Radar Jogja,
Tuesday, 04 January 2011 09:46
JOGJA – Usai mendapatkan musibah letusan Gunung Merapi yang terjadi hampir selama satu bulan, derita pengusaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di lereng Merapi belum berakhir. Mereka masih harus menanggung beban utang dana pinjaman untuk usaha mereka. Dua agunan milik pengusaha UMKM ini bahkan telah dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Mereka pun mengadukan masalah ini ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogjakarta.
Kami hanya ingin mendapatkan perlakuan khusus. Bukannya kami ingin menghindar dari kewajiban membayar utang,ujar Rahmatullah, Koordinator Pengusaha UMKM Korban Letusan Merapi, ditemui di Kantor LBH Jogjakarta kemarin (3/1).
Ia mengungkapkan, kedatangan mereka ke LBH ini hanya ingin difasilitas untuk bisa mendapatkan keringanan. Mereka berharap pihak bank sebagai pemberi pinjaman bersedia untuk memperlakukan seperti pengusaha UMKM di Bantul saat terjadi Gempa Bumi 2006 silam. Kalau korban gempa bumi bisa mendapatkan keringanan, saya kira untuk kami yang menjadi korban letusan Merapi juga bisa mendapatkan hal yang sama,terangnya.
Rahmatullah, yang usaha pembesaran bibit ikan lele, menuturkan, kedatangan mereka mewakili pengusaha UMKM di lima kecamatan yakni Turi, Tempel, Cangkringan, Pakem, dan Ngemplak. Pengusaha yang tinggal di lima kecamatan tersebut merupakan korban yang merasakan dampak dari letusan Merapi. Mereka saat ini bahkan masih banyak yang tinggal di barak pengungsian.
Kami membayangkan, dua sampai tiga tahun mendatang, untuk bisa kembali membuka usaha saja masih sulit. Apalagi, untuk membayar angsuran dana pinjaman,keluhnya.
Rahmatullah datang ke LBH tak sendiri. Ia bersama dengan enam pengusaha lain yang saat ini tetap mendapatkan perlakuan sama dari bank. Baik itu membayar angsuran maupun yang kehilangan agunan karena telah dilelang. Dua armada (truk) saya sebelum Merapi meletus sudah ditarik. Sekarang, agunan tersebut katanya akan segera dilelang karena saya tidak bisa membayar angsuran,terang Sumardi, pengusaha material yang tinggal di Turgo, Pakem.
Pengusaha UMKM ini berharap, LBH bisa memfasilitas mereka untuk mendapatkan penjadwalan ulang dari bank soal angsuran. Bahkan, kalau bisa, kami berharap bisa mendapatkan pemutihan seperti yang diberikan kepada pengusaha UMKM di Bantul,sambung Sumardi, yang mendapatkan pinjaman dari Bank Danamon cabang Pakem.
Menurut Mardi, sapaan akrabnya, rata-rata pengusaha UMKM yang meminta perlakuan khusus tersebut mendapatkan pinjaman dari bank sebesar Rp 30 juta sampai Rp 100 juta. Sebagian besar saat ini masih memikirkan rumah mereka yang terkena dampak letusan Merapi. Apalagi, untuk memikirkan dana pinjaman,imbuhnya.
Kepala Divisi Ekonomi, Sosial, dan Budaya LBH Jogjakarta Syamsul Nurseha menuturkan, dalam satu sampai tiga hari ke depan, pihaknya akan mengirimkan surat kepada bank-bank terkait. Isi surat tersebut adalah permintaan untuk penjadwalan ulang terhadap pengusaha UMKM yang menjadi korban letusan Merapi.
Kami pernah melakukan hal yang sama terhadap pengusaha UMKM yang menjadi korban bencana gempa bumi di Bantul. Kami harapkan bank juga bisa memperlakukan hal yang sama terhadap mereka, terangnya.
Syamsul menambahkan, selain dengan mengirimkan surat terhadap pihak bank, LBH juga akan meminta Pemprov DIJ untuk memberikan dana talangan kepada pengusaha UMKM ini. Dana ini bisa jika terlambat untuk dimasukkan dalam RAPBD 2011 bisa pada RAPBD Perubahan di pertengahan 2011 nanti.
Fungsi dana talangan ini, nantinya untuk memberikan subsidi bagi pengusaha UMKM ini untuk bisa pulih kembali. Sebab, perekonomian Kabupaten Sleman selama ini sangat tergantung dengan denyut nadi UMKM ini,tandasnya.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Sleman mengaku tak bisa berbuat banyak terkait masalah ini. Sebab, urusan pelaku UMKM tersebut berkaitan dengan pihak bank penyedia kredit. Apalagi, UMKM dalam bidang perikanan tidak di bawah koordinasi Disperindagkop. Meski demikian, Disperindagkop mengaku tak percaya jika pihak bank berlaku sewenang-wenang terhadap korban Merapi.
