Enam Tahun Tak Dapat Hak atas Lahan Garapan

Jumat, 30 Juli 2010 | 18:56 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS – Sebanyak 30 keluarga transmigran asal Bantul yang ditempatkan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tak kunjung mendapat hak atas tanah garapan selama hampir enam tahun. Mereka merasa tertipu dan terombang-ambing karena kehidupan baru yang dijanjikan tidak sesuai harapan.

Kekecewaan dan kondisi yang mengecewakan itu diungkapkan dua perwakilan transmigran, yaitu Maryono (38) dan Agus Sumartono (40). Keduanya mengadukan nasib ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kamis (29/7), karena tidak mendapat perhatian saat mengadu di lokasi transmigrasi.

Seperti dituturkan Maryono, 30 keluarga itu mengikuti program transmigrasi umum ke Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong Kota, Kutai Kartanegara (Kukar), pada 2004. Transmigrasi difasilitasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul.

Program itu dijanjikan beberapa hak seperti biaya transportasi, jatah pangan, sarana produksi, lahan garapan, dan lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status hak milik yang akan diterima transmigran.

Lahan yang penyediaannya menjadi kewajiban Pemkab Kukar terdiri atas 1 hektar lahan garapan dan 0,25 hektar lahan pekarangan. “Semua hak lain sudah diberikan kecuali lahan garapan itu. Setiap kali kami minta selalu dijawab masih dalam proses dan disuruh bersabar,” kata Maryono.

Akibat lahan garapan tak ada, ke-30 keluarga itu bekerja serabutan menjadi kuli kasar atau buruh pertanian untuk bertahan hidup. Karena ketidakjelasan itu pula, delapan keluarga memutuskan kembali ke Bantul.

Ditipu

Maryono mengatakan, pengaduan ke Pemkab Bantul telah beberapa kali dilayangkan. Pada akhir 2008, Sekretaris Daerah (Sekda) Bantul Gendut Sudarto pun berkunjung ke sana untuk menyelesaikan masalah.

Namun, dalam suatu forum yang mempertemukan Sekda, Pemkab Kukar, dan transmigran, para transmigran malah disuruh menandatangani surat yang isinya menyatakan bahwa mereka telah menerima lahan yang dijanjikan tersebut.

“Awalnya kami tidak mau, tapi Pemkab Kukar menjanjikan lahan bisa diberikan dalam dua bulan jika ditandatangani. Karena Pak Gendut juga menjamin, kami semua akhirnya tanda tangan,” ujar Maryono.

Sebelum mengadu ke LBH, seminggu sebelumnya, Maryono mengadukan persoalan terkatung-katungnya nasib transmigran ini ke Gendut dan Bupati Bantul Idham Samawi. Idham dan Gendut menjanjikan akan membawa masalah ini ke Jakarta.

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Disnakertrans Bantul Didik Warsito mengakui adanya kasus ini. Bahkan, pihaknya telah berbicara dengan Direktur Fasilitasi Perpindahan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bibit Setiawan. Bibit telah mendesak Pemkab Kukar menyelesaikan persoalan ini dan mereka berjanji lahan garapan itu diberikan pada 2011.

Didik menyatakan, pihaknya tidak akan mengirimkan lagi transmigran ke Kukar, paling tidak sampai masalah ini selesai. Staf LBH Yogyakarta Syamsudin Nurseha menyatakan, Pemkab Bantul harus turut bertanggung jawab karena transmigrasi ini ada karena mereka. “Pemkab Bantul tak bisa berdiam diri,” ujarnya. (ENG)