Setiap menjelang Lebaran kaum buruh selalu dihadapkan dengan permasalahan tentang pelaksanaan THR, meskipun peraturan mengenai THR sudah ada akan tetapi pada kenyataannya buruh tidak secara otomatis mendapatkan apa yang semestinya menjadi haknya, karena pada kenyataannya banyak para majikan (pengusaha) yang tidak memberikan hak atas THR kepada buruhnya sesuai dengan ketentuan.
Sampai saat ini dasar hukum pelaksanaan THR masih menggunakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/Men/1994. Menurut Peraturan Menteri (Permen) 04/1994, yang dimaksud THR adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.
Menurut Pasal 2 Permen 04/1994, pengusaha wajib membayar buruh yang sudah bekerja secara berturut-turut selama 3 bulan atau lebih. Peraturan ini tidak membedakan status buruh, apakah buruh tetap, buruh kontrak, ataupun buruh paruh waktu. Asal seorang buruh telah bekerja selama 3 bulan berturut-turut, maka ia berhak mendapatkan THR. Adapun besaran uang THR yang harus diterima seorang buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Permen 04/1994 Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, sebesar 1 (satu) bulan upah. Dan bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional dengan menghitung masa kerja yang sedang berjalan dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.
Walaupun sudah ada dasar hukum yang jelas, THR sebagai hak tidak selalu otomatis didapatkan oleh kaum buruh. Pada kenyataannya, banyak pengusaha dengan berbagai alasan tidak menjalankan kewajiban membayar THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari pengalaman LBH Yogyakarta mendampingi pengaduan THR, biasanya dengan alasan yang sangat lazim dan umum dilakukan oleh para pengusaha yaitu perusahaan tidak mampu memberikan THR sesuai ketentuan, sehingga dengan alasan tersebut pengusaha hanya memberikan THR atas dasar kemampuan dan kemauan dari pengusaha saja. Padahal semua majikan/pengusaha selama ini tidak pernah terbuka soal keadaan perusahaan yang sebenarnya dan berapa keuntungan perusahaan dari proses produksinya selama ini, sehingga banyak buruh tidak mendapatkan THR sesuai ketentuan yang berlaku.
Kedua dengan cara menggunakan tenaga kerja buruh kontrak dan out sourcing sehingga dengan alasan status tersebut pengusaha tidak bersedia memberikan THR pada buruhnya meskipun sudah bekerja bertahun-tahun bahkan puluhan tahun sekalipun, padahal Menurut Pasal 2 Permen 04/1994, pengusaha wajib membayar buruh yang sudah bekerja secara berturut-turut selama 3 bulan atau lebih. Peraturan ini tidak membedakan status buruh, apakah buruh tetap, buruh kontrak, ataupun buruh paruh waktu.
Bedasarkan uraian tersebut diatas, maka kami Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta mengeluarkan sikap sebagai berikut :
1. Mendesak kepada para pengusaha/perusahaan untuk membayarkan THR minimal 7 hari sebelum Lebaran sesuai dengan ketentuan Permennaker No. 04/MEN/1994.
2. Mendesak pemerintah untuk mengawasi dan menindak, dengan cara memberikan sanksi kepada para pengusaha/perusahaan yang tidak membayarkan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Kepada para pekerja/ buruh yang sudah bekerja secara berturut-turut selama 3 bulan atau lebih dan tidak mendapatkan THR, LBH Yogyakarta siap menerima pengaduan untuk menuntut haknya.
Demikian pers release ini kami sampaikan agar dapat diketahui oleh masyarakat luas, khususnya kepada para pengusaha dan pemerintah. Atas perhatian dan kerjasama kawan-kawan pers dalam mendukung upaya-upaya yang dilakukan dalam memperjuangkan pemenuhan hak-hak buruh, kami ucapkan terima kasih.
Yogyakarta, 6 September 2010
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta
M. Irsyad Thamrin. SH. MH
Direktur
Samsudin Nurseha. SH
Kadiv Ekosob.