Bank Indonesia (BI) sudah menginventarisasi bank-bank mana saja yang memberikan kredit kepada para korban Merapi sebelum erupsi. Di situ BI juga sudah mengambil kebijakan untuk penanganan kreditor dari korban Merapi. Jadi, jika ada kasus seperti itu (pelelangan agunan), saya rasa ada sesuatu di baliknya. Misalnya, nasabah sudah macet lama kreditnya, dan sebagainya. Sehingga, perlu diambil tindakan seperti itu,tutur Kepala Seksi Usaha Bidang Koperasi Disperindagkop Sleman Kuswandari (eri/nis)
Ia mengungkapkan, kedatangan mereka ke LBH ini hanya ingin difasilitas untuk bisa mendapatkan keringanan. Mereka berharap pihak bank sebagai pemberi pinjaman bersedia untuk memperlakukan seperti pengusaha UMKM di Bantul saat terjadi Gempa Bumi 2006 silam. Kalau korban gempa bumi bisa mendapatkan keringanan, saya kira untuk kami yang menjadi korban letusan Merapi juga bisa mendapatkan hal yang sama,terangnya.
Rahmatullah, yang usaha pembesaran bibit ikan lele, menuturkan, kedatangan mereka mewakili pengusaha UMKM di lima kecamatan yakni Turi, Tempel, Cangkringan, Pakem, dan Ngemplak. Pengusaha yang tinggal di lima kecamatan tersebut merupakan korban yang merasakan dampak dari letusan Merapi. Mereka saat ini bahkan masih banyak yang tinggal di barak pengungsian.
Kami membayangkan, dua sampai tiga tahun mendatang, untuk bisa kembali membuka usaha saja masih sulit. Apalagi, untuk membayar angsuran dana pinjaman,keluhnya.
Rahmatullah datang ke LBH tak sendiri. Ia bersama dengan enam pengusaha lain yang saat ini tetap mendapatkan perlakuan sama dari bank. Baik itu membayar angsuran maupun yang kehilangan agunan karena telah dilelang. Dua armada (truk) saya sebelum Merapi meletus sudah ditarik. Sekarang, agunan tersebut katanya akan segera dilelang karena saya tidak bisa membayar angsuran,terang Sumardi, pengusaha material yang tinggal di Turgo, Pakem.
Pengusaha UMKM ini berharap, LBH bisa memfasilitas mereka untuk mendapatkan penjadwalan ulang dari bank soal angsuran. Bahkan, kalau bisa, kami berharap bisa mendapatkan pemutihan seperti yang diberikan kepada pengusaha UMKM di Bantul,sambung Sumardi, yang mendapatkan pinjaman dari Bank Danamon cabang Pakem.
Menurut Mardi, sapaan akrabnya, rata-rata pengusaha UMKM yang meminta perlakuan khusus tersebut mendapatkan pinjaman dari bank sebesar Rp 30 juta sampai Rp 100 juta. Sebagian besar saat ini masih memikirkan rumah mereka yang terkena dampak letusan Merapi. Apalagi, untuk memikirkan dana pinjaman,imbuhnya.
Kepala Divisi Ekonomi, Sosial, dan Budaya LBH Jogjakarta Syamsul Nurseha menuturkan, dalam satu sampai tiga hari ke depan, pihaknya akan mengirimkan surat kepada bank-bank terkait. Isi surat tersebut adalah permintaan untuk penjadwalan ulang terhadap pengusaha UMKM yang menjadi korban letusan Merapi.
Kami pernah melakukan hal yang sama terhadap pengusaha UMKM yang menjadi korban bencana gempa bumi di Bantul. Kami harapkan bank juga bisa memperlakukan hal yang sama terhadap mereka, terangnya.
Syamsul menambahkan, selain dengan mengirimkan surat terhadap pihak bank, LBH juga akan meminta Pemprov DIJ untuk memberikan dana talangan kepada pengusaha UMKM ini. Dana ini bisa jika terlambat untuk dimasukkan dalam RAPBD 2011 bisa pada RAPBD Perubahan di pertengahan 2011 nanti.
Fungsi dana talangan ini, nantinya untuk memberikan subsidi bagi pengusaha UMKM ini untuk bisa pulih kembali. Sebab, perekonomian Kabupaten Sleman selama ini sangat tergantung dengan denyut nadi UMKM ini,tandasnya.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Sleman mengaku tak bisa berbuat banyak terkait masalah ini. Sebab, urusan pelaku UMKM tersebut berkaitan dengan pihak bank penyedia kredit. Apalagi, UMKM dalam bidang perikanan tidak di bawah koordinasi Disperindagkop. Meski demikian, Disperindagkop mengaku tak percaya jika pihak bank berlaku sewenang-wenang terhadap korban Merapi.
Bank Indonesia (BI) sudah menginventarisasi bank-bank mana saja yang memberikan kredit kepada para korban Merapi sebelum erupsi. Di situ BI juga sudah mengambil kebijakan untuk penanganan kreditor dari korban Merapi. Jadi, jika ada kasus seperti itu (pelelangan agunan), saya rasa ada sesuatu di baliknya. Misalnya, nasabah sudah macet lama kreditnya, dan sebagainya. Sehingga, perlu diambil tindakan seperti itu,tutur Kepala Seksi Usaha Bidang Koperasi Disperindagkop Sleman Kuswandari (eri/nis)