Mediasi Kasus Yondi Temui Jalan Buntu

Rabu, 05 Mei 2010 17:42:00
YOGYA (KRjogja.com) – Kasus Yondi Handitya, siswa kelas XII IPS SMA N 9 Yogyakarta yang dinyatakan tidak lulus Ujian Nasional (UN) karena nilai agama dan akhlaknya rendah masih belum menemukan titik terang. Upaya mediasi yang telah dilakukanpun tidak membawa perubahan yang berarti.

Seperti yang terlihat dalam forum mediasi yang digelar Dewan Pendidikan DIY, masing-masing elemen yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DIY, Lembaga Konsultan dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Yogyakarta dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY dan Komite Sekolah SMAN 9 tidak mampu menemukan kata sepakat dalam kasus ini.

Pihak LBH DIY, M. Irsyad Thamrin selaku kuasa hukum dari Yondi menilai bahwa dalam kasus ini LBH DIY sudah memandang bijak atas langkah yang ditempuh sekolah dalam memberikan peringatan pendidikan sikap. Namun demikian, sekolah pada akhirnya menjadi tidak konsisten dengan kebijakan yang dibuat dengan tidak meluluskan Yondi. “Kami menghargai langkah sekolah yang telah menempuh tahapan perbaikan moral anak didiknya. Tetapi ini menjadi tidak konsisten lantaran Yondi sudah diminta untuk menandatangani surat perjanjian untuk bisa ikut UN. Ketika sekolah mengijinkan, seharusnya sudah ada konsekuensi bahwa Yondi bisa lulus karenya nyatanya hasil nilai UN Yondi memang baik,” ujarnya dalam mediasi di kantor Dewan Pendidikan DIY, Rabu (5/5).

Di lain hal, Ketua LKBH PGRI DIY, Sukirno menyatakan, dalam sebuah proses pendidikan, tahapan penilaian yang harus dilalui meliputi sisi afektif, kognitif dan psikomotorik. Masing-masing memiliki keterkaitan sehingga tidak bisa jika hanya mengandalkan satu sisi yang baik sementara sisi yang lainnya masih buruk.

“Dalam kasus Yondi, sebenarnya SMAN 9 masih memberikan kesempatan untuknya belajar satu tahun lagi. Artinya sekolah tak mau melepaskan begitu saja siswa yang memiliki kecerdasan psikomotorik tetapi sisi afektifnya buruk,” tuturnya.

Sementara Perwakilan Disdikpora DIY yang juga merupakan koordinator UN DIY, Baskara Aji mengungkapkan, ketentuan penilaian kepribadian memang sudah seharusnya menjadi point penting yang diperhatikan. Sebab anak didik itu dinilai dari 2 sisi yakni berdasarkan nilai ujiannya dan kepribadiannya.

“Kami menyerahkan penilaian kepribadian siswa sepenuhnya kepada pihak sekolah. Prinsipnya tidak boleh ada pihak manapun termasuk dari Dinas Pendidikan untuk melakukan intervensi. Sebab penilaian kepribadian itu adalah berdasarkan kesepakatan sekolah dan dewan guru,” ungkapnya.

Sementara itu, Dewan Pendidikan DIY selaku pihak mediator, Prof. Wuryadi menilai pertimbangan akhlak memang diperlukan dalam proses pendidikan. “Masalahnya apakah dalam menentukan penilaian terhadap akhlak siswanya, sekolah sudah menempuhnya dengan proses yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Kasus ini justru terlalu cepat untuk dibawa ke ranah hukum seperti yang terjadi sekarang,” katanya.

Wakil Ketua Dewan Pendidikan DIY, Hari Dandi memberikan jalan tengah agar terdapat pihak ketiga yang melakukan pengujian ulang akan akhlak dan kepribadian siswa yang dimaksud. Misalnya dengan menguji melalui psikotes maupun wawancara kepribadian. ” Maksudnya agar tidak terjadi diskriminasi perlakuan siswa dan ada bukti bahwa memang penilaian terhadap kelakuan itu benar adanya,” ujar Hari.

Proses mediasi yang berjalan cukup alot ini akhirnya belum menemukan kesepakatan. Untuk sementara Dewan Pendidikan DIY meminta kepada pihak LBH dan LKBH PGRI untuk bisa duduk bersama mencari solusi terbaik. Setelah tahapan itu dilalui, maka akan difasilitasi kembali pertemuan untuk mendapatkan penyelesaian yang terbaik. (Ran) sumber : http://www.krjogja.com/krjogja/news/detail/31531Mediasi.Kasus.Yondi.Temui.Jalan.Buntu.htm