LBH Siap Gugat Kepsek SDN Sedayu
Dinilai Telah Diskriminatif terhadap Siswa
Sumber : Radar Jogja
JOGJA – Tindakan pengelola SD Negeri Sedayu terhadap empat siswanya yang berkebutuhan khusus, berbuntut panjang. Pihak sekolah terancam digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyusul laporan orang tua siswa tersebut ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogjakarta.
’’Supaya menjadi pembelajaran semua pihak, termasuk pendidik, sangat mungkin (tindakan) diskriminasi ini kami ajukan ke PTUN,’’ kata advokat LSM Driya Manunggal Faiz Nugroho di kantor LBH Jogjakarta kemarin (11/11).
Faiz menuturkan, kasus diskriminasi terhadap kaum difabel, terutama pelajar, sudah melanggar berbagai peraturan hukum. Baik itu UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, PP No. 47/2008 tentang Wajib Belajar, Inpres No. 5/2006 tentang Gerakan Nasional Penuntasan Wajib Belajar, dan Permendiknas No. 70/2006 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik.
Dua wakil orang tua siswa yang mendapatkan diskriminasi menceritakan, kepala sekolah (Kepsek) SDN Sedayu memaksa empat orang tua siswa difabel memindahkan putra mereka dari SDN Sedayu. Kepsek beralasan, SDN Sedayu telah menjadi rintisan sekolah berstandar nasional (RSBN). ’’Sehingga anak kami harus keluar,’’ terang Dwi Hartini, salah satu orang tua siswa.
Menurut Hartini, pemaksaan tersebut terjadi saat ia bersama orang tua lain diundang menghadiri rapat pembagian beasiswa, 2 November lalu. Tapi pada kesempatan tersebut, Kepala Sekolah Muji Widada meminta orang tua siswa berkebutuhan khusus mencari sekolah lain. Alasan Muji, keempat siswa itu tak dapat mengikuti pelajaran seperti siswa normal lain.
Keempat siswa tersebut adalah Panji Setiawan Parmono yang telah bersekolah selama 8 tahun, Niken (8), Winantu Basuki (5), dan Putra Sejati (5). Mereka direkomendasikan bersekolah di Kalibayem dan Klangor. Padahal, kedua sekolah tersebut berjarak puluhan kilometer dari Sedayu.
’’Terus terang, jika kami harus memindahkan anak kami ke sekolah tersebut, sangat berat dalam hal transportasi. Karena, kami juga harus bekerja mencari tambahan penghasilan,’’ sambung Waljiyah yang bersama Dwi Hartini mewakili dua orang tua siswa lainnya.
Usai mendapatkan pengarahan untuk pindah ke sekolah lain, Muji Widada memberikan mereka tenggang waktu satu sampai dua hari memikirkan hal tersebut. Sampai pada 4 November, orang tua Niken mendapatkan surat keterangan pindah sekolah dengan nomor 04/SD3/Sdy/XI/2010 dari Kepsek.
Selang dua hari, orang tua Panji Setiawan Pramono dan Winantu Basuki oleh Kepsek diminta mengisi surat pindah sekolah. Format surat tersebut sudah disiapkan bernomor 06/SD3/Sdy/XI/2010 dan 05/SD3/Sdy/XI/2010.
Dalam surat tersebut disebutkan, SDN Sedayu telah berubah menjadi RSBN sehingga siswa yang tak bisa mengikuti pelajaran harus keluar. Alasan kedua, sekolah tak memiliki dana untuk membayar guru pendamping dan siswa ABK akan mendapatkan penanganan yang lebih baik jika masuk ke sekolah luar biasa (SLB).
Pemaksaan tersebut tak bisa diterima keempat orang tua siswa. Bersama dengan LSM pemerhati pendidikan, mereka mengadukan masalah ini ke LBH. Mereka berharap keempat putranya tersebut dapat kembali merasakan bangku sekolah di SDN Sedayu. ’’Anak kami sebenarnya tidak mau karena merasa sudah sangat akrab dengan lingkungan sekolahnya,’’ kata Waljiyah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Divisi Sipil dan Politik LBH Suki Ratnasari mengungkapkan, mereka bakal menuntut Kepsek untuk meminta maaf secara terbuka melalui media massa atas tindakan pelanggaran hak keempat ABK itu. Kepsek juga mereka tuntut mencabut keempat surat keterangan pindah sekolah. ’’Terpenting adalah kepala sekolah harus menerima keempat siswa tersebut kembali bersekolah,’’ tandas Kiki, sapaan akrabnya.
Sementara itu hingga kemarin, Muji Widada belum bisa dihubungi. Saat Radar Jogja menghubungi telepon selulernya, yang bersangkutan tak menjawab. Dari ponselnya hanya terdengar panggilan dialihkan. Pesan singkat (SMS) yang disampaikan pun tak dibalas. (eri)