturan tersebut seharusnya masih berlaku.
“Seharusnya masih berlaku, karena yang terbaru sejauh ini kami belum mendapatkannya,”kata Irsyad.