Sumber : Radar Jogja Rabu Legi 7 Juli 2010 hal. 15
SEMENTARA ITU, perwakilan warga pesisir yang tergabung dalan Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) juga ikut hadir di ruang sidang Gedung DPRD Kulonprogo. Dalam kesempatan pertemuan dengan DPRD Provinsi DIJ ini, mereka menyampaikan bahwa perda nomor 2 tahun 2010 tentang RTRW itu cacat hukum. Karena mekanisme penyusunannya mengesampingkan partisipasi masyarakat.
PPLP dengan tegas mengatakan menolak, dan tidak menerima adanya perda itu.”Kami juga sudah menyampaikan surat keberatan atas perda itu kepada Mendagri dan Presiden. Kali ini saya juga akan membacakan surat keberatan, kami berharap ada jawaban dari Biro Hukum Provinsi DIUJ dan tanggapan dari anggota DPRD Provinsi,”kata pengurus PPLP, Sutar.
Korlap PPLP Unit Garongan Widodo mengungkapkan, tindakan warga pesisir ini bukan untuk melawan undang-undang, tapi untuk menuntut sebuah keadilan.”Apalagi telah dikatakan bahwa perda RTRW provinsi maupun kabupaten harus mengikuti RTRW nasional yang sudah disahkan sebelumnya. Dan didalannya, disebutkan Kulonprogo sebagai lokasi penambangan. Warga beranggarapan, hal itu hanya akan memuluskan proyek tambang pasir besi,”katanya.
PPLP, lanjut Widodo, tak peduli tentang sinkronisasi dan sejenisnya.”Yang kami pedulikan adalah keikutsertaan masyarakat dalam penentuan suatu kebijakan. Sudah ada aturannya bahwa partisipasi masyarakat mesti diikutkan. Tapi selama ini tidak ada partisipasi dari kami dalam penentuan RTRW,”tandasnya.
Widodo juga meminta kepada pemerintah provinsi dan daerah agar tak sekedar ikut aturan diatasnya. Tetapi juga mengedepankan aspek kebutuhan dan kehidupan masyarakat yang masuk dalam wilayah yang diatur. “jangan hanya ikut yang atas saja, tapi lihat masyarakatnya di lokasi yang akan diatur dalam RRW,” imbuhnya.
Sayangnya, pada kesempatan itu warga pesisir tak mendapat jawaban yang memuaskan. Biro Hukum DIJ tak bisa memberikan jawaban atas surat keberatannya, karena yang datang hanyalah staf. (ila)
Korlap PPLP Unit Garongan Widodo mengungkapkan, tindakan warga pesisir ini bukan untuk melawan undang-undang, tapi untuk menuntut sebuah keadilan.”Apalagi telah dikatakan bahwa perda RTRW provinsi maupun kabupaten harus mengikuti RTRW nasional yang sudah disahkan sebelumnya. Dan didalannya, disebutkan Kulonprogo sebagai lokasi penambangan. Warga beranggarapan, hal itu hanya akan memuluskan proyek tambang pasir besi,”katanya.
PPLP, lanjut Widodo, tak peduli tentang sinkronisasi dan sejenisnya.”Yang kami pedulikan adalah keikutsertaan masyarakat dalam penentuan suatu kebijakan. Sudah ada aturannya bahwa partisipasi masyarakat mesti diikutkan. Tapi selama ini tidak ada partisipasi dari kami dalam penentuan RTRW,”tandasnya.
Widodo juga meminta kepada pemerintah provinsi dan daerah agar tak sekedar ikut aturan diatasnya. Tetapi juga mengedepankan aspek kebutuhan dan kehidupan masyarakat yang masuk dalam wilayah yang diatur. “jangan hanya ikut yang atas saja, tapi lihat masyarakatnya di lokasi yang akan diatur dalam RRW,” imbuhnya.
Sayangnya, pada kesempatan itu warga pesisir tak mendapat jawaban yang memuaskan. Biro Hukum DIJ tak bisa memberikan jawaban atas surat keberatannya, karena yang datang hanyalah staf. (ila)