Koran TEMPO
Kamis, 5 Agustus 2010
YOGYAKARTA – orang tua siswa bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Daerah Istimewa Yogyakarta dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat melaporkan 20 sekolah setingkat sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan ke Kejaksaan Tinggi DIY kemarin. Mereka menduga sekolah-sekolah tersebut melakukan pungutan tidak sah dengan alasan her registrasi dan pengadaan seragam bermacam-macam.
Direktur LBH Yogyakarta Mohammad Thamrin mengatakan ke 20 sekolah tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. :Kami menilai pelanggaran yang dilakukan sekolah sudah sistematis,”katanya.
Dalam pengaduan itu, LBH dan para orang tua membawa serta data-data yang mereka peroleh. Mereka berharap Kejaksaan Tinggi DIY proaktif terhadap penyerahan data temuan-temuan tersebut. Berkas data itu diseerahkan ke Kepala Seksi Ekonomi dan Moneter Kejaksaan Tinggi DIY Suparno.
Thamrin mengungkapkan, LBH DIY menerima lima pengaduan untuk kasus penahanan ijazah, pungutan her registrasi dan registrasi, penjualan formulir, serta pengadaan seragam sekolah. “Kami menilai ada pelanggaran undang-undang untuk pengadaan seragam dan pungutan liar,”katanya.
Dua puluh sekolah yang dilaporkan adalah SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 7 dan SMAN 8 Yogyakarta; SMAN 1 Piyungan; SMAN 1 Imogiri; MAN Wonokromo; SMAN 1 Pleret; SMAN Jetis Bantul; SMAN 2 Banguntapan; SMAN 1 Gamping; SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5 dan SMKN 6 Yogyakarta; SMPN 9 Yogyakarta; SMPN Pleret; SMP Taman Dewasa; serta SMP 3 Gamping.
Kepala Divisi Ekosob LBH DIY Syamsuddin Nurseha mengatakan, sebelum melaporkan dugaan penyimpangan sekolah ini, mereka telah berupaya melakukan auudensi dengan Lembaga Ombudsman Daerah dan Dewan Pendidikan. “Tapi sudah dua minggu ini kami belum mendapat tanggapan,”ujarnya. Karena itulah, mereka melanjutkan pengaduan ini ke Kejaksaan Tinggi DIY agar pihak kejaksaan melakukan penyidikan dan penyelidikan. BERNADA RURIT