Sabtu, 4 September 2010 | 15:09 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS – Warga pesisir selatan Kulon Progo mengajukan uji materiil terhadap Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DIY. Langkah diambil setelah upaya minta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY meninjau RTRW tidak kunjung mendapat tanggapan.
“Ini upaya terakhir yang kami lakukan setelah upaya peninjauan lewat jalur politik maupun sosial tidak ditanggapi,” ujar Samsudin Nurseha dari LBH Yogyakarta selaku kuasa hukum Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP).
Menurut dia, uji materi itu diajukan terhadap ayat 2, huruf b, angka 2, Pasal 60 Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Ayat tersebut perlu diuji karena pencantumannya cacat hukum. Pencantuman rencana tambang pasir besi sebelumnya tidak disinggung dalam pembahasan rancangan perda RTRW. Namun, saat diundangkan, pasal tentang rencana tambang pasir besi tiba-tiba muncul dalam RTRW DIY.
Ayat mengancam
Bagi warga di pesisir selatan Kulon Progo, pencantuman ayat tersebut dinilai mengancam kehidupan mereka. Ayat tersebut bisa menjadi dasar pelaksanaan proyek tambang pasir besi di Kulon Progo yang mengancam lahan pertanian yang dikelola warga.
Sebelumnya, perwakilan PPLP telah bertemu dengan Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana. Waktu itu, desakan PPLP agar DPRD DIY membatalkan perda tersebut ditanggapi positif. Namun, sampai saat ini, DPRD DIY belum memberikan jawaban.
Secara terpisah, Ketua Badan Legislasi DPRD DIY Edhi Wibowo mempersilakan masyarakat didampingi LBH Yogyakarta mengajukan uji materi. Edhi menuturkan, DPRD DIY kini tengah menunggu jawaban Kementerian Dalam Negeri terhadap peninjauan Perda RTRW DIY.
DPRD tetap beranggapan, langkah Pemerintah Provinsi DIY yang melakukan penambahan sebanyak 31 pasal pada Perda Nomor 2 Tahun 2010, termasuk di antaranya ayat 2, huruf b, angka 2, pasal 60, adalah keliru karena dilakukan sepihak tanpa melibatkan DPRD. Hal itu bertentangan dengan tata cara penyusunan peraturan daerah. Namun, pemprov tetap beranggapan, langkah yang ditempuhnya sudah benar karena penambahan pasal merupakan hasil evaluasi pemerintah pusat.
“Sampai sekarang belum ada jawaban atau keputusan dari Kemendagri. Kalau dinyatakan langkah pemprov keliru, Perda RTRW itu harus dicabut karena tidak sah sehingga harus dimulai pembahasan dari awal lagi,” ungkap Edhi. (RWN/ARA)