Sumber : KR, Selasa 21 September 2010
Soekardjo Wilardjito, tak pernah loyo untuk menuntut haknya. Dipenjarakan selama 14 tahun diadili, disiksa tanpa tahu kesalahannya. Tak ada surat pemecatan yang ia terima sebagai prajurit TNI. Sehingga ia pun meminta haknya, gaji selama aktif sebagai prajurit TNI maupun uang pensiun untuk mengisi hari tua. Terpenting adalah dipulihkan nama baiknya
SOEKARDJO Wilardjito, kini tak lagi tegap. Usianya sudah 83 tahun, jalannya tertatih ditopang tongkat. Kursi roda juga tak jauh darinya, badannya semakin ringkih. “Kata dokter sumsum tulang saya kering akibat penyiksaan di dalam penjara dulu,”katanya samil tertatih menuju tempat duduk di Kantor Galang Press Yogyakarta, Jalan Mawar Tengah No. 72 Yogyakarta, Senin (20/9).
Meski fisiknya tak setangguh dulu. Wilardjito masih lancar menceritakan potongan-potoangan adegan yang menurut perkiraannya menyebabkan ia kehilangan haknya sebagai prajurit YNI. Bermula dari pekerjaannya yang menjadi pengawal Prseiden Soekarno. Menyeksikan saat terjadi penodongan yang dilakukan salah seorang jendral agar Soekarno menandatangai Surat Perintah 11 Maret 1966. Äpakah karena saya menyaksikan kejadian itu sehingga saya dipenjara tanpa proses pengadilan,”kata Wilardjito.
Ungkapan yang selalu dilontarkan Wilardjito dalam berbagai kesempatan ketika diminta berbicara tentang peristiwa Supersemar. Seperti kedatangannya kali ini ke kantor Galang Press untuk bertemu salah seorang anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Stanley Adi Prasetyo. “Selain ke Komnas HAM, Pak Wilardjito ingin melaporkan kasus ini ke Komisi Hak Asasi Manusia PBB,”kata Direktur Galang Press Julis Felicianus.
Stanley Adi Prasetyo menmgungkapkan, jika hak-hak Wilardjito diberikan pemerintah. Hal itu menjadi kabar baik bagi korban-korban HAM lain yang senasib. Komnas HAM saat ini tengah membentuk tim untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sekitar tahun 1965 maupun penembakan misterius (Petrus)
“Jika sampai nama Wilardjito direhabilitasi serta hak-haknya dipulihkan, maka demikian pula dengan banyak orang yang mengalami nasib serupa,”kata Stanley saat bersama Wilardjito dan sejarawan Baskara T Wardaya berada di Kantor Galang Press Yogyakarta, Senin (20/9).
Stanley menuturkan, ia pernah menemukan seorang jenderal yang ditahan tanpa proses pengadilan dan semua bukti-bukti yagn menunjukkan ia pernah berdinas di militer dihilangkan. Hal itu yang ia lihat terjadi pada doro Wilardjito. “Tim projustisia yang dibentuk Komnas HAM salah satunya adalah menelusuri bukti-bukti pelanggaran HAM berat yang terjadi di tahun 65-an dan Petrus,”kata Stanley. Tentu hasil yang diharapkan adalah dikembalikannya hak-hak korban yang tidak bersalah. Sama yang diinginkan Wilardjito. Agung Purwandono)-b