Merasa LOS Dilecehkan

Sidang Lanjutan Perusakan Kantor LOS

JOGJA – Kasus perusakan Kantor Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) DIJ terus bergulir. Sidang lanjutan yang digelar kemarin (29/11) di Pengadilan Negeri (PN) Jogja mengagendakan keterangan saksi. Pada kesempatan ini, saksi korban Budi Wahyuni (mantan ketua LOS DIJ) merasa lembaganya saat itu telah dilecehkan oleh pejabat teras Pemkab Bantul.

”LOS itu bentukan Gubernur, dananya dari APBD Provinsi (DIJ). Tapi ada orang-orang yang mengaku Pemkab Bantul meminta hasil penelitian dicabut. Apa mereka menganggap Gubenur yang membentuk LOS,” ujar Budi Wahyuni saat memberikan keterangan.

BW, sapaan akrabnya, mengaku pada saat itu tekanan dari Pemkab Bantul terhadap dirinya sangat kuat. Itu terasa ketika dirinya diminta untuk menemui massa.

Ia harus mendapatkan lemparan batu dan tekanan dari 15 perwakilan yang masuk ke kantor LOS. ”Saya semula hanya meminta enam orang. Tapi, yang masuk malah 15 orang dan itu membuat saya sulit untuk mengendalikan,” imbuhnya.

Tekanan untuk mencabut hasil penelitian rekonstruksi gempa sebenarnya sempat ia tolak. Sebab, ia beralasan metodologi yang digunakannya sudah tepat. Tapi, terdakwa Sukardiyono (mantan Assekda I Pemkab Bantul) malah mengancam.

”Terdakwa bilang hanya memberikan waktu lima menit kepada saya untuk mencabut hasil penelitian,” terangnya.

BW juga menyesalkan tindakan Sukardiyono sebagai pejabat Pemkab Bantul yang tak bisa mengendalikan massa. Ia malah membiarkan massa melakukan tindakan anarkhistis.

”Jika terdakwa bisa mengendalikan emosi, saya kira massa yang ada juga tak turut emosi,” katanya.

Hakim Dwi Januwanto sebagai ketua pun bertanya kepada saksi korban akan hasil penelitiannya yang menyebabkan massa yang mengatasnamakan warga Bantul marah. Mereka juga meluapkan emosi dengan merusak kantor LOS DIJ.

Saat menjawab pertanyaan itu, BW menerangkan jika hasil penelitian pihaknya terungkap adanya penyaluran bantuan yang tak tepat sasaran. Sebanyak 40 persen bantuan gempa, penyalurannya tak tepat sasaran. Dari semua bantuan yang mengalir hanya 60 persen yang tepat sasaran.

”Sampai sekarang, saya tidak pernah mencabut hasil penelitian itu. Penelitian bisa dicabut jika metodologinya tidak benar atau ada penelitian baru,” ungkapnya.

Selain mengagendakan keterangan saksi korban, sidang kemarin juga menjadwalkan putusan sela terhadap terdakwa Kepala Satpol PP Bantul Kandiawan. Hakim Dwi Januwanto memberikan keputusan sama seperti dua terdakwa lain. Ia menolak eksepsi dari terdakwa.

”Eksepsi yang dibacakan terdakwa dengan menyebutkan dakwaan tidak lengkap menurut hakim tidak benar. Seluruh dakwaan JPU sudah lengkap dan memenuhi syarat formil,” kata Dwi.

Dakwaan JPU, menurutnya, telah memenuhi semua ketentuan dalam perundah-undangan. Yaitu dalam ketentuan Pasal 143 Ayat 2 KUHAP. ”Sidang akan diteruskan dengan kembali ke pokok perkara,” imbuhnya.

Hakim Dwi Djanuwanto bersama anggotanya Setyowati Yun Indrijani dan Walfred Pardamean, kembali akan menggagendakan keterangan saksi dari terdakwa pada Kamis (2/12) mendatang. Saksi ini, menurut kuasa hukum terdakwa Tri Pomo, akan meringankan bagi kliennya. (eri)