DPRD Minta Walhi Terlibat

Sumber : Radar Jogja, Rabu Pahing 23 Juni 2010
JOGJA– Proses peninjauan ulang perda Provinsi DIJ No.2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terus dilakukan Badan Legislasi Daerah (Balegda). Untuk mematangkan pembahasan, Balegda bakal melibatkan berbagai elemen masyarakat. Salah satu yang diminta berpartisipasi memberikan masukan itu adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DIJ.

“Kami sampaikan terima kasih kalau Walhi DIJ bersedia terlibat,” pinta Wakil Ketua Balegda DIJ Suharwanto saat menerima audensi pengurus Walhi dan LBH Jogja dalam rapat kerja Komisi C DPRD DIJ, kemarin (22/6). Suharwanto mengungkapkan kilas balik penetapan Perda RTRW. Menurut dia, dewan masih menganggap ada persoalan. Sebaliknya, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai proses pengesahan dan evaluasi tak masalah.
Eksekutif Dinilai Tak Punya Itikad Baik
Anggota Komisi C Totok Hedi Santoso menilai, ada prosedur yang dilanggar dalam pengesahan Perda RTRW itu.
Karena itu, ia sepakat bila dewan menolak menerapkan perda tersebut.” Ada 31 pasal yang misterius menjadi sisi gelap Perda RTRW,” timpal anggota Komisi C Arief Budiono.
Staf LBH Jogja Syamsuddin Nurseha SH menilai, kasus Perda RTRW bukan sekedar terkait persoalan prosedur. Ia mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap UU No. 10 Tahun 2004 dan UU No. 31 Tahun 2004. ”Pelakunya bisa dipidana,” ujar Syamsuddin.
Syamsuddin curiga ada itikad tak baik dari eksekutif. Dengan sengaja tak melibatkan parlemen, tindakan pemprov itu dapat dikategorikan telah melecehkan DPRD. Sebab, keberadaan dewan telah diabaikan padahal tugas parlemen adalah menjalankan amanat undang-undang. ”Dewan harus mengambil sikap,” desaknya.
LBH telah empat tahun menjadi kuasa hukum Paguyuban Petani Lahan Pesisir (PPLP). Selama ini, PPLP getol menolak penambangan pasir besi di lahan pesisir pantai selatan Kulonprogo. ”Kami akan terus mendorong Balegda DPRD mengevaluasi ulang Perda RTRW. Dewan telah menjadi korban,”tegas Syamsuddin.
Direktur Walhi DIJ Suparlan menegaskan, akar masalah dari penambangan pasir besi Kulonprogo adalah ditekennya kontrak karya oleh Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Karena itu, sebelum berbicara lebih jauh soal Perda RTRW, kontrak karya itulah yang harus lebih dulu dibatalkan. ”Sasaran kami menggugat keabsahan kontrak karya tersebut,” katanya.
Walhi, terang aktivis asal Karanganyar Surakarta ini, telah melayangkan gugatan ke banyak pihak. Termasuk mengajukan protes ke Presiden. ” Lebih dulu mana kontrak karya atau perda RTRW,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan ESDM Provinsi DIJ Rani Sjamsinarsi menjelaskan, kontrak karya ditandatangani pusat pada November 2008. Sedangkan Perda RTRW disahkan dalam paripurna DPRD DIJ pada Juni 2009.
Sehari sebelumnya pada Senin (21/6), puluhan petani yang tergabung dalam PPLP bertemu Ketua DPRD DIJ Yoeke Indra Agung Laksana. Mereka mengajukan tuntutan agar dewan segera membahas ulang Perda RTRW dan membatalkan pasal 60 soal lokasi penambangan di lahan pesisir pantai selatan Kulonprogo. ”Lahan pesisir lebih baik dioptimalkan untuk pariwisata dan pertanian,” kata Sutar salah seorang penggiat PPLP.
Yoeke mengatakan, penolakan warga pesisir itu merupakan aspirasi politik. Sebagai lembaga politik, DPRD akan menyampaikan aspirasi itu dalam pembahasan-pembahasan dengan pemprov. (kus)